Inner child : Ep. 20

- 10 Agustus 2004 -

Pagi yang cerah. Pria muda mengengkol sepeda motor di pagi ini. Suara yang menderu keluar dari knalpot sepeda motor butut. Sesekali knalpot terbatuk disebabkan saluran yang tak lancar karena usia. Pria muda berbadan kurus memanaskan mesin sepeda motor karena akan dipakai untuk mengantar anaknya pergi ke sekolah. Kegiatan rutin setiap pagi.

Digasnya beberapa kali handle gas dengan tangan kanan. Sepeda motor menderu. Pria itu berdiri, merapat di pinggir tempat duduk sepeda motor. Sepeda motor Astuti butut terpatri di tanah dengan menggunakan cagak standart. Asap hitam sesekali keluar, mengepul dari knalpot. Sepeda motor  bertengger di depan halaman rumah. Tanah di halaman itu masih sedikit basah karena hujan tadi malam.

Pria muda memiliki rambut sedikit ikal berdiri memandangi sepeda motor. Berdiri agak jauh, di teras rumah yang tak berpagar. Beberapa kali dia menarik rokok yang berada di jepitan jari tangan kanan. Menunggu sambil meneliti keadaan sepeda motornya.

"Ayah...." Panggil seorang anak kecil yang baru saja keluar dari dalam rumah. Berlari menuju pria yang dipanggil dengan sebutan ayah.

Pria itu menoleh ke sumber suara. Dengan cepat membuang puntung rokok yang ada di tangan ke halaman samping rumah. Berjongkok di tempatnya berdiri tadi dan menyambut hangat kedatangan anak kecil yang merupakan anak sulungnya.

Anak kecil berperawakan mungil, tertawa riang. Gigi-giginya tumbuh dengan rapi. Merangkul ayahnya yang sedang berjongkok. Anak kecil yang memiliki batag hidung tinggi, sudah mengenakan baju seragam merah putih, lengkap dengan dasi dan topi merah. Sepatu yang dikenakan berwarna hitam dengan kaos kaki putih yang terpasang hingga setengah betis kecilnya.

"Adik kamu mana?" tanya Ayahnya.

"Rian enggak sekolah, Yah. Demam," nyatanya.

Memang biasanya, setiap pagi, pria ini mengantar anak pertama dan anak keduanya –juga berjenis kelamin laki-laki- ke sekolah bersamaan.

"Nih bontotnya (bekal). Jam istirahat sekolah, baru di makan. Tadi kan udah sarapan jadi ini untuk makan siang." Sumber suara itu berasal dari wanita tua yang kemungkinan berumur 60-an, yang baru saja keluar dari rumah.

Anak laki-laki kecil menoleh ke samping. Tertawa. Wajahnya yang mungil sangat ramah dan mudah tersenyum. Dia mendekati wanita tua.

"Iya,Nek," angguknya, dilanjutkan dengan mengambil tempat makan berwarna merah yang berkarakter Spiderman. Memasukkan ke dalam tas sekolah berwarna hitam yang berada di samping pinggang.

"Ayo, kita pergi. Nanti terlambat," seru ayahnya. "Kamu sudah salam sama Mama?"

"Sudah," jawabnya manja.

"Sama Nenek belum...," ujar wanita tua sembari menyodorkan punggung telapak tangan kanan.

Anak laki-laki yang berkulit putih itupun meraih tangan wanita tua yang dipanggilnya Nenek.

"Hakiki, jangan nakal ya di sekolah. Kalau teman kamu ada yang nakal, kamu jangan ikut nakal. Temennya diajak main dan dibaik-baikin." Wanita tua mengelus kepala cucunya dengan tangan kanan setelah anak kecil selesai mencium tangannya.

"Kalau masih nakal juga gimana, Nek?" tanyanya dengan wajah polos. Anak laki-laki itu bernama Hakiki.

"Kamu jauh aja. Cari aja teman yang lain. Tapi... kamu tetap berteman seperti biasa, main kayak biasa kalau pas dia tidak nakal lagi" jelas wanita tua yang mengenakan songkok berwarna hitam.

"Kalau masih nakal juga?" tanyanya lagi dengan wajah polos.

"Kalau masih nakal juga dan ganggu kamu, kamu bilang sama Ibu Guru, jadi biar Ibu Guru yang nasehatin ya? Ya sudah, pergilah, ayah udah nunggu tuh," ujar wanita tua. Sengaja langsung mengakhiri pembicaraan karena tahu bahwa anak laki-laki ini akan bertanya terus sampai menemukan jawaban yang tepat di hati.

