Tania adalah gadis yang terkenal sangat ambisius. Dia selalu mengerahkan segala upaya dan daya dalam mencapai apa yang diinginkannya. Baginya tidak ada yang tidak bisa dia dapatkan ketika sudah menargetkan apapun.
Dan sekarang keinginannya adalah membuat angkatannya tetap mempertahankan rekor kelulusan yang mencapai 100% di sekolahnya.
"Datanglah ke sekolah besok! Atau sebaiknya kau keluar dari sekolah sekarang!" Seru Tania dengan tatapan dingin.
"Kenapa aku harus mendengarkanmu?" Tanya Ares tampak mencoba terlihat berani meski dirinya masih takut kalau Tania akan menciumnya lagi.
"Kalau kau masih terus membolos dan tidak datang besok. Aku akan membunuhmu satu hari sebelum ujian akhir kelulusan berlangsung." Jawab Tania dengan menunjukkan wajah dingin dan suara yang datar.
Tentu saja ucapan gadis itu langsung membuat Ares semakin menjadi takut, hingga ia mundur selangkah ke belakang lagi. Bagi pemuda itu gadis yang ada di hadapannya sangat mengerikan karena tanpa ragu mengatakan rencana pembunuhan dengan wajah seperti itu.
Merasa semua yang ingin dikatakannya sudah selesai, Tania langsung bergegas meninggalkan tempat itu tanpa mengatakan apapun lagi.
Sedangkan Ares masih terbelalak dengan ketakutan yang dia rasakan pada gadis itu.
Sehabis membeli kacamata baru, Tania memasuki sebuah pekarangan rumah di mana kamar sewaan tempat dirinya tinggal berada di dalamnya.
"Membeli kacamata baru sangat di luar perhitungan. Bulan ini aku harus lebih berhemat lagi." Ujar Tania memperhatikan kacamata yang baru saja dibelinya dan membenarkan posisinya.
Gadis itu kembali teringat mengenai hal yang dirinya perbuat pada seorang pemuda.
"Hhuft... Seharusnya aku tidak menciumnya tadi. Ini sangat berlebihan, bodoh sekali aku sampai-sampai merelakan ciuman pertamaku demi semua itu." Gumam Tania menghela napas sambil berjalan hendak ke membuka ruangan yang merupakan kamar tempat dirinya tinggal.
"Kau tidak sekolah?"
Terdengar suara seorang pria dari arah rumah utama yang merupakan tempat pemilik kamar sewaan Tania tinggal.
Tania menoleh pada pria yang langsung berjalan menghampirinya.
"Pak Guru sudah kembali?" Tanya Tania pada pria yang sudah berada di jarak dekat dengannya. "Sejak kapan pak guru pulang berlibur?"
"Sejak kemarin." Senyum pria yang disebut Tania sebagai pak guru. "Ada apa dengan wajahmu? Kenapa lebam seperti itu?"
Tania memegang pipi kirinya dan merasakan sedikit rasa nyeri. Lebam tersebut dikarenakan pukulan yang gadis itu terima tadi. Dan sekarang terdapat lebam di wajahnya.
"Tidak masalah. Ini tidak sakit." Jawab Tania. "Kemarin pak guru pergi mendaki kan?"
Ya, pria itu merupakan seorang guru di mana Tania bersekolah. Bahkan ia merupakan wali kelas di kelas Tania berada.
Namanya Kayden Pratama Wibisono, pria berusia 22 tahun dengan tinggi 178 cm dengan wajah yang sangat mirip ibunya. Siapa lagi kalau bukan Karen—ibu dari pria itu. Tahun lalu dirinya baru menjadi seorang guru dengan masuk ke sekolah di mana Karen sebagai kepala sekolahnya.
Sejak dulu keluarga mereka adalah keluarga guru, bahkan ayah dari Karen pun merupakan kepala sekolah di jaman ayah Ares bersekolah.
"Sudah ku katakan, jangan panggil aku pak guru saat di rumah. Kita lebih dulu kenal sebelum aku menjadi gurumu. Panggil aku seperti biasa saja." Ujar Kayden memasang wajah yang menekuk. "Kenapa kau sudah pulang? Ini belum jam pulang sekolah. Bahkan sekitar jam tujuh malam saat aku pulang kemarin, kau tidak ada di kamarmu. Kau membolos karena seorang pria ya? Astaga, anak sekolah jaman sekarang."
"Ya, kau benar. Aku membolos hingga tidak pulang kemarin memang karena seorang pria." Jawab Tania tanpa berpikir sambil membuka kunci ruangan tempatnya tinggal.
Tiba-tiba Kayden memegang lengan Tania yang sedang memutar kunci pintu hingga membuat Tania terkejut dan menoleh pada pria yang sudah ia kenal lebih dari dua tahun lalu, ketika dirinya memutuskan tinggal seorang diri di kota tersebut.
"Jangan bercanda! Apa yang kau katakan? Kau serius karena seorang pria?" Tatap Kayden dengan penuh keseriusan.
Itu benar, sudah sejak lama Kayden memiliki rasa pada Tania, gadis remaja yang menyewa ruangan di rumahnya dan sekaligus murid di mana dirinya menjadi seorang wali kelas.
Perasaan sukanya itu dipendamnya sejak lama karena tidak ingin membuat Tania merasa tidak nyaman, selain itu dia juga tahu kalau gadis yang sudah dirinya suka sejak pertama kali melihatnya itu tidak memiliki perasaan apapun padanya. Semua semakin buruk ketika pria itu menjadi seorang guru sekaligus wali kelas Tania. Itu tidak mungkin jika mereka memiliki hubungan yang romantis.
"Ya, aku mengatakan yang sebenarnya. Memang semuanya karena seorang pria." Ujar Tania seraya menarik lengannya dari genggaman Kayden dan langsung menghadapkan tubuhnya mengarah pada pria itu. "Kay, kau adalah wali kelas dari kelasku, sebagai wali kelas kenapa kau tidak berbuat apapun pada murid nakal?! Ya, aku tidak heran. Kau saja malah menambah hari liburmu hanya karena mendaki gunung di saat sekolah sudah masuk. Sebagai seorang guru kau sangat payah!"
"A—apa katamu?!" Seru Kayden tersulut emosi. "Kenapa kau mengatakan hal itu? Aku selalu berusaha menjadi guru yang baik selama ini."
"Ya, kau terlalu baik sampai-sampai membiarkan seorang murid tidak pernah masuk sekolah." Tandas Tania dengan nada malas sambil membuka pintu kamarnya dan langsung masuk.
Setelah menutup pintu agak keras, Tania duduk di kursi di meja tempat ia belajar. Perasaannya menjadi semakin kesal pada semua yang terjadi. Meski begitu dia tetap akan mencapai tujuannya.
Keesokan harinya, Tania keluar dari kamarnya dan langsung melihat pada Kayden yang sedang duduk di sebuah meja besar yang berada di tengah-tengah pekarangan. Meja besar tersebut berfungsi sebagai tempat duduk yang digunakan untuk bersantai.
"Selamat pagi, kau sudah sarapan?" Sapa Kayden dengan mulut di penuhi roti yang sedang di kunyahnya.
Saat ini pria itu sedang menikmati sarapannya berupa roti dan kopi pahit kesukaannya. Setiap pagi pria yang selalu bersikap santai itu menikmati mata hari terbit sambil sarapan di meja besar tersebut.
"Tidak ada waktu untuk sarapan." Jawab Tania sambil mengunci pintu kamarnya.
"Kau sudah akan berangkat? Ini masih terlalu pagi ke sekolah. Kita bisa pergi bersama." Seru Keyden dengan santainya.
Tania tidak menghiraukan perkataan pria itu dan langsung bergegas keluar dari pagar rumah itu untuk berangkat ke sekolah.
Gadis itu menyembunyikan di mana dirinya tinggal dari semua murid di sekolah. Dia tidak ingin siapapun tahu kalau dirinya tinggal bersama di rumah kepala sekolah sekaligus wali kelasnya. Meskipun tempat yang Tania tinggali tidak berada di dalam rumah mereka namun tetap saja dia tidak ingin siapapun di sekolahnya tahu itu.
Selain karena dirinya ketua OSIS, itu juga menjadi alasan dirinya selalu berangkat sepagi mungkin dan pulang lebih telat. Semua itu untuk menghindari murid lain melihatnya keluar dari pekarangan tempatnya tinggal.
Maklum saja, rumah kepala sekolahnya itu sangat berdekatan dengan sekolah. Bahkan jaraknya tidak lebih dari seratus meter.
...***...
"Gadis itu benar-benar sangat mengerikan. Dia seperti seorang psikopat yang terobsesi padaku." Seru Ares pada Anton sahabatnya.
Saat ini pemuda itu berada di sebuah tempat biliar bersama para teman-teman seperjuangannya. Ya, hari ini pula Ares membolos dan tidak mengindahkan seruan atau pun ancaman dari Tania kemarin.
Ares duduk di sebuah sofa dengan sebuah minuman kaleng bersoda yang sesekali diteguknya. Dia sedang menceritakan apa yang terjadi pada dirinya ke Anton.
