Singularity : Ep. 18

Betapa ramai pasar Tanah Abang di Hari Minggu ini. Hakiki berjalan bergabung dengan keramaian di pasar itu. Kalau seandainya dilihat memakai kameradrone, maka manusia di tempat ini layak semut yang berkeliaran ke sana kemari.

Hakiki dimintai tolong oleh ibunya untuk mencari bahan kain di Tanah Abang. Ibunya ingin membuat mukena untuk adiknya. Tentu saja ibunya bisa menjahit kalau hanya untuk keperluan keluarga, tapi jika untuk mengambil pesanan baju dari pelanggan, ibunya akan berpikir kembali.

Pemuda yang memiliki hidung besar tapi sempurna itu menggunakan bis dari rumahnya menuju Tanah Abang. Pasar ini cukup terkenal di Jakarta jika urusan bahan kain dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pakaian, baik pakaian pria  ataupun wanita. Sekarang pasar Tanah Abang lebih berkembang lagi, banyak macam barang yang dijual, mulai dari bed cover, mukena, sprei, sepatu dan aksesoris juga ada. Banyak juga dari propinsi lain untuk belanja di Tanah Abang dan barang hanya dikirim melalui jasa pengiriman.

Awalnya Hakiki berpikir sesuai keinginan ibunya untuk membeli bahan kain tapi lama dia berpikir dan memutuskan untuk membeli mukena yang sudah jadi, jadi ibunyapun tak perlu repot lagi menjahit. Kemudian juga dia berencana untuk melihat-lihat barang atau benda yang menarik untuk diberikan di ulang tahun Arini beberapa minggu lagi.

Hakiki sudah berada di blok B pasar Tanah Abang. Dia mendapat informasi kalau bagian mukena berada di Blok B lantai paling bawah atau lower ground. Sebenarnya dia kurang menikmati tempat seperti ini, tapi karena dia juga baru 2 kali ke pasar ini semenjak dia tinggal di Jakarta dan karena mau mencari hadiah untuk Arini yang berhubungan dengan pakaian, akhirnya dia memutuskan untuk ke pasar ini.

Blok-blok toko yang dipenuhi dengan barang-barang, semua terisi penuh di pasar ini. Semua barang yang dijajakan  tidak cukup hanya di dalam blok toko mereka tapi juga disusun di luar. Banyak manekin yang berada di luar dengan baju atau rok atau celana yang menarik. Gang-gang antar bangunan per blok pun terasa sempit dikarenakan barang-barang dagangan yang melimpah ruah keluar. Belum lagi orang-orang yang berlalu lalang di gang-gang itu tanpa aturan. Pantes saja copet bisa berkeliaran dengan leluasa.

Menyusuri gang-gang yang sempit itu bukanlah hal yang gampang. Hakiki harus berapa kali menjaga badannya agar tidak bertabrakan dengan orang lain. Ada orang yang berjalan lurus ke depan tapi kepala dan pandangan menghadap ke toko-toko yang berada disamping. Mungkin dia mencari sesuatu yang sangat penting sehingga tidak memperhatikan orang yang berjalan berlawanan arah dengannya. Ada juga kejadian tarik menarik antara pembeli satu dan pembeli lain, mungkin karena harga barang itu sangat murah, jadi banyak potongan, sedangkan barang itu hanya tinggal satu. Ada juga pelanggan menawar dengan suara yang keras dan memaksa pejual untuk memberikan harga lebih murah dan akhirnya penjualpun kesal dan menghardik dengan nada tinggi. Kalau soal keriuhan penjual yang menawarkan barang dari toko masing-masing, sudah diketahui Hakiki dari dulu sewaktu dia menemani ibunya pertama kali ke pasar ini. Semua penjual yang kita lewati akan menawarkan barangnya dan memanggil mas atau mba dan berusaha untuk menggiring pelanggan ke tokonya.

Sayangnya, lantai bawah yang dituju Hakiki harus melewati toko-toko itu. Jika bisa tidak harus melewati itu, dia akan memilih jalan yang sepi.

