Sudah seminggu sejak kejadian Monumen di Kebun Raya Bogor, namun Hakiki tak mendapat kejelasan cerita sebenarnya dari Arini. Hakiki menanyakan kepada Arini mengenai hal itu ketika di dalam mobil pas perjalanan pulang dari Kebun Raya Bogor tapi dia hanya diam. Hakiki tidak mau memaksa sahabatnya, nanti ketika dia sudah siap pasti akan cerita, pikirnya.
Irama musik yang pelan terdengar sayup-sayup adalah sebagai tanda istirahat kedua dari jadwal sekolah. Hakiki keluar kelas menuju kelas Arini dan mencari gadis itu. Dia menemukan Arini sedang berbincang dengan teman perempuannya. Belum sempat Hakiki memanggil Arini, gadis yang bertubuh ramping sudah menoleh karena diberitahu temannya akan keberadaan Hakiki.
"Hei... Ki, mau kemana?" tanya Arini.
"Mau nemuin kamu, ada yang ingin aku bicarakan," bisik Hakiki. Tubuhnya sudah mendekati Arini.
"Ya udah... apaan?"
"Kita ke kantin yuk...," ajak Hakiki. "Ngobrol di kantin deh."
"Oke," jawab Arini cepat. "Hei... *g*irls, gue pergi ke kantin dulu. Elu-elu pada mau pesan apa? Udah deh, tawaran gue batal, kelamaan elu jawabnya." Belum sempat temannya menjawab Arini sudah menolak duluan. Arini mempermainkan teman-temannya sambil bertingkah konyol. Lalu dia mengaitkan tangannya ke lengan Hakiki.
"Gue kagak mau pesan ape-ape, tapi gue pesan jaga hatiku untuk sahabat lu," teriak seorang gadis, teman Arini dari kejauhan.
Arini menoleh ke belakang. Tersenyum penuh pesona, lalu dia menempelkan kecupan di tangan kiri, selanjutnya menempelkan tangan itu di pipi kanan Hakiki. Dia menggoda teman-temannya.
Sontak para gadis itupun berteriak histeris.
Hakiki tertawa pendek. Mulut terbuka sedikit. Kedua matanya menatap tajam para gadis yang berdiri berkelompok, Tatapan tajam Hakiki berkesan lembut tapi. Para gadis semakin berteriak dan melompat kegirangan.
Melihat aksi para gadis, Hakiki tertawa kecil dan mengeluarkan suara pendek. Matanya sedikit memicing. Pipinya memerah.
"Hadeeehh... begitu banyak penggemarmu di dunia ini, Ki," keluh Arini manja. Dia masih menggandeng Hakiki. Manusia yang dikomentari hanya diam dan menatap lorong yang mereka susuri dengan wajah blank face- nya.
Mereka berjalan menyusuri lorong kelas sebanyak 5 ruangan lalu berbelok ke kiri menuju kantin di belakang bangunan kelas. Sepanjang jalan tentu saja banyak mata yang memandang tapi mereka berjalan santai, tidak dengan gaya sombong. Sesekali Arini menegur teman-teman yang tersenyum padanya.
"Aku mau ngambil cetakan foto yang kemarin pulang sekolah ini, kamu mau ikut?" tanya Hakiki. Dia berjalan pelan, memandang ke Arini yang masih bergelayutan di tangan kirinya.
"Oh... udah selesai toh?"
"Udah dari 3 hari yang lalu."
"Knapa baru mau diambil sekarang?"
"Beberapa hari ini aku sibuk bantu mama di rumah," nyata Hakiki.
"Oke. Aku ikut deh."
Mereka sudah sampai di kantin. Mencari bangku kosong yang berada di pinggir. Hakiki yang memilih. Dia kurang suka jika di tempat keramaian berada di tengah, akan jadi pusat perhatian orang di sekitar. Dia kurang suka akan hal itu." Kamu duduk dulu, Rin, aku mau pesan makanan," ujarnya. "Kamu mau pesan apa?"
"Aku minum jus alpukat doang, Ki."
"Ditanya mau makan apa, malah jawabannya pesan minuman," sewot Hakiki. Wajahnya sekarang bermimik mengejek. Lalu dia beranjak menuju gerai-gerai makanan dan minuman yang berjejer. Kantin itu besar. Ukurannya sekitar 25 x 20 meter. Ini kantin pertama di sekolah mereka. Kantin ini yang paling ramai di bandingkan dua kantin lainnya.
Sesampai di depan gerai, Hakiki memesan roti bakar selai nenas 1 porsi dengan minuman bersoda dan jus alpukat untuk Arini. Pemuda itu memberi tahu nomor meja tempat dia duduk. Setelah selesai diapun kembali ke meja semula dengan santai.
"Kamu hari ini enggak kursus?" tanya Hakiki sambil menarik kursi plastik dan dilanjutkan duduk dengan perlahan. Posisinya berhadapan dengan Arini.
