Melihat Tania yang berjalan dengan sebatang pensil yang ujungnya runcing membuat Ares sedikit takut. Ditambah gadis itu langsung mengarahkan padanya.
"Tu—tunggu! Kenapa kau ada di sini?" Seru Ares dengan nada ketakutan bercampur heran.
Tania seperti tidak menghiraukannya, gadis itu mengayunkan tangan yang memegang pensil ke arah wajah Ares yang masih berdiri di depan pintu. Namun tentu saja, pemuda itu mampu menangkisnya dengan menahan tangan Tania.
"Apa-apaan kau ini? Apa yang kau lakukan?" Ares semakin kesal dengan wajah yang tampak heran.
"Aku akan membunuhmu karena tidak mendengarkan perkataanku!!" Jawab Tania datar dengan tangan yang masih berusaha mendorong pensil yang di tahan Ares.
"Te—tenang dulu! Jangan seperti ini! Kita bicarakan semua baik-baik. Kekerasan tidak akan bisa menyelesaikan apapun." Ujar Ares dengan kalimat yang tidak sesuai dengan dirinya yang suka berkelahi.
Meskipun begitu, Tania menghentikan usahanya dengan menurunkan tangan.
Hal itu membuat Ares bernapas lega. Akan tetapi dia kembali melihat pada Tania dengan sikap waspada. Dirinya tidak boleh bersikap lengah.
"Kenapa kau bisa ada di kamarku? Dari mana kau datang? Apa kau menerobos masuk lewat pintu balkon?" Ares langsung bergegas mendekati pintu yang mengarah ke balkon kamarnya.
Dia melihat pintu balkon yang sudah terkunci dan tertutup tirai. Pemuda itu juga berpikir kalau itu adalah hal yang tidak mungkin jika gadis yang saat ini berada di kamarnya, masuk ke dalam kamarnya dengan memanjat lantai dua.
Kembali Ares menoleh pada Tania yang masih berdiri melihat tingkah bodohnya dengan tatapan dingin tanpa reaksi apapun.
"Apa kau bisa teleportasi? Bagaimana caranya kau bisa masuk ke kamarku?" Ares yang berdiri di jarak tiga meter dari Tania menunjukkan wajah bingungnya. "Dari mana kau masuk?"
"Aku rasa kau tidak sebodoh itu hingga menanyakan hal yang jelas-jelas siapapun tahu jawabannya. Tentu saja aku masuk melalui pintu di kamar ini." Ujar Tania dengan datarnya.
Ares langsung menunjukkan reaksi yang aneh dengan mengalihkan pandangannya dari Tania. Karena pada kenyataannya, pemuda itu sama sekali tidak berpikir kalau Tania masuk melalu pintu kamarnya. Yang dirinya tahu kedua orang tuanya berada di rumah sehingga tidak mungkin seorang gadis dibiarkan masuk ke kamarnya.
"Atau jangan-jangan kau memang bodoh hingga tidak berpikir seperti itu?" Lanjut Tania yang tahu kalau Ares memang tidak berpikir dirinya masuk ke kamar melalui pintu. "Ternyata selain suka membolos kau juga sangat bodoh. Ya, aku rasa itu bukan sesuatu hal yang mengherankan." Tania berbicara dengan entengnya.
Ares tersulut emosi mendengarnya. Pemuda yang masih memiliki emosi yang labil itu ingin marah, namun rasa takutnya pada Tania lebih besar sehingga dirinya lebih memilih untuk mencari cara agar gadis itu pergi dari kamarnya.
"Pergilah dari sini, tidak baik seorang wanita berada di dalam kamar seorang pria." Seru Ares memperlihatkan bagaimana dirinya bersikap biasa saja di hadapan Tania. "Aku janji, besok aku akan datang ke sekolah."
Tania melangkah mendekati Ares dengan tatapan tanpa berkedip, melihatnya membuat pemuda yang biasa selalu berani pada semua musuh-musuhnya itu menjadi mundur selangkah karena takut.
Bagi Ares, gadis yang berada di satu ruangan dengannya saat ini, lebih menakutkan dari semua musuh-musuhnya selama ini. Bukan karena dirinya tidak mampu melawan, namun kenyataan kalau Tania seorang wanita, tentu saja membuat Ares tidak mungkin berbuat kasar padanya.
