Hatchim!!! Hatchim!!! Hatchim!!!
Srottt
"Hih! Virus! Jauh-jauh sana!" usir Arya melemparkan bantalan sofa pada gadis yang kini tengah duduk di sampingnya setelah memakan camilan kecil yang Meli buatkan untuk mereka.
"Pala bapak mu!!!" dia melemparkan kembali bantal yang dilemparkan Arya pada laki-laki itu.
"Kenapa dengan saya?" sahut Rizky yang baru saja turun dari kamarnya duduk bergabung dengan mereka di sofa yang berbeda.
"E-enggak kenapa-napa Om! R-rambut Om bagus! I-Iya bagus! N-nggak kaya kepalanya papah!" balas gadis itu ngawur memancing kembali gelak tawa Arya untuk mengejek Ara.
"Kenapa kamu ketawa?" Rizky mengerutkan keningnya menatap Arya yang mana ekspresi itu malah terlihat mengerikan di mata Ara.
"Ehm … nggak ada …" ujar Arya masih menyisakan tawanya menatap Ara dia bisa melihat wajah gadis itu memerah, mungkin pasti kesal karenanya.
"Dari pada kamu kurang kerjaan mending kamu bantuin bunda masak," tutur Rizky yang langsung di balas anggukan kecil dari Arya.
Dia beranjak dari duduknya menarik tangan Ara agar dia juga ikut pergi bersama, "Sini ikut gue!" dia takut gadis itu malah akan mengompol jika dia tinggalkan berdua bersama ayahnya.
"Pelan-pelan …" cicitnya mencoba mensejajarkan Langkahnya dengan Arya.
"Makasih …" lirihnya merasa lega karena tak di tinggalkan sendirian di ruangan itu bersama Rizky.
Arya tidak menjawab dia menghentikan langkahnya yang juga menghentikan langkah Ara, dia berbalik menampilkan seringainya menatap Ara, "Nggak gratis!"
Ara memiringkan kepalanya bingung, "Maksudnya?"
"Rahasia …" ujarnya Arya kembali menyeret lengan Ara menuju dapur tempat dimana ibunya tengah memasak sendirian, "Ayok cepet!" pintanya.
Pernahkah kalian pernah bertanya-tanya mengapa dirumah sebesar ini kalian tidak melihat satupun seorang asisten rumah tangga? Keluarga mereka baru saja pindah sekitar satu minggu yang lalu, ibunya masih belum mendapatkan orang yang cocok untuk bekerja di rumah mereka.
Dia dan suaminya juga cukup sibuk untuk mengurus pekerjaan mereka mengakibatkan dia tak sempat mencari asisten rumah tangga yang baru. Sementara asisten rumah tangga mereka yang lama baru saja berhenti bekerja karena permintaan anaknya dan pindah ke kota kelahirannya.
Jadi mau tidak mau mereka harus menyiapkan semuanya sendirian sampai setidaknya beberapa hari lagi sebelum asisten rumah tangga yang Rizky pernah kenal dulu bekerja di rumah mereka.
"Bundaaa …" sapa gadis itu pada Meli yang nampak tengah memotong-motong beberapa lembar daun sawi.
"Kok kalian ke sini? Tadi kan bunda suruh tungguin di ruang tv aja," tutur Meli tanpa menghentikan kegiatan memasaknya.
"Papa tuh yang ngusir Arya ke sini …" jelas laki-laki membuka tutup panci di atas kompor membuat kepulan asap keluar dari dalam panci menyapa wajah Arya. "Sttt … panas …" gumamnya kecil.
Ara menggeleng malas pada Arya gadis itu lebih memilih menghampiri Meli untuk membantunya, "Ara bantuin boleh ya?" wanita itu mengangguk tersenyum pada Ara, "Boleh, asal nggak ngerepotin kamu …" balasnya.
"Dia mana ada kerepotan, yang ada juga Bunda yang repot gara-gara dia," Sindir Arya seraya menyeruput kuah sup yang di dalam panci, "Kurang garam, Arya tambahin ya?" lanjutnya, mengambil toples berisi garam yang tertata didalam rak bumbu.
"Adek, nggak boleh gitu ngomongnya ah!" Peringat Meli yang malah tak dihiraukan Arya, setelah sebelumnya dia sibuk pada sup didalam panci laki-laki itu kini beralih membuka kulkas lalu mengambil beberapa kentang, "Bunda, Arya masak kentang ya?"
"Terserah kamu … Ara mau sesuatu nggak? Buat makan malam Ara mau makan apa?"
"Eng-"
"Jangan nolak, bunda udah masak banyak," potong Meli menarik hidung mungil Ara gemas, "Hujannya juga belum berhenti," lanjut Meli.
"Tapi-"
"Makanan di rumah gue enak nggak kaya di rumah lu," sambar Arya memotong Ara.
"Ihk! Makanan buatan bi Puput itu enak tau!!!" protes Ara, asal bicara sekali anak itu tidak tau saja jika Bi Puput adalah Ratu Dapur dirumahnya, apapun bisa dia masak.
