Shakti sedang berbaring di sofa sambil memainkan ponselnya, saat matanya menangkap gadis yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan menggenakan hotpant dan kaos putih longgar, hingga menutupi hotpant yang ia kenakan. Paha mulus Zia terpampang nyata dihadapannya, kakinya yang jenjang menambah kemolekan tubuhnya. Seperti tersihir, Shakti enggan mengalihkan pandangannya dari gadis yang sudah menjadi istrinya itu.
Shakti tidak menyangka, kalau pernikahan ini sungguh menyiksa raganya. Dia laki-laki yang memiliki 'kebutuhannya' sendiri, dan sekarang, ada istrinya di depan mata. Yang halal untuk dia sentuh dan memuaskan hasratnya.
Pandangannya beralih pada bibir ranum milik Zia, bibir yang pernah dia rasakan. Meskipun saat itu tidak bisa fokus menikmati, tapi tetap saja dia pernah merasakannya.
"Oh shitt," Shakti mengumpat dalam hati merutuki pikirannya sendiri.
Dering ponsel menyadarkannya. Terlihat nama Suster Maya di sana.
"Ya ... Sus, ada apa?" tanya Shakti to the point.
Karena suster Maya hanya akan menghubunginya jika ada masalah pada pasien yang dia rawat.
"...."
"Ok..., saya segera kesana." Shakti memutus sambungan telfonnya. Dan langsung menuju walk in closet untuk mengganti celana selututnya dengan celana panjang, dan mengambil jaketnya.
Saat keluar, Shakti melihat Zia sedang duduk di sofa bermain ponsel menggantikan dirinya.
"Gue mau ke Rumah Sakit dulu," pamitnya yang langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Zia.
Zia hanya bisa menatap kepergian suaminya dengan heran. Dalam fikirannya, apa sebegini sibuknya jadi dokter, sampai-sampai harus siap diminta hadir kapan saja untuk menangani pasien.
Kalau memang benar seperti itu, lantas bagaimana nanti dia kedepannya. Masak harus ditinggal melulu tiap malam, bukannya nanti Shakti mengajak Zia tinggal di apartemennya.
Lalu apakah Zia harus sendirian tiap malam. Terus apa enaknya nikah kalau kaya gitu, kalau harus tidur sendirian tiap malam.
"Nggak, ini nggak boleh terjadi. Gue nggak mau kalau diajak pindah tapi buat ditinggal-tingal. Sekarang aja malam pertama gue, dia malah pergi ke Rumah Sakit ninggalin gue." Zia berbicara pada dirinya sendiri.
Zia sadar pernikahan ini di bangun tanpa cinta bahkan tanpa saling kenal, lebih seperti pernikahan karena perjodohan. Tapi kalau kasusnya, pernikahan ini terjadi karena takut skandal.
Saat statusnya yang sudah berubah menjadi seorang istri, Zia memutuskan untuk berdamai dengan pernikahan ini. Menerimanya dan akan menjalaninya dengan tulus seperti pesan maminya, bahwa setiap pernikahan harus di jalani dengan tulus, karena kita sudah berjanji di hadapan Tuhan untuk saling menjaga satu sama lain.
Mungkin pernikahan ini di awali tanpa cinta, tapi kita tidak pernah tau kan, bagaimana Tuhan akan membolak-balikkan hati kita. Yang harus diyakini adalah, pernikahan ini terjadi karena takdir yang sudah tertulis.
Shakti adalah jodohnya, karenanya Zia akan menerima Shakti sebagai suaminya. Bahkan saat melihat Shakti yang baru saja keluar dari kamar mandi tadi, Zia jadi berfikir tidak rugi menjadi seorang istri dari Shakti Ing Djagat, dia begitu tampan dengan tubuh proposional.
Sampai-sampai dia siap kalau harus jadi istri yang 'seutuhnya'. Tapi ternyata, perkataan Shakti tadi sudah memupuskan harapannya. Bukankah tadi Shakti bilang zia masih 'sepet ' .
.
.
.
.
.
Pagi ini Zia terbangun seperti biasanya, karena ini hari senin waktunya untuk sekolah. Zia memang sengaja tidak mengambil ijin sekolah. Semua persiapan pernikahannya, sudah diatur oleh Mami Laura dan Mama Kinan. Acarapun dilaksanakan di hari minggu, pas libur sekolah dan Shakti juga libur.
Tapi ada sesuatu yang terasa berbeda ketika dia bangun tidur, ada seseorang disampingnya. Yang sedang terlelap menampilkan wajah polosnya. Zia tidak tau jam berapa Shakti pulang semalam, mungkin sangat larut, dan Zia sudah tertidur.
Zia menatap wajah tampan dihadapannya ini, memperhatikan hidung mancung suaminya itu, dan beralih menatap bibir suaminya. Seketika, fikirannya membawanya pada cerita bahwa dia telah mencium Shakti dengan rakus sewaktu dalam pengaruh obat perangsang.
Tanpa sadar, tangannya mengarah menyentuh bibir suaminya itu. Tentu saja, si empunya langsung mengerjapkan matanya karena merasa geli dengan sesuatu yang menyentuh bibirnya. Shakti membuka matanya, dan mendapati istrinya sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Sudah puas ngeliatnya, atau, mau ngerasain juga?" suara itu sontak mengembalikan kesadaran Zia.
"Ma-maaf, tadi itu, gue cuma...." Kia gugup.