Hakiki telah menuju ekskalator ke lantai bawah. Berbelok, lalu dia memijakkan kaki ke tangga ekskalator. Dia terdiam namun matanya memperhatikan sekeliling. Tiba-tiba, matanya menangkap sesuatu yang mencurigakan. Sepertinya dia diikuti oleh seseorang. Dia melihat seorang pemuda mengenakan jaket kulit hitam, memakai topi hitam dan mengenakan celana jeans hitam. Di siang bolong seperti ini memakai pakaian seperti itu, pikirnya. Sangat aneh.

Seseorang itu kelihatan masih muda. Mungkin seusia dia. Dilihat dari postur tubuhnya, tingginya mungkin sama, tapi badannya kurus dan lebih kecil daripada Hakiki. Ketika Hakiki melihatnya dia berbalik 45 derajat, lalu berpura-pura melihat pakaian yang terpasang di manekin di luar toko, tapi yang dilihatnya pakaian wanita. Hakiki semakin curiga. Lalu dia berpura-pura untuk tidak melihat dan menundukkan kepala. Dia sudah berada setengah dari panjang ekskalator menuju ke bawah. Setelah mencapai lantai bawah Hakiki bergegas mengambil ke kiri. Lalu dia masuk ke dalam toko pakaian, seolah-olah dia ingin membeli, namun dia memperhatikan ke arah ekskalator. Dia mencari tempat yang tepat untuk mengintai. Dia sedikit bersembunyi di balik manekin yang terpajang. Dia hanya ingin menyakinkan, apakah benar yang diduganya. Tak berapa lama, mulutnya tak sengaja terbuka sedikit.

"Oh."

Hakiki terkejut. Pemuda yang dilihatnya tadi berada di ekskalator dan menuju lantai bawah. Ya, menuju tempat yang dia berada sekarang, di lantai yang sama. Wajah pemuda itu tak terlihat jelas karena topi hitam yang dikenakan terlalu dalam menutupi kepala. Sepertinya dia memang sengaja memakai seperti itu. Hakiki hanya melihat bagian pipi dan telinga.

"Ada yang bisa dibantu mas," tanya pelayan toko.

Hakiki terkejut. Manekin yang dihadapannya bergeser karena terbentur sikunya.

"Oh. Eeeeeeee... Saya cari mukena mba untuk adik saya," jawabnya terbata.

"Kami tidak menjual mukena mas. Di sini cuma tersedia celana dalam wanita dan bra," jelas pelayan toko itu.

Hakiki meringis. Wajahnya pucat bercampur malu. Dia juga baru sadar jika manekin di depannya hanya menggunakan celana dalam dan bra. Kali ini matanya melotot. Hampir keluar. Bibirnya membentuk garis ke bawah, sepertinya dia ingin menangis. "Maaf mba. Saya salah masuk kamar... Eh maksud saya salah masuk toko. Permisi," jawabnya terbata lalu dia beranjak pergi dari tempat itu dengan cepat.

"Hadeh.... Syukur kamu cakep mas. Saya maafin deh," celetuk pelayan toko.

Hakiki sedikit berlari. Dia mencari toko mukena. Langkahnya sedikit tergesa-gesa dan tidak teratur. Wajahnya sedikit pucat. Apakah pucat karena pemuda yang mengikutinya atau karena salah masuk toko celana dalam dan bra. Hanya dia dan Tuhanlah yang tahu.

Dia berusaha untuk mengendalikan dirinya. Matanya sekarang lebih sering melirik ke beberapa arah. Dia masih merasa diikuti dan ternyata benar. Di kejauhan dia melihat pemuda yang berpakaian hitam itu berdiri di tiang gedung. Dia sedikit bersembunyi. Hakiki bisa melihat pria itu dengan ekor matanya. Dia berusaha untuk betingkah laku biasa. Sepertinya pemuda itu tidak menyadari kalau Hakiki tahu diikuti. Tak jauh dari tempat pemuda itu berdiri, ada toko menjual mukena. Hakiki berjalan ke arah toko itu dengan santai seolah-olah dia tak pernah tahu keberadaan penguntitnya. Ternyata, pemuda itu bergerak cepat dan menghilang. Hakiki masuk ke toko mukena lalu dia berbicara dengan pelayan toko.

