"Masuk," ajak Shakti saat sampai di apartemennya.
"Itu kamarnya, bawa aja barang-barang lo masuk. Kemaren gue udah minta mbok Nah buat ngosongin sebagian lemari, buat naruh baju-baju lo." tunjuk Shakti ke arah kamar utama di apartemennya.
Mbok Nah adalah nama asisten rumah tangga di rumah Mama Kinan, sudah lama Mbok Nah bekerja dengan mama kinan, dari Shakti kecil malahan. Kemarin, Shakti meminta Mama Kinan untuk mengirim Mbok Nah agar membereskan apartemennya, karena Zia akan ikut tinggal di sana.
Zia memperhatikan apartemen ini, memindai setiap sudutnya. Ada dua kamar di sini, yang satu kamar utama, yang tentunya untuk tidur sang empunya. Yang satu lagi, digunakan sebagai ruang kerja Shakti. Ada dapur, dengan mini bar kecil, dan ruang tamu.
Shakti sengaja memilih apartemen yang tidak terlalu mewah, karena dia cuma tinggal seorang diri. Dan apartemen ini dipilih karena lokasinya yang tidak jauh dari Rumah Sakit.
Kalau harus pulang ke rumah Mama Kinan terlalu jauh. Padahal, kadang dia pulang larut malam. Jadi untuk menghemat waktu dan tenaga, Shakti memilih tinggal di apartemen ini.
Tanpa menunggu lagi, Zia masuk ke kamar yang ditunjukkan Shakti. Kamar yang bersih dan rapi, itulah kesan yang Zia tangkap saat memasukinya.
Mungkin karena Shakti seorang dokter, jadi kebersihan jadi prioritas baginya. Nuansa yang maskulin terpampang di kamar ini, pun dengan wangi kamarnya.
Zia meninggalkan kopernya begitu saja, dan langsung menghambur ke ranjang. Menjatuhkan dirinya disana. Kasur yang terasa empuk dan nyaman yang dia rasakan, seperti anak kecil, Zia mengguling-gulingkan tubuhnya di atas ranjang itu.
Melihat kelakuan istrinya, Shakti hanya senyum-senyum. Ada debaran aneh di jantungnya. Sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan. Entah kenapa, gadis di depannya ini membuat suasana hatinya terasa nyaman, hanya dengan melihat senyum dan tingkah polahnya yang absurd.
Tidak ingin menganggu apa yang dilakukan istrinya. Shakti keluar kamar, dan pergi ke dapur untuk mengambil minum. Tak lupa juga mengambilkan segelas air putih, dan membawanya ke kamar untuk Zia.
"Minum gih!" sambil mengulurkan gelas itu ke Zia.
Tanpa menjawab, Zia seketika bangun dan mengambil gelas yang diulurkan Shakti. Menghabiskan isinya sampai tandas.
"Malam ini gue ada jadwal jaga di Rumah Sakit," ucap Shakti yang menerima gelas kosong dari Zia.
Mendengar itu Zia melebarkan matanya, "Jadi gue di tinggal sendiri gitu?" jawabnya seolah tak terima harus ditinggalkan sendiri di hari pertamanya datang ke apartemen suaminya ini.
"Ya mau bagaimana lagi?" Shakti mengangkat kedua bahunya.
"Gak bisa! gue nggak mau! ini pertama kalinya gue dateng ke sini, terus lo suruh gue tidur sendiri gitu! kenapa nggak tinggal di rumah papi aja tadi kalau lo mau jaga malem."
"Kan gue nggak tau, taunya juga pas nyampe apartemen, kalau gue harus gantiin jadwal jaga temen gue."
"Ya, kenapa nggak lo tolak aja. Bilang aja lo capek abis nikah. Lagian, istri baru dateng ke rumah malah mau ditinggalin," gerutu Zia.
"Belum ada yang tau soal pernikahan kita," jawab Shakti datar.
