Sementara itu, di dalam kamar Hotel, yang mana ada Papi Andra dan Mami Laura. Yang seolah tidak percaya dengan keputusan suaminya itu.
"Papi yakin, mau nikahin Zia sama pria itu?" ekor matanya mengarah ke Shakti yang masih ada di balkon Hotel.
Laura heran dengan sikap suaminya, yang selalu memilih teman untuk putrinya. Tiba-tiba saja, memutuskan untuk menikahkan putrinya itu dengan pria yang baru saja dia temui. Dan lagi, pertemuan mereka yang terkesan tidak baik.
Bagaimana nasib putrinya nanti, saat berumah tangga yang di bangun tanpa cinta. Pikiran-pikiran semacam itulah, yang saat ini memenuhi kepala Laura.
"Papi yakin Mi, ini jalan terbaik. Kalau kasus ini Papi bawa ke jalur hukum, pasti semua media akan tau. Lalu, bagaimana nasib Zia nanti, saat semua orang tau bahwa dia telah dilecehkan. Lagipula, Papi mengenal Panca dengan baik kok. Dia adalah rekan bisnis Papi, dia yang akan menjamin bahwa adiknya itu akan bertanggung jawab terhadap putri kita," jelas Papi Andra.
"Tapi, Zia kan masih sekolah, Pi. Masak dia harus nikah. Apa tidak ada jalan keluar yang lain?" Laura masih berharap ada jalan lain, selain menikahkan putrinya yang masih berstatus pelajar itu.
"Sebenernya papi nggak rela juga Mi. Tapi, yang boleh melihat dan merasakan tubuh putri kita itu ya suaminya, bukan orang lain. Makanya, Papi ambil keputusan ini. Dia sudah melihat, jadi harus bertanggung jawab untuk menikahi Zia," tegas Papi Andra.
"Terus, bagaimana dengan perasaan Zia. Papi nggak mikirin itu?" lanjut Laura.
"Ya, nanti kita jelaskan apa yang terjadi. Papi yakin, Zia akan mengerti kenapa dia harus menikah."
"Ngerti apa Pi? menikah ... siapa yang menikah?" tanya Zia bingung.
Papi Andra dan mami Laura dikejutkan dengan pertanyaan putrinya, yang tiba-tiba berdiri di belakang mereka. Zia sudah sadar, dan dia terkejut dengan pembicaraan orang tuanya mengenai pernikahan.
Pernikahannya?
Setidaknya, itulah yang ditangkap samar-samar oleh indra pendengarannya.
"Sayang, kamu sudah sadar? bagaimana, tubuh kamu ada yang sakit? Atau, kamu ngerasain sesuatu gitu?" Laura yang melihat putrinya berdiri dibelakangnya langsung menghampiri dan memeluk putrinya itu.
"Aku nggak apa-apa, Mi. Ya, agak pusing dikit sih," Zia memegang kepalanya yang masih sedikit pusing.
"Jadi, tolong jelasin apa maksud pembicaraan Papi sama Mami tadi!" pinta Zia.
"Dan ... tunggu!!! Kok kita ada di Hotel? bukannya tadi aku masih di pestanya Karin, ya?" Zia yang melihat sekeliling ruangan, baru menyadari kalau obrolan mereka terjadi di sebuah kamar Hotel. Dilihat dari interior kamar yang menurutnya memanglah sebuah kamar Hotel.
Dari balkon Shakti, Mama Kinan, dan juga Panca, yang baru saja menyelesaikan pembicaraannya, melihat, kalau Zia sudah sadar. Mereka memutuskan untuk masuk kembali, dan menindak lanjuti perihal pernikahan yang sudah dibicarakan tadi.
Zia menatap penuh tanya, kepada ketiga orang yang baru saja masuk dari balkon.
"Zia, ini Shakti. Dan minggu depan, kamu akan menikah dengannya," ucap Papi Andra yang langsung berdiri, dan memberi penjelasan kepada Zia, saat melihat kedatangan Shakti dan keluarganya dari balkon.
"Maksud papi apa, kenapa Zia musti nikah sama dia?" Zia menunjuk Shakti.
"Tunggu ... tunggu ... tunggu!!! Zia kayak pernah ketemu sama dia." Zia mengingat-ingat, di mana pernah bertemu pria ini.
"Oh ... no!!!" teriak Zia.
"Zia nggak mau nikah sama dia! Memangnya Papi rela, nikahin zia sama tukang ojek ini!" Tanpa ragu, Zia menunjuk Shakti lagi.
Semua orang sontak melihat ke arah Shakti.
"Maksud kamu apa, sayang?" tanya Mama Kinan bingung.
"Ini anak tante. Dia seorang dokter, bukan tukang ojek." Mama Kinanlah yang berbicara membela putranya. Mendengar anaknya dikatakan sebagai tukang ojek, jelaslah, Mama Kinan tak terima.
¤¤¤¤
FLASH BACK ON
"Bang! jalan Bang, buruan!" Zia menepuk pundak seseorang yang berdiri diatas motornya, dipinggir jalan. Si abang, yang merasa heran ada cewek yang tiba-tiba naik keatas motornya, dan, dengan seenaknya memerintahkannya untuk menjalankan motor. Seperti orang b*go si abang justru diam menatap Zia dengan perasaan bingung.