Ayahnya selalu menekankan hal tersebut padanya. Maklum saja, dulu ketika sang ayah masih berpacaran dengan ibunya, ibunya yang memiliki tunangan waktu itu sering mendapatkan siksaan fisik dari tunangannya tersebut. Karena itu juga, Ares berjanji pada dirinya sendiri tidak akan pernah berbuat kasar pada wanita manapun.
Tania mendekati meja yang ada di dekat Ares berdiri. Gadis itu membuka tas yang dia letakkan di atas meja itu untuk mengambil secarik kertas. Lalu di acungkannya ke arah wajah Ares dengan posisi seperti memperlihatkan sesuatu di kertas tersebut.
"Apa ini?" Tanya Ares heran pada kertas yang ada di hadapannya.
"Baca saja!" Seru Tania.
Ares langsung membaca tulisan yang tertulis di kertas tersebut. Itu merupakan surat perjanjian di mana tertulis kalau Ares harus masuk ke sekolah mulai besok dan seterusnya. Bahkan pemuda itu juga di minta untuk belajar agar bisa lulus sekolah.
"Apa-apaan ini?" Protes Ares karena sesuatu yang dia baca di bagian bawah. "Kenapa aku harus bunuh diri kalau merasa aku tidak mampu lulus?"
"Ya, seperti itulah. Aku tidak mau kau tidak lulus dan membuat rekor sekolah tercoreng di angkatanku. Atau seperti yang aku bilang, kau bisa pindah sekolah sekarang." Jawab Tania menurunkan kertas yang dibawanya. "Aku akan segera pergi kalau kau pindah sekolah. Tapi saat kau masih berada di sekolah yang sama denganku, maka aku akan terus memantaumu."
"Apa maksudnya memantauku?" Tatap Ares heran.
"Aku akan memastikan kau masuk sekolah setiap hari, dan bahkan aku bisa membantumu belajar juga. Tapi aku akan menilaimu apakah kau layak ikut ujian akhir kelulusan atau tidak nanti, jika tidak maka aku sendiri yang akan membunuhmu dengan tanganku." Ujar Tania mengancam.
"Itu sama sekali tidak lucu." Sahut Ares memasang wajah kesal meski dia tahu Tania berkata dengan sungguh-sungguh.
"Bagaimana? Apa kau akan pindah sekolah?" Tanya Tania. Sebenarnya, Tania lebih ingin agar pemuda yang membuatnya susah tersebut pindah sekolah dari pada Ares tetap di sekolah yang sama dengannya, dengan menyusahkan dirinya.
Ares tampak berpikir sesaat. Dia mengingat sesuatu mengenai perjanjian yang dirinya lakukan ketika meminta kembali ke negara ini. Ayahnya ingin agar putranya itu tidak pindah sekolah lagi dan sekolah di sekolahnya sekarang hingga lulus nanti. Dan dirinya sudah berjanji pada ayahnya itu. Lulus atau tidak lulus, dirinya tidak akan dibolehkan untuk pindah sekolah lagi.
"Apa keputusan yang akan kau ambil begitu sulit, hingga kau berpikir selama ini?" Tegur Tania pada Ares yang untuk beberapa saat diam saja karena sedang berpikir.
"Diamlah! Ini memang sangat sulit!!" Kesal Ares pada Tania.
"Baiklah, aku akan menunggunya sampai kau menjawabnya."
"Aku akan menanyakannya pada kedua orang tuaku dulu, sebaiknya kau pulang saja. Aku akan memberitahumu nanti." Ujar Ares berusaha agar Tania segera pergi dari hadapannya.
"Kau bisa menanyakannya di depanku langsung." Jawab Tania.
Usahanya tidak berhasil. Sebenarnya tidak mungkin juga Ares menanyakannya pada kedua orang tuanya mengenai keinginan pindah sekolah. Dirinya sudah tahu akan mendapatkan jawaban seperti apa.
"Cepatlah, kita bisa menemui kedua orang tuamu." Seru Tania.
Ares berdecak dengan kesal, sambil merampas kertas yang ada pada Tania. Segera dirinya meletakkan kertas tersebut di atas meja. Mau tidak mau Area menandatangani surat perjanjian tersebut dengan sangat terpaksa.
