Peta 7 Jiwa
"Halo...."
Sapa pemuda yang berjalan secara perlahan dengan ramah. Yang disapa hanya tersenyum terpaksa dengan tatapan aneh dan berlalu menjauh darinya.
Pemuda memakai seragam SMA, kembali menyapa orang berbeda, berjalan berlawanan arah dan berpas-pasan dengan dirinya. Melemparkan senyum terbaik di pagi cerah kepada semua orang yang berselisih jalan.
"Halo Tante, selamat pagi...."
Wanita yang ditegur sedikit kaget. Di raut wajah memasang mimik, mencari tahu apakah dia kenal dengan pemuda yang baru berselisih jalan dengannya tadi. Sadar tak mengenali pelajar yang berpakaian SMA, - wanita memakai baju safari, segera berlalu- mempercepat langkah, menjauh.
Tak lepas senyum dari bibir pemuda yang memiliki rambut ikal. Tetap berjalan dengan santai tanpa beban. Sesekali merapikan posisi tas ransel yang tersandang di pundak kanan. Berjalan dengan ringan menelusuri trotoar jalan. Pemuda berkulit putih memiliki mata tajam dengan tatapan yang memukau, sesekali juga membetulkan rambut ikal yang sedikit panjang tapi rapi.
Setelah beberapa saat berjalan, akhirnya dia berhenti di halte bis. Dengan santai, berdiri dan menunggu, memasang wajah bengong. Mulutnya sedikit terbuka. Sesekali dia melihat jam. Mimik wajah sangat tenang tapi tetap dengan mulut sedikit terbuka. Sesekali, bibir tebal dan sensual masih memperlihatkan senyum terbaik pagi ini kepada semua orang yang melihat. Namun, terkadang senyum melebar di bibir bisa berubah cepat berganti dengan wajah datar ketika dia menyudahi.
"Masih banyak waktu kok...,"gumamnya.
Sang pemuda berdiri tegak, menatap ke depan. Terkadang menunduk, mempermainkan kaki kanan dengan menendang-nendang ruang kosong. Kedua pergelangan tangan masuk ke dalam saku celana, kiri dan kanan. Terlihat sangat keren. Sepertinya, pemuda ini tahu cara mengatur bentuk tubuhnya yang indah. Raut wajah datar menyiratkan bahwa dia berusaha untuk sabar menunggu bis selanjutnya.
"O’...."
Terdengar suara spontan keluar dari mulut membentuk huruf O ketika dia mendengar bunyi klakson bis. Dia menoleh ke kanan dan tersenyum tipis. Kedua bibir bersatu, merapat membuat senyum yang manis tapi bagian dari mulut itu berbentuk e-moticon murung. Ajaibnya, pemuda yang memiliki bentuk bibir yang lebar, terlihat
tersenyum, bukan murung, malah membuat dia terlihat semakin menggemaskan.
Ketika bis berhenti sejajar di pinggir badan jalan, -bagian belakang mobil, berhenti tepat di samping pemuda SMA- dia mempersilahkan penumpang lain untuk naik dan masuk ke dalam bis terlebih dahulu. Penumpang yang mengantri kebanyakan pelajar. Pemuda yang terlihat ramah, menunggu dengan sabar. Akhirnya dia menaiki tangga
bis di urutan terakhir, masuk ke dalam. Tak berapa lama bis berwarna biru mudapun bergerak.
Hakiki mengambil tempat duduk di posisi paling belakang dan paling pinggir di dalam bis. Dia sengaja mengambil tempat duduk di sudut. Setelah merasa mantap posisi duduk, dia mengambil earphone di saku baju, lalu memasukkan kedua earpads ke telinga. Setelah earpads terpasang, tangannya mengutak-atik beberapa tombol di handphone, mendengarkan musik dari alat elektronik yang menjadi dewa di zaman sekarang. Menyandarkan kepala di dinding bis.
Pikiran melayang ke masa kecil. Tujuh tahun lalu ketika masih tinggal di Kota Brastagi, Sumatera Utara. Ada senyum getir di bibir ketika mengingat masa kelam sewaktu kecil. Tapi di sisi lain, ketika mengingat kembali masa kecil, terselip kenangan indah, terlihat dari senyum manis yang terpatri di bibir. Jiwa danraganya juga seolah-olah terisi dengan semangat ketika mengenang kenangan masa lalu.
*******
Hakiki menangis lagi. Kali ini suara yang dikeluarkan sudah lemah. Anak kecil ini berusaha mengusap air mata dengan bahu tangan. Kaki dan tangan terasa sakit. Sepertinya sudah cukup lama dia terikat dan terduduk di sudut gudang. Bau menyengat di gudang tua sudah tak membuat perutnya mual lagi.