Zia terdiam sejenak memikirkan apa yang harus dia lakukan di tempat ini sendirian. Zia bukan gadis penakut, tapi cuma merasa belum terbiasa saja.
Tadinya, Zia berharap dengan tinggal bersama sebagai suami istri bisa lebih mengenal Shakti. Saling cerita sebelum tidur akan mendekatkan keduanya, tapi kenyataannya, dua hari menikah dia malahan ditinggal tiap malam.
Kalau seperti ini, bagaimana hubungannya kedepannya. Apakah hanya sekedar status saja. Dia ingin mengenal suaminya itu, memahami seperti apa suaminya. Apa yang disukainya, dan apa yang tidak disukainya. Namun, seolah waktu tidak berpihak padanya. Ada saja yang membuat dia tidak bisa berbicara dari hati ke hati dengan suaminya.
"Bagaimana kalau gue ikut ke Rumah Sakit aja, dari pada gue disini sendiri," usul Zia.
Shakti menatap Zia penuh tanya. Apa iya, istrinya ini yakin mau menginap di rumah sakit hanya karena tidak mau di tinggal.
"Di rumah sakit pasti lo punya ruangan sendiri, kan? Dan pasti ada tempat istirahatnya, kan?" lanjut Zia meyakinkan
¤¤¤¤
Di sini, di rumah sakit. Akhirnya Shakti menuruti kemauan Zia, mengajaknya menginap. Shakti langsung membawa Zia ke ruangannya, dan menyuruhnya istirahat di tempat yang biasa ia gunakan.
"Lo tunggu sini aja, gue mau ke IGD buat meriksa keadaan," ucap Shakti.
"Lama nggak di sana? nggak ninggalin gue semalaman, kan, di sini?" tanya Zia.
" Entar kalau udah aman, nggak ada pasien darurat, gue langsung kesini," janjinya pada Zia.
"Oya, kalau ada apa-apa lo telfon aja. Sekarang, mending lo tidur, besok sekolah, kan?" lanjut Shakti sebelum meninggalkan Zia sendiri di ruangannya.
Saat malam semakin larut, biasanya dokter jaga bisa beristirahat dan akan di panggil oleh perawat, kalau ada pasien darurat. Shakti berpamitan kepada perawat jaga agar memanggilnya kalau diperlukan karena dia akan kembali ke ruangannya sesuai janjinya untuk menemani zia.
Memasuki ruangannya, Shakti langsung menuju tempat di mana zia tertidur. Dia menatapnya sejenak, membetulkan selimut Zia sampai ke pinggang. Dan langsung ikut naik, berbaring di samping Zia.
Shakti masih menatap istrinya yang telah pulas dalam tidurnya, memindai setiap inchi wajah cantik Zia. Kulitnya bersih, alisnya tertata rapi, bulu mata yang lentik menghiasi kelopak matanya, hidungnya mancung, dan bibirnya merah muda, meskipun tanpa lipstik. Tubuhnya bahkan sangat menggoda.
Bukankah gadis di depannya ini memiliki fisik yang di inginkan oleh kebanyakan lelaki. Berparas cantik dan bertubuh sexy.
Debaran itu kembali muncul, bahkan makin menggila, saat fikirannya membawanya pada hasrat kelelakiannya. Saat itulah, Zia memiringkan tubuhnya memeluk Shakti, seperti sedang memeluk guling. Kepalanya ia rapatkan ke dada Shakti yang bidang, tentu saja Zia tidak sadar karena lelapnya.
Shakti menghembus nafas frustasi karena ulah Zia, dia harus menahan hasratnya yang mucul tiba-tiba.
.
.
.
.
.
Zia terbangun, dan melihat Shakti ada di sampingnya.
Ini pagi keduanya, melihat seseorang yang berstatus suaminya itu ada satu ranjang dengannya. Tapi kelihatannya, Shakti tidak tidur semalaman. itu terlihat dari kantung hitam dibawah matanya. Mungkin tadi malam saat ia tertidur lelap ada banyak pasien, makanya Shakti harus begadang.