Pelayan toko mengambil beberapa barang dan menunjukkan kepada pelanggannya yaitu Hakiki. Dia menunjukkan beberapa jenis mukena.

Pikiran Hakiki tak fokus. Dia hanya mengangguk-anggukan kepala. Mungkin dia tak terlalu mendengar perkataan pelayan toko itu. Matanya masih melirik dan mencuri pandang ke sana kemari, mencari penguntit yang berpakaian hitam. Dia tak menemukan. Hakiki memilih mukena yang berukuran sedang dan yang berkualitas lumayan. Lalu dia juga membeli peci untuk adik laki-lakinya. Membayar barang belanjaan itu, lalu dia segera beranjak keluar dari toko. Langkahnya tersendat. Dia melihat sekilas penguntit itu dari kejauhan, berada di sebelah kanan. Berdiri di antara banyak kerumunan orang tapi Hakiki sudah melihat gelagatnya, hanya dia yang memakai outfit serba hitam dan gelagatnya sangat aneh.

Hakiki mengambil langkah ke kiri. Lalu dia memutari toko yang dimasuki tadi dan mengambil ke kiri lagi. Dia memasuki blok lain. Beda satu blok dengan lorong toko tempat dia keluar setelah berbelanja. Dia berjalan cepat melewati beberapa blok toko. Matanya memandang ke arah kiri, memperhatikan lorong blok satunya lagi, tempat dia melihat penguntit itu. Setelah merasa cukup melewati beberapa blok, dia mengambil kiri lagi. Jadi dia berbelok menuju lorong  tempat penguntit itu berdiri. Dia sengaja memutar. Dia berjalan perlahan menuju tempat penguntit itu berdiri. Tentu saja matanya mencari-cari ke sana kemari. Kali ini dia terlihat jelas mencari, bukan melihat dengan ekor matanya. Dia melihat sosok pemuda itu berada di tengah lorong, di keramaian pasar, tidak berada di posisinya semula tadi. Sepertinya dia juga mencari-cari seseorang.

Hakiki berniat untuk menjebak penguntit itu. Lalu dia berjalan cepat dan berdiri di tengah lorong, tak jauh dari pemuda itu, mungkin sekitar 50 meter. Lalu dia berdiri tegap di tengah-tengah lorong,  kedua kakinya dilebarkan, dadanya dibusungkan dan kedua tangannya dilipat di dada, barang belanjanya tergantung di tangan kanan. Hakiki terlihat sangat jantan. Wajah Hakiki menantang. Dia memasang muka angkuh dipertegas dengan menggunakan tatapan tajam di kedua matanya.

Pemuda itu melihat dari kejauhan. Terkejut, lalu dia berbalik badan. Karena dia tergesa-gesa dan dalam kondisi terdesak, dia menabrak seseorang yang berada di belakangnya. Topi berwarna hitam yang dipakainya jatuh ke lantai.

"Kemana mata ko lek!!!" Ternyata yang ditabraknya pelanggan yang berasal dari Medan yang sedang berkunjung ke Tanah Abang.

Pemuda itu berjongkok, memungut topi yang jatuh di lantai. Dia sempat menoleh ke arah Hakiki pada saat dia berjongkok lalu lari, menjauh dari Hakiki.

Hakiki tak terlalu jelas melihatnya. Tapi dia melihat rambut pemuda itu rapi. Kulitnya bersih dan putih. Seperti bukan penguntit di film-film yang berwajah bengis, pikirnya. Lalu dia berjalan pelan menuju ekskalator naik ke lantai atas. Dia berpikir keras akan kejadian tadi. Dia berusaha mencari jawaban dari beberapa pertanyaan di kepalanya dan tentu saja dia tak menemukan jawaban itu. Dia hanya ingin segera pulang dan beristirahat. Itu yang langsung ada di dalam pikirannya. Dia lupa mengenai barang untuk kado ulang tahun Arini.

*******

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***