"Udah salam sama Mama apa belum?" tanya ayah Hakiki untuk kedua kali.

" Udah kok," jawabnya singkat. Tadi Hakiki sudah menyalami ibunya yang sibuk mengurus adik-adiknya.

Hakiki kecil berjalan ke halaman menuju sepeda motor. Ayahnya menggiring dia dari belakang. Berusaha untuk naik di depan tempat duduk sepeda motor. Ayahnya memegang tangan kanan Hakiki agar bisa naik dan memantapkan posisi duduknya. "Hari ini Kiki di depan, Yah, karena adik enggak sekolah," jelasnya.

Pria itu tersenyum kecil. "Oke.” Menyusul duduk di sepeda motor. Ketika melihat anak sulungnya sudah memantapkan posisi duduk, diapun berkata, “Dadah nenek dulu.”

Hakiki kecil melambaikan tangan ke arah wanita tua yang berdiri di depan rumah. Membalas senyum wanita tua yang tertuju untuknya.

Ayah Hakiki sedikit memajukan badan dan mendorong sepeda motor. Terdengar bunyi hentakan. Saat ini, sepeda motor telah berdiri ditumpu dengan ke dua roda. Pria itu sedikit memutar pegangan gas yang berada di kanan dengan genggaman tangan kanan. Sepeda motor itupun berjalan perlahan.

Mereka menyusuri jalanan kecil menuju jalan aspal. Di kiri kanan jalan kecil terbentang tanaman dan sayur-sayuran yang tumbuh subur. Hijau berkilau. Apalagi tadi malam baru turun hujan. Tanaman dan sayuran hijau sangat indah dipandang. Udara pagi inipun sangat sejuk dan bersih.

Hakiki kecil menikmati perjalanan menuju ke sekolah dengan wajah ceria. Menikmati udara pagi yang segar. Angin dingin yang menerpa wajah sangat dinikmati olehnya. Duduk di depan sepeda motor dan pergi bersama Ayahnya adalah hal yang paling indah di dalam hidupnya.

Wajahnya begitu polos. Kulit putih terlihat jelas terkena sinar mentari pagi. Anak laki-laki ini memiliki aura yang tampan. Empat bulan lagi, usianya genap sembilan tahun. Masih sangat kecil, tapi aura wajahnya yang tampan sudah kelihatan. Hidungnya sudah terlihat tinggi dan mancung. Matanya yang penuh pesona terlihat besar. Pipinya penuh dengan tumpukan daging. Sangat menggemaskan. Setiap orang yang melihatnya pasti ingin mencubit pipi itu.

Perjalanan dari rumah Hakiki ke sekolah memakan waktu sekitar lima belas menit. Anak laki-laki ini bersekolah di SDN 2 Kota Brastagi Kabupaten Karo Sumatera Utara. Di sinilah, tanah kelahiran karena ayahnya asli penduduk Kota Brastagi. Kota ini tergolong ke dalam golongan dataran tinggi. Jalannya berbukit-bukit. Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak merupakan panorama yang indah. Setiap hari penduduk setempat disajikan pemandangan indah dan sejuk berlatar belakang gunung yang hijau. Untuk menuju ke sekolah Hakiki, mereka menuruni jalan besar dengan latar belakang dari Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak, menjauh dari Kota Brastagi menurun ke bawah.

Hampir sepuluh menit mereka berkendara, Ayah Hakiki berhenti tepat di depan sekolah anaknya. Tertulis di depan tugu bangunan tulisan SDN 2 Brastagi. Hakiki turun dari sepeda motor dan menyalami ayahnya ketika sepeda motor telah berhenti.

"Nanti siang ayah jemput. Kalau ayah belum datang, main sama teman dulu ya," seru ayahnya.

Hakiki hanya menganggukkan kepala. Mengambil tangan ayahnya yang sudah terjulur dan menciumnya. Tersenyum ketika melepaskan tangan yang sudah dicium, berlari kecil menuju gerbang utama. Di sana sudah antri siswa yang memakai seragam merah putih, bersalaman dengan beberapa guru. Guru-Guru berdiri di gerbang utama menyambut kedatangan mereka. Hakiki menghentikan larinya, masuk ke dalam antrian. Sesekali melihat ke belakang. Dilihatnya ayahnya masih menunggu dan dia melambaikan tangan. Berjalan perlahan di dalam antrian. Masuk ke dalam gerbang setelah meraih tangan beberapa guru dan menciumnya.

*******

Hakiki kecil menangis ketika keluar dari gerbang sekolah. Dia bertengkar dengan temannya. Kepalanya dipukul oleh teman sekelasnya. Anak laki-laki ini sudah melaporkan kepada guru tapi gurunya lagi sibuk mengurus anak yang lain. Dia memutuskan untuk menunggu ayahnya di luar gerbang sekolah. Tidak bermain di dalam sesuai anjuran ayahnya.

Di depan sekolah masih banyak orang tua siswa yang menjemput anak mereka. Bermacam hal yang terjadi di depan gerbang sekolah. Kemacetanpun terjadi karena para orang tua banyak menunggu anak mereka di pinggir jalan. Belum lagi para pedagang yang ada di pinggir jalan dan anak-anak yang berebutan membeli jajanan. Itu

merupakan hal yang lazim dilihat pada saat pulang sekolah.

Hakiki kecil berjalan ke kiri menuju samping bangunan sekolah. Air matanya masih menempel di sudut mata dan pipi. Duduk di batu kecil jauh dari keramaian tapi masih bisa melihat jika ayahnya datang menjemput.

Dia sangat kesal dengan temannya yang bernama Hendra. Hendra mengambil pinsilnya, mencampakkan ke belakang kelas. Biasanya, Hakiki memang sering bermain dengan Hendra. Tapi kali ini, dia sangat kesal dengan perlakuan Hendra. Awalnya, Hakiki berkata, “Kamu tidak boleh seperti itu, aku enggak mau main sama kamu kalau seperti itu,” tukasnya. Hendra malah tertawa dan menyentil keningnya. Sebenarnya tidak terlalu sakit, tapi Hakiki merasa disepelekan. Selanjutnya, mengadu kepada guru, tapi gurunya sibuk mengatur anak yang lain apalagi ketika itu bel pulang sudah berbunyi. Anak-anak sudah sibuk mengurus tas mereka masing - masing dan berteriak ingin cepat pulang. Guru kelas menjadi bingung, entah siapa yang harus diladeni terlebih dahulu. "Iya, nanti Ibu nasehati Hendra. Duduk dulu, kita mau pulang," nyata Guru Muda yang berjilbab.

Hakiki menuruti perkataan gurunya. Namun, setelah membaca doa dan anak-anak sudah bergilir keluar satu per  satu, Hakiki tak melihat Ibu gurunya bicara dengan Hendra. Dia sengaja menunggu janji gurunya itu di antrian paling belakang dan Hendra ternyata sudah keluar duluan. Hakiki merasa gurunya ingkar janji. Anak laki-laki ini keluar dengan wajah cemberut dan tidak menyalami guru kelasnya.

Hakiki duduk di atas batu kecil.  Melihat ke arah kanan bangunan sekolah. Orang-orang yang berkumpul sudah mulai berkurang, hanya tinggal beberapa orang tua siswa dan pedagang jajanan dan mainan. Lehernya terus memanjang, melihat ke kanan, karena ayahnya pasti muncul dari atas Kota Brastagi menuruni jalan menuju ke sekolah.

"Adik nunggu ayah ya? " tanya seseorang yang datang tiba-tiba.

Hakiki menoleh. Terdiam menatap orang di depannya dengan tatapan sendu. Matanya sayu.

"Ayah adek enggak bisa jemput... tadi uwak yang disuruh jemput," nyata pria yang memakai baju kaos bergaris

horizontal.  Dia sedikit tertawa. Pria ini bertubuh gemuk tapi pendek. Mungkin, usianya sebaya Hakiki.

"Kok uwak yang disuruh jemput, memang ayah kemana?" Kali ini Hakiki bertanya dengan suara kecil dan polos.

"Ayah lagi ngutip kol. Panen di kebun. Jadi

uwak yang disuruh jemput."

Hakiki

terdiam. Berpikir sebentar dan mencerna. Memang benar bahwa ayahnya memang

sedang menanam kol saat ini.

"Ayo. Sama uwak aja. Uwak antar naik mobil."

"Kok naik mobil? Kan dekat, naik kereta (sepeda motor) aja udah nyampe."

"Supaya enggak kena debu, jadi uwak bawa

mobil. Mobilnya bagus, nanti kamu boleh duduk di depan."

Hakiki terdiam. Ada keraguan di dalam hatinya.

"Kamu mau permen. Ini uwak kasi permen, di dalam mobil masih banyak jajanan yang lain. Tadi ayah kamu yang belikan. Dititip sama uwak." Pria itu menyodorkan sepotong permen.