Dia melihat ke arah jendela berada di ketinggian hampir tiga meter dari lantai. Jendela itu hanya berukuran 50 x 80 cm. Ada beberapa bilah kaca yang tersemat lebar di antara kusen jendela, itupun hanya satu yang bagus, tiga lainnya sudah pada rusak di pinggir-pinggir. Hakiki menatap Bulan Sabit yang terlihat dari jendela. Hatinya sedikit tenang. Itu hiburan dia beberapa jam ini.
Tersadar bahwa sebelumnya bertemu dengan pria yang menculiknya, pada saat itu, Hakiki merasa ketakutan dan menangis kencang. Masih teringat bentakan penculik.
"Diam kau anak *******!!" bentak seseorang yang masuk ke dalam gudang. "Manusia seperti kaulah yang buat hidup seperti diriku ini sengsara!" bentak orang itu lagi.
Badan penculik tak terlalu tinggi, mungkin sekitar 160 cm. Terlihat perutnya sedikit membuncit dan penuh lemak di pinggang. Terlihat badan pria yang sudah disadarinya sebagai penculik saat ini, tak ideal dengan tinggi badan yang dimiliki. Hakiki tak bisa melihat jelas wajah pria yang bertubuh pendek dan gemuk, tapi bisa sedikit memperhatikan gigi penculik agak maju ke depan. Terlihat sedikit susah menutup seluruh mulut karena gigi itu.
Pikirannya melayang, terlintas beberapa memori. Wajah lelaki yang menculiknya. Gudang yang gelap. Bulan Sabit. Suara pukulan. Anak panah yang melesat. Manusia bertopeng menggunakan jas hitam, bertopi, memegang tongkat. Di belakang baju pria bertopeng terdapat jubah.
Disampingnya, berdiri anak laki-laki yang lebih pendek darinya, juga menggunakan topeng Ada sedikit warna merah di bagian depan. Anak laki - laki yang bertubuh kurus, juga memakai pakaian berwarna hitam dan sedikit berwarna merah pada dada. Di tangannya terdapat busur panah Di punggung ada beberapa anak panah yang
menyembul keluar dari wadah. Anak laki-laki ini berdiri dengan wajah datar. Tak ada senyum, tapi wajahnya enak dipandang. Mendekati Hakiki dan mengerlingkan mata sembari menyematkan senyum di bibir.
Cring....
Hakiki terbangun dari tidurnya. Dia berusaha melihat ke jalan. Dia kembali ke dunia nyata dan berusaha mengingat bangunan yang sudah dilalui bis kota dari jendela kaca bis.
"O’... ternyata belum terlewati...."
Ketika bangun dari tidur, Hakiki sedikit berdebar. Dia takut terjadi lagi kejadian 2 hari lalu, gedung sekolahnya terlewati karena ketiduran di bis.
Pemuda yang saat ini memberesi rambut ikal, selalu mengalami mimpi yang sama selama 1 tahun terakhir. Potongan - potongan mimpi itu selalu menunjukkan masa kecilnya yang kelam. Wajahnya dipasang datar.
Beberapa potongan lain yang sering berkelebat adalah wajah anak laki - laki yang mengedipkan mata. Bulan Sabit. Pria besar yang berdiri memandangi dirinya di gudang kosong.
Senyum yang terpasang dan kedipan mata yang dilemparkan, sangat diingat olehnya. Anak laki-laki itu, mungkin tak terlalu jauh paut umur dengan dirinya.
Hakiki berusaha mencari anak laki - laki yang bertemu dengannya di gudang kosong. Tapi semenjak pindah ke Jakarta, harapan itu sirna. Karena kejadian yang menimpa sewaktu kecil berlokasi di Medan, Sumatera Utara. Ketika dia dan keluarganya pindah ke Jakarta. Baginya, untuk menemukan anak laki - laki sebagai penyelamat di masa lalu adalah hal yang sangat mustahil.
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Bimo Satrio Edi
start reading..
2020-10-24
0
Linda
like, rate, komen back ya, saling dukung😊
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
mampir di karyaku
1) Ku sebut namamu di sepertiga malam ku
2) Taubat si Pendosa
saling dukung ya
nanti di back kok 😉
makasih
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
2020-10-10
0
BELVA
aku mampir di kali pertama dan suka bngt sama ceritanya..kpan2 silahkan mampir jg
di karyaku
novel belvadante
audio the heirs
trimksh sebelumnya.mari kita saling dukung
2020-09-27
2