"Nggak usah ngasih penjelasan, lo nggak lagi di sidang." Shakti berdiri. "Gue pake kamar mandinya dulu." Shakti langsung beranjak ke kamar mandi dan membiarkan Zia dengan segala kegugupannya seperti orang yang tertangkap sedang mencuri.
gila-gila, kok gue bisa lupa diri gitu sih, kesambet apa coba gue. Bisa-bisanya gue nyentuh bibirnya dan nunjukin muka mupeng gue. Sekarang mau ditaruh mana coba gengsi gue, secara, dia aja nolak gue semalem.
Eh..., tapi kan dia laki gue, mau gue mupeng sama dia sah aja dong. Biar aja dia nolak gue sekarang, tapi nanti dia yang nggak bisa jauh dari gue.
"Kenapa lo senyum-senyum sendiri?" orang satu ini selalu saja sukses membuyarkan semua lamunan Zia.
"Buruan mandi, entar gue anterin ke sekolah."
Zia menatap aneh mendengar perintah Shakti.
Dia pikir dia bokap gue, nyuruh gue kayak anak kecil gitu. Selama ini gue juga berangkat sendiri nggak perlu dianter.
Zia cuma menjawab dalam hati tanpa bantahan, dan langsung menghambur ke kamar mandi sesuai perintah Shakti.
"Lo ke sekolah pake seragam kaya gitu?" Shakti menatap tidak percaya saat melihat Zia keluar dari walk in closet memakai seragam yang berukuran press body menurut Shakti.
"Lo nggak punya seragam lain?seragam anak SD gitu masih lo pakai!" sarkas Shakti.
Rok sekolah yang Zia kenakan ini memang ketat, dan panjangnya pun diatas lutut. Dan lagi, baju seragamnya tidak kalah ketat, pantas saja Shakti bilang itu seragam anak SD. Sebenarnya seragam seperti ini sangat wajar di sekolah Zia, dan seragam ini sangat pas melekat di tubuh Zia.
"Emang kenapa seragam gue? nggak ada yang salah, kan?" sahut Zia.
"Seragam lo emang nggak salah, cuma ukurannya saja yang salah!"
"Ganti gih, gue nggak mau liat lo pake seragam itu lagi ke sekolah!"
"Gue nggak punya seragam lain selain seragam ini," Zia memutar bola matanya malas menanggapi suaminya yang berlebihan ini.
Maunya apa coba? seragam yang biasa ia pakai dan nggak pernah dikomplain oleh siapapun sekarang diminta untuk ganti.
"Ya udah, nggak usah ke sekolah dulu. Nanti beli seragam dulu," ucap Shakti.
"Emang harus ganti seragam yang kaya gimana?" tanya Zia ketus.
"Beli seragam yang lebih longgar, pakai ukuran normal. Jangan ukuran anak SD. Terus, ganti rok lo itu dengan rok panjang, gue nggak mau lo pake rok itu lagi." Tunjuk Shakti ke rok yang Zia kenakan.
"Iya, tapi kenapa musti ganti. Gue udah nyaman pake seragam ini."
"Karena gue suami lo, dan gue nggak suka liat lo pake seragam itu. Lagipula, gue akan sering nganter lo pakai motor, kalau lo pakai rok lo yang buat jalan aja susah gitu, gimana lo mau naik motor!" jelas Shakti.
Zia nampak memikirkan perkataan Shakti. Ok ... kayaknya Zia harus setuju dengan keinginan suaminya ini daripada nggak kelar-kelar debat soal seragam anak SD, mending iya-in aja.
.
.
.
.
.
.
"Lho ... kamu nggak sekolah sayang?" tanya Mami Laura yang melihat Zia tidak berseragam hari ini.
Pasalnya, Zia sendiri yang tidak mau di ijinkan seusai acara pernikahannya. Tapi yang dilihatnya, malahan Zia datang ke meja makan dengan pakaian casual .
"Capek kali mi semaleman," sahut Enzo adik Zia, yang langsung dihadiahi jitakan di kepalanya oleh Zia.
"Woi ... galak amat pengantin baru. Kaya kucing yang nggak dapet jatah aja!" cibir Enzo.
"Enzo!" kata yang diucapkan papi Andra seketika membuat Enzo terdiam.
Papi Andra mempersilahkan Shakti duduk dengan gerakan tangannya.
"Hari ini jadi kalian pindah ke apartemen, apa nggak mau beberapa hari lagi disini," tanya Papi Andra sambil meneguk kopinya.
"Iya Pi, kalau dari sini terlalu jauh ke Rumah Sakit, sementara Shakti tidak ambil cuti."
"Jadi jam berapa kalian berangkat?"
"Mungkin agak siangan Pi, Zia mau pergi cari seragam dulu katanya."
"Memang seragam kamu kenapa, sayang?" tanya Mami Laura.
"Nggak kenapa-kenapa sih Mi, tapi disuruh ganti sama Shakti," jawab Zia jujur.
"Bagus itu Kak, emang perlu diganti seragamnya kak Zia. Baju nggak muat aja masih di pakai," kata Enzo memprovokasi.
Shakti mengajak tos Enzo sebagai jawaban persetujuan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
jangan lupa tinggalkan jejak ya like....komen.... favorite ... share dan vote juga ya
tengkyu ❤❤❤sayang hee
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
LENY
LAGIAN SEKOLAH PAKE BAJU KETAT2 GITU DILECEHKAN BARU TAHU RASA. PAKE BAJU TUH YG SOPAN JGN MENUNJUKKAN LEKUK TUBUH. BENAR SHAKTI👍
2024-10-07
0
Dee-dee
sukaaa
2021-11-03
1
Yulia Novita
sejauh ini aku suka karakter zia, nggak neko-neko dan berfikir dewasa
2021-08-21
1