"Buatan bunda gue juga nggak kalah enak!" sambung Arya sengaja memancing emosi Ara.
"Yang bilang nggak enak juga siapa!!?"
"…"
...…...
Ara termenung menatap langit-langit kamar yang bukan miliknya, saat ini dia masih berada di rumah Arya karena hujan tak kunjung juga reda, dia sempat mengusulkan untuk naik taksi sendiri saja namun Meli tak mengijinkan nya melakukan hal tersebut dan malah menyuruhnya untuk menginap saja.
"Bisa-bisanya hujan turun dari sore sampe malem nggak berhenti-henti malah makin gede, kalo rumah gue kebanjiran gimana?" gumamnya pada diri sendiri, "Lagian kenapa harus hujan sih? Dada gue sesak kan jadinya …"
Gadis itu bangun beranjak dari tempat tidur menuju arah jendela menatap guyuran hujan diluar sana, "Waktu itu juga hujannya kaya gini ya?"
"Gue nggak inget …"
Ceklekkk
Dia berbalik menatap sosok Arya yang berjalan memasuki kamar dengan rambut yang berantakan juga wajah bantal, mungkin dia terbangun dari tidurnya. Tapi kenapa dia malah datang kesini? "Nggak sopan tau asal masuk ke kamar cewek kaya gitu," gerutu Ara menilik sinis pada Arya yang kini sudah membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur kakaknya.
"Gue mau tidur di sini … lu tidur di kamar gue aja …" gumam laki-laki itu kecil dan terdengar serak sebelum dia kembali terlelap dalam tidurnya.
"Gini banget nasib numpang …"
...…...
"Ya di tutup …" dengus gadis itu menatap gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat didepan makanya, "Gimana dong?" lanjutnya pada sosok jangkung yang masih setia duduk di atas motornya.
"Manjat," ceteluk Arya nampak tidak peduli sedikitpun, dengan entengnya dia berkata seperti itu pada Ara yang tengah membawa miniatur rumah-rumahan di tangannya.
"Yang bener aja dong! Terus ininya gimana?" Bukanya menjawab laki-laki itu malah mengedikkan bahunya, Ara jadi sedikit menyesal karena membuang-buang waktunya sebelum berangkat sekolah untuk berdebat meladeni Arya.
"Arya!"
"Sini naik," pintanya pada Ara agar segera menaiki kuda besinya, "Mau kemana?"
"Nggak usah banyak tanya!"
...…...
Suara bel SDP01 menggema di udara menandakan sudah waktunya jam istirahat pertama di mulai, gadis itu menyembulkan kepalanya dari balik daun pintu menatap seisi kelas yang penuh dengan segelintir manusia.
"Tuh anak mana dah? Bolos lagi?" gumamnya tatkala tak mendapati Ara tidak berada dikelasnya pun dengan tasnya biasanya dia kenakan. "Tuh cowok juga kayanya ngga berangkat?" lanjutnya lagi saat menyadari meja yang ditempati Ara kosong tak berpenghuni.
"Nyari siapa?"
"Ara?"
"Oh, nggak berangkat kayanya," balas Geni seraya menyedot air berwarna putih didalam cup minuman miliknya.
"Bolos kali …" timpa Baim, "Paling bentar lagi juga dateng? Mungkin?"
"Woy! Arya ada nggak!?" pekik Raka yang datang bersama teman-temannya berniat untuk mengajak laki-laki itu istirahat bersama.
"Arya nggak berangkat!" sahut Geni, mengakibatkan kerutan kecil terukir jelas di kening
Raka, "Orang tadi pagi gue liat dia lagi debat di jalan pake seragam sekolah sama Dedek
Emes kok! Ngadi-ngadi lu!"
"Kalo nggak percaya ya udah!" balas Geni lagi meninggalkan mereka, laki-laki itu lebih memilih masuk ke kelas untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya, di susul Baim.
Raka menoleh menjurus pada Panji, "Adek lu bolos?" Laki-laki itu mengedikkan bahunya tanda bahwa dia tidak mengetahui apapun.
"Tuh anak nggak gelud lagi sama ketos kan? Padahal tadi pagi gue liat dia bareng sama
Dedek Emes kok?"
"Ara juga nggak dateng ke sekolah," sambar April menyomot isi kuaci yang di bawa Raka.
"Wah! Wah-wah! Wahhh! Bahaya tuh anak, mau dibawa ke mana tuh Dedek Emes gue! Awas aja kalo pulang-pulang udah ngisi anak orang! Gue mampusin tuh anak!" ucapan itu sontak membuat tiga layangan tangan yang berbeda mendarat tepat mengenai kepalanya.
"Nggak usah sembarang," sinis Panji.
"Mulut lu di jaga kek!" timpal Denis.
"Asal jeplak aja lu kalo ngomong!" tambah April, setelahnya mereka pergi beriringan meninggalkan Raka seorang diri di tengah koridor sekolah yang dipenuhi anak-anak absurd luar biasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments