Arini berjalan di pelataran menuju parkir sekolah bersama Hakiki. Hakiki yang memiliki tinggi 178 cm, hampir saja dilampaui Arini. Mungkin tinggi Arini sekitar 170 cm. Gadis mungil, putih, tinggi semampai merangkul tangan Hakiki sambil berjalan.
"Aku denger dari Dapi, kalian saling kenal sewaktu kelas olah raga kemarin di lapangan hijau. Benerkah?" tanya Arini menyelidik.
"Ya."
"Gimana pendapat mu, Ki tentang Dapi?" tanya Arini.
"Hmm.... dia baik. Ramah. Sopan. Pandai menyesuaikan diri dengan orang lain. Berbakat dalam sepak bola. Aku iri padanya karena kemahirannya dalam bermain sepak bola," jelas Hakiki.
"Oh... Ya. Sepertinya dia akan menjadi idola di sekolah ini."
"Ya mungkin saja, karena Dapi punya karakter baik dan yang paling penting, tidak sombong. Dan mau berteman dengan siapa saja. Di lapangan hijau, sebelum kami bertanding, Dapi memperkenalkan dirinya kepada teman - teman sekelasku secara personal. Satu per satu, " jelas Hakiki.
"Oh, yaa. Sewaktu dia masuk pertama sekali, begitu juga kok, memperkenalkan diri di depan kelas, setelah habis jam pelajaran kedua, Dapi mendatangi teman - teman sekelas aku satu per satu."
Arini tersenyum. Masih tetap merangkul tangan Hakiki dan mereka berjalan perlahan beriringan.
Hakiki melirik ke arah Arini. Ada sesuatu yang ingin dikatakannya, tapi masih merasa belum pantas untuk mengatakan sesuatu yang tersimpan di hati.
"Aku... setiap hari ngobrol dengannya, semakin hari aku semakin mengaguminya karena karakternya yang positif. Auranya juga bagus. Dapi punya daya pesona yang sangat memikat. Dia lebih sering tersenyum dan tertawa di bandingkan berbicara, mungkin karena itulah orang- orang menyukainya," jelas Arini dengan mata yang berbinar.
Hakiki tak sabar untuk mengatakan sesuatu tapi mulutnya masih kaku.
"Hai... kalian!" seru seseorang dari belakang dibarengi dengan suara klakson. Suara yang keluar tidak terdengar jauh, karena terhalang suatu benda. Seorang pemuda mengendarai sepeda motor menyapa mereka. Berhenti tepat disamping Hakiki dan Arini. Pemuda itu memakai helm, hanya kedua matanya saja yang terlihat. Mulutnya terhalang oleh penutup helm bagian depan.
Hakiki dan Arini menoleh ke sumber suara. Mereka berdua kaget. Melihat seorang pemuda mengenakan helm biru tua, mengendarai sepeda motor Yamaha R 15 senada dengan warna helmnya, sudah berada di samping mereka.
"Dapi?" seru Arini. Walaupun pemuda yang berada di atas sepeda motor hanya terlihat matanya, tapi Arini sangat mengenal sosok itu. Hakiki yang berada di samping, melongo, terbengong dan sedikit membuka mulut.
Dapi membuka helm. Sedikit merapikan rambut hitamnya yang lurus ketika helm sudah lepas dari kepala dengan cara menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jari di tangan kanan, mungkin, supaya tidak terlalu kelihatan berantakan. "Mau pulang?" tanyanya.
"Ya," jawab Arini cepat.
Hakiki masih terdiam.
"Kalian naik apa?" tanya Dapi. Posisinya masih duduk di atas sepeda motor yang besar, kelihatan sekali perbedaan badan Dapi dengan sepeda motor. Walaupun tinggi Dapi 173 cm, tapi terlihat mungil karena tidak memiliki bidang dada yang besar.
"Naik mobil aku, seperti biasa kalau pulang, aku barengan dengan Hakiki. Dia akan turun di perempatan dekat rumahnya. Kalau pergi ke sekolah, Hakiki selalu naik bis," jelas Arini.
Hakiki masih tak berkata apapun. Blank face terpatri di wajah. Kedua matanya menatap Dapi dengan tatapan sendu.
"Hmm.... Begitu ya. Eh... besok kan Hari Minggu, mau jalan bareng? Bertiga? Besok aku enggak ada kegiatan, jadi pengen jalan aja. Gimana?" tanya Dapi dengan semangat.
"Boleh juga," jawab Arini tanpa berpikir panjang. "Kamu besok tidak ada kegiatan kan, Ki?"
"Oh... enggak ada," jawab Hakiki spontan. Kini... memperlihatkan senyum di bibir. Bibir itu berbentuk mendatar. Atas dan bawah.
"Oke. Nanti malam aku telpon ya, Arini. Jadi kita atur kepergian besok lewat telpon," jelas Dapi.
"Oke," jawab Arini sambil memberi kode dengan jari membentuk kata oke dan mengedipkan mata kanan.
"Aku duluan ya. Bye."
Dapi memasang kembali helm di kepala dengan perlahan dan melajukan sepeda motor di jalanan.
Belum hilang suara yang berasal dari knalpot sepeda motor Dapi, Hakiki melontarkan pertanyaan spontan. "Dia punya nomor telpon kamu?" tanya Hakiki penasaran.
"Ya punya dong... Kan satu kelas loh, Ki. Dari awal masuk, Dapi sudah minta nomor telpon aku. Kamu juga harus punya nomor telponnya. Suatu saat pasti perlu. Kita bertiga bisa menjadi teman yang baik. Oooooooh... senangnya, besok kita akan liburan."
Terpancar suatu kegembiraan di wajah Arini. Kedua muda¬¬-mudi yang memakai seragam putih abu-abu melanjutkan gerakan kaki mereka. Berjalan menuju parkiran mobil, masih dalam keadaan berjalan perlahan dan Arini masih merangkul tangan Hakiki dengan manja.
Di sisi lain, Hakiki masih terdiam dan berpikir dengan keras tapi tak tahu jawaban yang ada di dalam pikirannya.
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Naoki Miki
haii mampir yuk ke krya q 'Rasa yang tak lagi sama'
cuss bacaa jan lupa tinggalkan jejaakk🤗
tkn prfil q aja yaa😍
vielen danke😘
2020-10-18
0
Junaldi Junaldi
Tinggi amat tuh cewek
2020-07-11
1
Junaldi Junaldi
Mesra banget sih
Mereka pacaran?
2020-07-11
1