"Saat dia pergi aku baru sadar kalau dia juga gadis yang tertidur di samping pagar rumahku. Dia benar-benar penguntit. Ya, aku tidak heran... Ketampananku pasti sudah membuatnya terobsesi padaku. Sampai-sampai dia berani menciumku." Lanjut Ares dengan sombongnya.
"Cium? Jadi dia mengambil ciuman pertamamu?" Ujar Anton yang duduk di satu sofa dengan Ares.
"Ci—ciuman pertama? Tidak! Itu bukan ciuman pertamaku. Aku sudah sering berciuman dengan banyak gadis." Sangga Ares dengan berbohong.
Sahabatnya pun tahu kalau pemuda itu sedang berbohong sehingga Anton hanya tertawa kecil. Dia sudah sangat mengenal Ares dengan segala sifat sombong dan angkuhnya. Dirinya tahu kalau Ares pasti akan mengatakan kalau itu bukanlah ciuman pertamanya karena pemuda itu tidak ingin terlihat culun di hadapan para teman-temannya.
"Tapi aku serius. Gadis itu benar-benar menciumku. Argh, dia pasti menyukaiku hingga menyuruhku untuk ke masuk ke sekolah. Semua itu pasti karena dia ingin melihatku setiap hari. Pasti begitu kan?" Ucap Ares yang tahu kalau Anton tidak mempercayai perkataannya sepenuhnya.
"Ya, kalau begitu sebaiknya kau masuk sekolah. Jangan sampai gadis gila yang terobsesi padamu itu benar-benar akan membunuhmu." Jawab Anton sambil beranjak berdiri dan berjalan ke meja biliar.
Ares hanya diam saja dan memikirkan ancaman Tania yang akan membunuhnya jika dirinya tidak masuk sekolah hari ini.
Sekitar jam tujuh malam, Ares pulang ke rumahnya setelah seharian menghabiskan waktu bersama dengan para pengikut sekaligus teman-temannya di kota itu.
"Kau sudah pulang, sayang?" Sapa ibunya yang menyambut kepulangannya dengan berjalan menghampiri Ares ke pintu masuk.
Nama ibunya adalah Natasya Janitra dengan panggilan Tasya. Usianya 45 tahun, merupakan seorang pengusaha yang ikut bekerja di perusahaan suaminya. Setelah perusahaan milik ayahnya dan suaminya melakukan marger, Tasya tetap ikut bekerja dan tidak ingin berdiam diri saja di rumah.
Ares tidak menjawab perkataan ibunya. Pemuda itu hanya melirik singkat pada sosok yang sedang duduk di sebuah sofa yang berada di tengah-tengah rumah megah itu. Setelahnya langsung bergegas menaiki tangga karena tidak ingin mendapatkan omelan dari pria yang hanya melihat padanya saja.
Orang yang duduk di sofa dengan menatap pada Ares tanpa kata, tidak lain dan tidak bukan adalah ayahnya—Athos Uno Sanzio, pria yang juga berusia 45 tahun seperti istrinya.
Ketika berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Ares menghela napas karena dirinya sedikit takut pada sosok sang ayah yang terkenal dingin. Untung saja ayahnya tadi tidak mengatakan apapun padanya.
"Tumben sekali mereka sudah pulang." Gumam Ares sambil memegang kenop pintu kamarnya.
Segera pemuda itu membuka pintu kamar dengan rasa lelah menghinggapi dirinya. Dia berjalan masuk dan menutup pintunya, setelah itu menekan saklar untuk menghidupkan lampu kamarnya.
Ketika lampu menyala, Ares sangat terkejut pada apa yang dia lihat. Seketika rasa takutnya muncul saat melihat seseorang duduk di sebuah kursi dengan tatapan tajam padanya.
"Aku akan membunuhmu sekarang!" Seru Tania dengan tatapan dingin terpancar pada Ares.
...–NATZSIMO–...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
🍒⃞⃟🦅Rina👻ᴸᴷOFF
wkwkkw ternyata beneran dibayangi sama si penguntit sampe Ares kaget...
2023-11-28
1
ẅ͜͡üɭäN⃟●⃝ғғ♕︎٭ཽ࿐🐊
main nya motor tauran,tapi takut sama gadis bar bar hahaha dia tau kelemahan mu takut ciuman sama ancaman 😅😅😅😅
2023-08-16
2
༄༅⃟𝐐Dena🌹
Wah kereen pak guru suka bnget liat orang yg suka daki gunung, smangat pak guru💪
2023-08-03
2