"Eh ... si abang, malah bengong! Buruan jalan, Bang! saya lagi dalam bahaya. Saya dikejar-kejar penjahat. Ayo Bang, buruan jalan!" ucap Zia dengan nada memerintah.
Mendengar pernyataan Zia barusan, tanpa pikir panjang, si abang langsung melajukan motornya. Saat sudah cukup jauh dari tempatnya tadi, si abang tiba-tiba menghentikan motornya di pinggir jalan. Dan itu membuat Zia merasa takut dan curiga.
"Lho, kok berhenti Bang? kan, saya belum bilang untuk berhenti. Lagian, ini masih jauh dari rumah saya." ucap Zia.
Tanpa menjawab, si abang hanya menolehkan kepala menatap Zia. Dia memperhatikan Zia dari atas sampai bawah. Zia memakai rok pendek, yang tentu saja, saat naik motor jadi terlihat paha mulusnya, begitupun, baju yang dikenakannya, berkrah sabrina, yang menampakkan bahu putih Zia.
Tiba-tiba saja, si abang melepas jaket yang dia kenakan. Sontak saja Zia ketakutan, karena sebelumnya si abang menatap Zia dengan tatapan aneh, dari atas hingga bawah.
"A-abang, mau ngapain? kenapa lepas jaketnya?" tanya Zia dengan suara terbata, karena merasa takut.
Si abang tak menjawab, tapi justru mengulurkan jaketnya kepada Zia. "Pakai nih, entar masuk angin lagi." jawab si abang akhirnya.
Tanpa menjawab, Zia memakai jaket si abang. Kemudian, si abang melajukan motornya kembali hingga sampai di depan rumah yang ditunjukkan Zia.
"Makasih ya, Bang. Ambil aja kembaliannya!" teriak Zia, sambil mengulurkan uang seratus ribu ke tangan si abang. Dan segera berlari masuk ke gerbang rumahnya, tanpa mau mendengar si abang berbicara.
"Mbak ... tunggu!!!" teriak si abang.
"Ini, saya bukan tukang ojek," kata si abang yang tak didengar oleh Zia, karena masih merasa takut dengan periatiwa tadi.
"Saya cuma mau nolong saja," lanjutnya lirih sambil melihat uang seratus ribu yang ia pegang.
Peristiwa saat Zia hampir di lecehkan oleh pacarnya yang bernama Martin. Sore tadi, Zia memang pergi bersama Martin buat nonton. Saat pulang, Martin menghentikan mobilnya di pinggir jalan yang sepi. Martin bilang, pengen lebih lama ngobrol sebelum mereka pulang.Tapi, Martin justru mencuri kesempatan hendak mencium Zia.
Zia yang kaget, reflek menampar Martin. Tentu saja, Martin tidak terima, dan justru berbuat kasar sama Zia. Alih-alih minta maaf, malah Martin hendak melecehkan Zia. Mereka memang pacaran, tapi, sesuai pesan papi Andra, Zia dilarang melakukan kontak fisik sama pacarnya.
Jadi, selama hampir satu tahun pacaran, Zia sekalipun belum pernah berciuman.
Hal itu yang membuat Martin merasa penasaran, karena dari semua pacar-pacarnya yang terdahulu, Martin tidak pernah diperlakukan hambar seperti ini.
Setiap kali Martin ingin mencium Zia, dia selalu menolak Dengan alasan, dilarang sama Papinya. Makanya, pas kencan kali ini, Martin mencuri kesempatan untuk melakukan apa yang dia inginkan sejak lama. Bukan ciuman yang ia dapat, malahan tamparan yang dia terima.
FLASHBACK OFF
¤¤¤¤
"Jadi gitu,Ma. Kenapa dia menganggap Shakti tukang ojek." jelas Shakti menceritakan kejadian pertama kali ia bertemu Zia.
"Sayang, kamu sudah denger sendiri kan? kalau anak tante ini bukan tukang ojek. Dia seorang dokter. Jadi, kamu mau kan, menikah sama anak tante?" dengan suara lembutnya, Mama Kinan meyakinkan Zia.
Zia menatap kedua orang tuanya, mencari jawaban atas permintaan Mama Kinan.
"Nanti Papi jelasin semuanya di rumah. Sekarang kamu percaya saja sama Papi, ok!" kata Papi Andra.
Zia hanya bisa mengangguk pasrah. Mempercayakan semuanya kepada papinya, seperti yang selama ini ia lakukan. Karena Zia percaya, orangtuanya akan melakukan yang terbaik untuknya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya like... komen... favorit.... dan vote juga ya
tengkyu❤❤❤sayang hee
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
🌷💚SITI.R💚🌷
aduuh ribet de urusan pernikahan mereka..gmn jadiy ya nanti..lanjuut
2022-10-30
1
sri hasan basri, S.Pd.
anak yg patuh ternyata si zia
2022-04-14
1
Retno Indrawati
ceritanya bagus, bahwa anak berbakti kpd orang tua
2021-11-17
1