"Lo nggak tidur semaleman? apa ada banyak pasien tadi malem," tanya Zia tanpa bersalah.
Shakti hanya bisa mengangguk, mengiyakan. Karena tidak mungkin kan, dia bilang, bahwa dia tidak bisa tidur karena ulah Zia.
Zia langsung ke kamar mandi menyiapkan dirinya untuk sekolah. Dia sudah menyiapkan seragam dan buku-bukunya kemarin, saat memutuskan untuk menginap di rumah sakit.
Shakti mengajak Zia untuk ke IGD, guna melapor kalau jam jaganya sudah selesai. Dan mengalihkannya pada dokter yang bertugas hari itu. Di sana ada dokter Ryan, dokter yang seharusnya jaga tadi malam, tapi karena ada urusan, dia meminta Shakti menggantikannya.
"Thank's ya, bro." ucapnya sambil mengulurkan tangan mengajak Shakti bersalaman.
" Siapa ini bro, lo nyulik anak orang, dan lo ajak nginep di rumah sakit." Tatapan Ryan ditujukan pada Zia.
Jelas, Ryan menuduh kalau Shakti mengajak Zia menginap, karena mana ada gadis sepagi ini sudah berpakain seragam rapi kalau nggak nginep di rumah sakit ini.
Shakti menatap Zia yang sama bingungnya dengannya, karena mereka belum membicarakan akan diperkenalkan sebagai siapa, jika ada orang yang bertanya.
"Dia cewek gue, calon istri gue lebih tepatnya," jawab Shakti, ngarang.
Ryan masih menatap Shakti penuh tanya. Mengerti akan tatapan temannya itu, Shakti pun menjelaskan.
" Orang tuanya lagi keluar kota, dia nggak berani tidur sendirian. Tadinya mau nginep di apartemen gue, tapi, karena lo minta gue gantiin lo di rumah sakit, makanya gue ajak nginep sini," jelas Shakti untuk menjawab pertanyaan Ryan yang tidak terucap.
"Oh ...." jawab Ryan sambil menganguk-ngangguk tanda mengerti, tapi dengan raut muka yang penuh tanya.
Sejak kapan sahabatnya ini punya pacar, dan lagi, diakui nya sebagai calon istri. Setaunya, Shakti ini tidak berniat mencari pacar, apalagi punya pacar, karena Ryan tau tentang masa lalu Shakti.
Tanpa ingin menjelaskan lagi, Shakti langsung menarik tangan Zia. Mengajaknya pergi dari sana, dan membiarkan Ryan dengan pertanyaannya yang tidak terucap dan tidak pula mendapat jawaban.
"Ok ... gue duluan bro,mau nganter sekolah dulu" pamit Shakti.
Shakti melambaikan tangannya kepada Ryan, dan keluar dari Rumah Sakit menuju parkiran.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
jangan lupa tinggal kan jejak ya like, komen , favorite dan vote juga ya
tengkyu ❤❤❤ sayang hee
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
LENY
JADI PENASARAN MASA LALU SHAKTI
2024-10-07
0
sri hasan basri, S.Pd.
jangan bilang, lagi2 cewek yg harus berkirbsn perasaan seperti 2 novelmu yg udah kubaca thor? awalnya sih kayak laki2 yg jdi korbsn tpi dalam kenyataan ceritanya justru perasaan perempuannya yg seperti sedang menaiki rolecoster. pada dasarnya penderitaan yg dirasakan laki2, tokoh utama, merupakan hasil perbuatannya sendiri atau perbuatan org ke3 dari pihak laki. ingat kasus fabian dan hiro.
2022-04-14
1
Julia Lia
penasaran dengan masa lalu shakti🤔🤔🤔
2021-08-01
1