Hakiki mengambil permen dengan bungkus berwarna-warni. Dia mulai percaya jika permen itu memang titipan ayahnya karena ayahnya selalu membelikan permen untuk dirinya. Diapun berdiri.

Pria yang bertubuh pendek dan gemuk dengan cepat memegang tangan Hakiki dan menggiringnya

ke mobil.

"Kamu duduk di depan ya, sama uwak." Pria itu membuka pintu mobil dengan buru-buru dan mengangkat Hakiki masuk ke dalam mobil. Mendudukkan anak kecil itu di tempat duduk penumpang di samping setir. Menutup pintu dengan cepat dan berlari menuju sisi lainnya. Membuka pintu mobil. Tergesa-gesa mengambil kunci mobil di kantong celana dan menghidupkan mesin, memasukkan gigi di persneling, memijak kopling dan menekan gas dengan kaki satunya lagi, semua serba terburu-buru. Dan mobilpun meluncur menuruni jalanan.

"Kok ke arah bawah, Wak. Rumah Kiki kan di atas?" tanya Hakiki kecil. Mulutnya sedang mengulum permen.

"Iya. Sedang macet, nanti uwak mutar," kata pria itu asal.

Hakiki kecil terdiam dan melihat lurus ke depan. Percaya dengan omongan pria yang tak dikenal. Dia duduk dengan santai. Wajah polosnya terpatri. Hakiki memang senang jika naik mobil dan duduk di depan. Pandangannya menjadi lebih luas. Tapi kali ini, sedikit aneh. Matanya terasa sangat berat. Berat sekali. Tak bisa dilawan. Diapun tertidur di bangku depan mobil.

*******

Terpopuler

Comments

Junaldi Junaldi

Junaldi Junaldi

Hakiki kecil?

2020-07-12

1

Manzilia

Manzilia

Loh... Kok diculik.

Pasti imut beud V bts waktu kecil.

Cara bicaranya juga imu...

2020-07-06

1

lihat semua
Episodes
1 Boyz with fun : Ep. 1
2 Boyz with fun : Ep. 2
3 Boyz with fun : Ep. 3
4 Boyz with fun : Ep. 4
5 Boyz with fun : Ep. 5
6 Boyz with fun : Ep. 6
7 Boyz with fun : Ep. 7
8 Boyz with fun : Ep. 8
9 Boyz with fun : Ep. 9
10 Scenery : Ep. 10
11 Scenery : Ep. 11
12 Scenery : Ep. 12
13 Scenery : Ep. 13
14 Singularity : Ep. 14
15 Singularity : Ep. 15
16 Singularity : Ep. 16
17 Singularity : Ep. 17
18 Singularity : Ep. 18
19 Singularity : Ep. 19
20 Inner child : Ep. 20
21 Inner child : Ep. 21
22 Inner child : Ep. 22
23 Inner child : Ep. 23
24 Stigma : Ep. 24
25 Stigma : Ep. 25
26 Stigma : Ep. 26
27 Stigma : Ep. 27
28 Stigma : Ep. 28
29 Stigma : Ep. 29
30 Stigma : Ep. 30
31 Stigma : Ep. 31
32 Sweet Night : Ep. 32
33 Sweet Night : Ep. 33
34 Sweet Night : Ep. 34
35 Sweet Night : Ep. 35
36 Sweet Night : Ep. 36
37 Sweet Night : Ep. 37
38 Sweet Night : Ep. 38
39 4 O'clock : Ep. 39
40 4 O'clock : Ep. 40
41 4 O'clock : Ep. 41
42 4 O'clock : Ep. 42
43 Hug Me : Ep. 43
44 Hug Me : Ep. 44
45 Winter Bear : Ep. 45
46 Winter Bear : Ep. 46
47 Winter Bear : Ep. 47
48 Pengumuman
49 Nomor kontak
50 (Hakiki Hulmi) Episode 1
51 (Hakiki Hulmi) Episode 2
52 (Hakiki Hulmi) Episode 3
53 (Hakiki Hulmi) Episode 4
54 (Hakiki Hulmi) Episode 5
55 (Hakiki Hulmi) Episode 6
56 (Hakiki Hulmi) Episode 7
57 (Hakiki Hulmi) Episode 8
58 (Hakiki Hulmi) Episode 9
59 (Hakiki Hulmi) Episode 10
60 (Hakiki Hulmi) Episode 11
61 (Hakiki Hulmi) Episode 12
62 (Hakiki Hulmi) Episode 13
63 (Hakiki Hulmi) Episode 14
64 (Hakiki Hulmi) Episode 15
65 (Hakiki Hulmi) Episode 16
66 (Hakiki Hulmi) Episode 17
67 (Hakiki Hulmi) Episode 18
68 (Hakiki Hulmi) Episode 19
69 (Hakiki Hulmi) Episode 20
70 (Hakiki Hulmi) Episode 21
71 (Hakiki Hulmi) Episode 22
72 (Hakiki Hulmi) Episode 23
73 (Hakiki Hulmi) Episode 24
74 (Hakiki Hulmi) Episode 25
75 (Hakiki Hulmi) Episode 26
76 (Hakiki Hulmi) Episode 27
77 (Hakiki Hulmi) Episode 28
78 (Hakiki Hulmi) Episode 29
79 (Hakiki Hulmi) Episode 30
80 (Hakiki Hulmi) Episode 31
81 (Hakiki Hulmi) Episode 32
82 (Hakiki Hulmi) Episode 33
Episodes