Setidaknya hari ini dirinya bisa lepas dari gadis keras kepala yang terus mendesaknya. Karena itu Ares menandatangani tanpa berpikir apapun lagi. Setelah Tania pergi, dirinya berencana untuk tetap pada kebiasaannya bolos sekolah.
"Sekarang kau bisa pergi. Aku akan ke sekolah besok." Seru Ares memberikan surat perjanjian yang baru saja dirinya tandatangani pada Tania.
"Masih ada sesuatu yang dibutuhkan."
"Sesuatu?" Tanya Ares mengernyitkan dahinya tidak mengerti.
"Karena aku tidak memiliki materai, dan agar surat perjanjian ini lebih kuat, kau harus memberikan cap ibu jarimu dengan darah." Ujar Tania.
Ares tertawa mendengarnya. Baginya itu sesuatu yang lucu. Tentu saja pemuda itu tidak menganggap apa yang keluar dari mulut gadis di hadapannya merupakan sebuah keseriusan.
"Jangan tertawa! Aku serius."
Seketika tawa itu hilang dari Ares, dan berganti tatapan terkejut dengan heran.
Pikirannya semakin menganggap Tania adalah gadis gila yang aneh.
"Kau bisa melakukannya atau membutuhkan bantuanku?" Tania menjulurkan pensil tajam yang sejak tadi gadis itu pegang.
Ares menjadi takut kembali, sampai-sampai pemuda itu berpegangan pada meja. Bisa dia lihat Tania menatapnya dengan sangat serius.
"Sepertinya kau membutuhkan bantuanku." Jawab Tania langsung memegang pergelangan tangan kanan Ares.
Belum sempat Ares menarik tangannya dari Tania, gadis itu sudah mengarahkan pensil ke tangan kanannya yang ibu jarinya sudah dipegang oleh Tania.
"Apa yang kau lakukan?" Seru Ares seraya menahan tangan Tania yang membawa pensil dengan tangan kirinya.
Pastinya tenaga Ares jauh lebih kuat dari Tania, meski begitu, bukan Tania namanya kalau langsung kalah.
Gadis yang masih memakai kacamata itu, mengerahkan tenaganya tidak mau kalah. Akan tetapi tetap saja kekuatannya tidak bisa mengimbangi sang panglima perang. Hal itu membuat kacamata yang baru Tania beli kemarin, terjatuh ke lantai. Meski begitu, dirinya tetap berjuang.
Karena terlalu lelah dan tidak bertenaga lagi, Tania melemahkan serangannya sehingga Ares yang mengeluarkan tenaganya yang menahan dorongan dari Tania, langsung tidak bisa mengendalikan tenaganya, hingga membuat dirinya mendorong gadis itu.
Dengan tenaga dorongan yang tidak sempat Ares tahan, pemuda itu jadi mendorong Tania tanpa sengaja, hingga mereka berdua jatuh ke tempat tidur. Beruntung Ares menahan dirinya dengan kedua tangan agar tubuhnya tidak menimpa Tania yang jatuh di atas tempat tidur.
Seketika pintu kamar tersebut terbuka dan muncul Tasya yang berdiri di ambang pintu, melongok ke dalam. Wanita itu sempat terdiam ketika melihat posisi putranya yang berada di atas seorang gadis, dan mereka berdua ada di tempat tidur.
Ares dan Tania terkejut melihat pintu terbuka dan melihat Tasya datang, sedangkan mereka berdua berada di posisi sekarang ini.
...–NATZSIMO–...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
🍒⃞⃟🦅Rina👻ᴸᴷOFF
hayo ketauan lagi berbuat apa... bisa gak bertiga an nih 😅😅😅
2023-11-28
1
ẅ͜͡üɭäN⃟●⃝ғғ♕︎٭ཽ࿐🐊
wkwkwkw Terciduk kalian 🤣🤣🤣 hemm tania ngeruncingin pensil buat nulis materi ternyata 😌 aku pikir akan ada baku hantam 😬🤣🤣
2023-08-24
1
💦 maknyak thegech 💦✔️
harusnya materai disiapkan dahulu Tania jadi gak ribet
2023-08-06
1