"Tidak. Kami lagi libur karena kemarin baru selesai ujian mid semester," terang arini.
Hakiki mengangguk kecil.
"Ki, sebenarnya aku mau ngomong sesuatu sama kamu tentang kejadian minggu lalu di Kebun Raya Bogor."
"Oh." Hakiki mengeluarkan suara singkat, mulutnya membentuk huruf O dan sedikit terbuka. Lalu dia berusaha untuk mendengar cerita Arini. Cerita ini yang ditunggunya selama seminggu terakhir dan dia berhasil memancing Arini dengan membawanya ke kantin.
"Waktu itu, aku merasa ada seseorang yang memanggilku. Suara perempuan. Awalnya suara itu pelan menggema, berulang-ulang. Tapi setelah beberapa kali memanggil dengan suara yang pelan dan menggema, akhirnya dia memanggil namaku dengan berteriak dan membentak. Pada saat itu, telinga terasa berdesing dan sakit. Tak berapa lama kemudian ada seseorang yang menarik tanganku. Dia berlari, menarikku dan aku berusaha untuk menyeimbangkan langkahku supaya tidak terjatuh. Dia menggiringku ke monumen, lalu menyuruhku membaca tulisan yang berada di prasasti. Setelah itu aku merasa dia berada dalam tubuhku. Memori masa lalu menyatu dengan tubuhku, begitu hangat, penuh cinta dan kasih sayang. Dia sangat menghargai kehidupannya yang dulu. Lalu, dia menangis, bersimpuh di prasasti. Menangis bukan karena sengsara, tapi dia menangis karena bahagia. Aku merasa dia meninggalkan cintanya dengan ikhlas. Aku ingat semua ini setelah beberapa hari dari kejadian, sebelumnya aku tak mengingat sama sekali," jelas Arini panjang lebar.
Hakiki masih terdiam. Raut wajahnya sangat serius.
"Tapi aku tidak apa-apa, Ki. Ketika aku berada di monumen, perasaanku senang, bebas, bahagia karena aku merasa banyak orang-orang yang berada di sekelilingku, tertawa bersama dan ikut bahagia."
Cerita Arini terpotong karena pelayan kantin datang untuk mengantar makanan dan minuman. Setelah meletakkan 4 benda di atas meja mereka, pelayan itu pun pergi sambil mengeluarkan kata-kata mempersilahkan.
"Minum deh," seru Hakiki sambil menyodorkan gelas kaca polos, berbentuk seperti belimbing karena terdapat ruas-ruas pada sisi. Diapun mengambil botol minuman bersoda yang dipesan, menuangkan ke dalam gelas yang berisi batu es. Hakiki menarik piring roti selai nenas dan berusaha membelah roti itu menjadi potongan kecil-kecil dengan garpu. "Trus... kelanjutannya gimana?" tanya Hakiki.
"Apa ya? Ya... aku merasa tidak terbebani dengan kejadian itu. Aku merasa kejadian itu adalah kejadian yang aneh tapi membuat aku senang di dalam hidupku. Seperti terjadi sekarang, aku bahagia, banyak teman, ceria, penuh dengan cinta, dan berusaha untuk menjadi manusia yang baik."
"Hmmm... kamu yakin baik baik saja?"
"Ya." Arini menjawab cepat dan menyeruput minumannya.
"Ya udah. Yang penting kamu baik-baik saja." Hakiki diam sesaat. "Atau pernah terbawa mimpi kejadian itu, Rin?" tanya Hakiki lagi. Dia berusaha untuk meyakinkan kalau Arini memang baik-baik saja.
"Enggak. Malah kalau aku kepikiran perempuan itu, membuat aku merasa bersemangat."
Hakiki mengerenyitkan kening. Dia pelan-pelan mengunyah makanannya sambil sedikit berpikir.
"Emang knapa?" tanya Arini yang melihat raut wajah Hakiki, dia Berusaha mencari jawaban dari raut wajah itu. "Apa yang kamu pikirkan?"
"Ah... sudahlah. Ini tentang aku, tak ada hubungannya dengan kejadian kamu di monumen."
Arini hanya terdiam, kembali menyeruput minuman di hadapannya, dia tak mau memaksa Hakiki untuk bercerita apa yang dipikirkan karena dia tahu, Hakiki tak suka jika didesak.
"Aku yakin, hasil cetakan foto pasti bagus semuanya," nyata Hakiki mencairkan suasana.
"Ish... pasti dunks. Kan aku modelnya."
"Aku fotografernya," timpal Hakiki cepat.
Lalu mereka tertawa berbarengan.
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Junaldi Junaldi
Aih.... Agresif amat tuh cewek cewk
2020-07-12
1
Manzilia
Aku bisa bayangin muka Taehyung pas melamun sambil makan...... 😘
Ini juga judul lagu V
2020-07-06
1