Updated 82 Episodes

1
Boyz with fun : Ep. 1
2
Boyz with fun : Ep. 2
3
Boyz with fun : Ep. 3
4
Boyz with fun : Ep. 4
5
Boyz with fun : Ep. 5
6
Boyz with fun : Ep. 6
7
Boyz with fun : Ep. 7
8
Boyz with fun : Ep. 8
9
Boyz with fun : Ep. 9
10
Scenery : Ep. 10
11
Scenery : Ep. 11
12
Scenery : Ep. 12
13
Scenery : Ep. 13
14
Singularity : Ep. 14
15
Singularity : Ep. 15
16
Singularity : Ep. 16
17
Singularity : Ep. 17
18
Singularity : Ep. 18
19
Singularity : Ep. 19
20
Inner child : Ep. 20
21
Inner child : Ep. 21
22
Inner child : Ep. 22
23
Inner child : Ep. 23
24
Stigma : Ep. 24
25
Stigma : Ep. 25
26
Stigma : Ep. 26
27
Stigma : Ep. 27
28
Stigma : Ep. 28
29
Stigma : Ep. 29
30
Stigma : Ep. 30
31
Stigma : Ep. 31
32
Sweet Night : Ep. 32
33
Sweet Night : Ep. 33
34
Sweet Night : Ep. 34
35
Sweet Night : Ep. 35
36
Sweet Night : Ep. 36
37
Sweet Night : Ep. 37
38
Sweet Night : Ep. 38
39
4 O'clock : Ep. 39
40
4 O'clock : Ep. 40
41
4 O'clock : Ep. 41
42
4 O'clock : Ep. 42
43
Hug Me : Ep. 43
44
Hug Me : Ep. 44
45
Winter Bear : Ep. 45
46
Winter Bear : Ep. 46
47
Winter Bear : Ep. 47
48
Pengumuman
49
Nomor kontak
50
(Hakiki Hulmi) Episode 1
51
(Hakiki Hulmi) Episode 2
52
(Hakiki Hulmi) Episode 3
53
(Hakiki Hulmi) Episode 4
54
(Hakiki Hulmi) Episode 5
55
(Hakiki Hulmi) Episode 6
56
(Hakiki Hulmi) Episode 7
57
(Hakiki Hulmi) Episode 8
58
(Hakiki Hulmi) Episode 9
59
(Hakiki Hulmi) Episode 10
60
(Hakiki Hulmi) Episode 11
61
(Hakiki Hulmi) Episode 12
62
(Hakiki Hulmi) Episode 13
63
(Hakiki Hulmi) Episode 14
64
(Hakiki Hulmi) Episode 15
65
(Hakiki Hulmi) Episode 16
66
(Hakiki Hulmi) Episode 17
67
(Hakiki Hulmi) Episode 18
68
(Hakiki Hulmi) Episode 19
69
(Hakiki Hulmi) Episode 20
70
(Hakiki Hulmi) Episode 21
71
(Hakiki Hulmi) Episode 22
72
(Hakiki Hulmi) Episode 23
73
(Hakiki Hulmi) Episode 24
74
(Hakiki Hulmi) Episode 25
75
(Hakiki Hulmi) Episode 26
76
(Hakiki Hulmi) Episode 27
77
(Hakiki Hulmi) Episode 28
78
(Hakiki Hulmi) Episode 29
79
(Hakiki Hulmi) Episode 30
80
(Hakiki Hulmi) Episode 31
81
(Hakiki Hulmi) Episode 32
82
(Hakiki Hulmi) Episode 33

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!