"Wihhhh … banyak orang …" ujar kedua gadis itu datar menatap hamparan pasir pantai penuh kepala dan badan manusia tergeletak masih bernyawa.
"Mau berenang nggak, Na?" Ara menggeleng dia tidak segila itu untuk berenang dengan kondisi tubuhnya yang seperti sekarang, "Nggak bawa baju ganti-! Emangnya mau berenang nggak pake baju!?"
"Kali aja lu mau …" balas April tertawa keras, "Sekarang mau balik apa gimana?" lanjutnya, dia lupa jika dihari libur pengunjung di tempat ini akan lebih membludak lebih dari hari-hari biasanya, cukup sesak dan tidak enak dilihat.
"Beli bakso bakar sama cilok!" seru Ara menatap gerobak penjual bakso bakar dan cilok yang bersebelahan, lagi pula kan sebelumnya April sudah berjanji padanya.
"Iya-iyaaaaaaaaaaaa …" pasrah gadis itu, untungnya uang yang dia bawa lebih dari cukup, kemarin malam dia baru saja mendapatkan jatah uang bulanan dari sang ayah. Rekeningnya kembali penuh.
"Ani yang beli Ara tungguin di sana!" tunjuk Ara menunjuk deretan batu-batuan yang sengaja di buat untuk membatasi gelombang air laut.
"Oghy!" begitulah cerita keduanya menikmati desiran ombak pantai di atas batuan sembari menyantap bakso bakar serta cilok.
"Baru jam segini … abis ini mau ke cafe nggak? Katanya ada cafe yang baru di buka …" usul April setelah melihat jam di tangannya.
"Di mana?"
"Itu … depan toko buku yang waktu itu lu tunjukkin ke gue … emang sih harus balik lagi naik angkot buat ke sana, tapikan sekalian pulang lewat situ juga …" jelasnya, karena memang benar letak pantai ini lumayan jauh dari rumah mereka, mungkin sekitar satu setengah jam berkendara itupun kalau tidak macet di tengah jalan.
Dan untuk pergi ke toko buku sendiri membutuhkan waktu sekitar setengah jam berkendara dari taman yang beberapa waktu lalu mereka tempati untuk joging.
"Ya udah nggak apa-apa … sekalian Ara mau pergi ke toko buku juga, mau beli novel lagi …" ujarnya, akhir-akhir ini Ara sudah jarang sekali membaca novel akibat stok dirumahnya sudah tidak ada lagi, semua buku sudah habis dia baca.
"Nanti mau ikut gue ke panti nggak? Tadi bunda nitipin gue sesuatu buat Ibu …" gadis itu nampak berfikir sejenak sebelum mengangguk menyetujui ajakan April, ini akan jadi kunjungannya yang ke dua bersama April, sebelumnya April juga pernah mengajaknya pergi ke sana sekitar dua bulan yang lalu.
"Berangkat sekarang aja yuk!"
"Semangat banget lu …"
...…...
"Semoga aja nggak hujan …" gumam April menatap langit yang nampak mendung sepanjang mata memandang.
Mereka berdua harus terjebak macet di tengah diperjalanan pulang dari pantai, ada yang mengatakan jika terjadi sebuah kecelakaan di depan sana.
"Lu kenapa, Na?" sejak mereka mulai naik ke dalam angkot Ara terus saja diam tak bersuara, "Nggak ada …" balas Ara kecil.
"Sakit lagi?" gadis itu menggeleng, dia hanya merasa mood-nya tiba-tiba saja berubah menjadi tidak enak.
...…...
"Lu kalau nggak mau makan, makanannya buat gue aja!" April kesal karena sejak tadi Ara terus saja melamun padahal sebelumnya gadis itu nampak bersemangat, tapi sekarang?
Bahkan Minumannya hanya dia aduk-aduk, makanannya pun sama sekali belum dia sentuh.
"Iya-iyaaaaaaaaaaaa … ini Ara makan …" April mendengus menatap sahabatnya, dia bersyukur karena mereka tidak kehujanan di jalan.
Sepertinya pilihnya untuk mampir sebentar di cafe sebelum menuju panti adalah sebuah pilihan yang tepat, terlebih setelah melihat hujan diluar cukup lebat. Firasatnya mengatakan jika mereka akan terjebak disini selama beberapa waktu ke depan.
Dari dalam cafe April dapat melihat toko buku diseberang sana yang sering kali Ara kunjungi, sebenarnya dulu cafe ini adalah sebuah bengkel motor yang tidak terlalu ramai.
Dia pikir kenapa bengkel ini tutup dan direnovasi ternyata di ubah menjadi bangunan cafe sederhana yang nyaman, tempat ini juga lumayan luas dan memiliki banyak pengunjung meskipun baru dibuka sekitar setengah bulan yang lalu.
"Ani …"
"Apa?"
"Pesenin Ara es kopi susu lagi …"
"Lu haus apa gimana 4nj1r!?" padahal sebelumnya Ara hanya mengaduk-aduk minumannya tanpa dia minum, namun sekarang malah sudah habis diminumnya dan hanya menyisakan gelas beserta es batunya saja, makanannya pun sudah lenyap dia makan. Perasaan dia hanya menoleh sebentar? Kapan gadis itu makan?
"Ara mau es kopi susu …" rengeknya dengan mulut penuh makanan.
"Dingin Na, lu nggak mau yang anget aja?"
"Nggak mauuuuu … maunya yang dingin …"
"Terserah lu deh!"
"Ah! Sama roti bakar lagi!!!" lanjutnya saat melihat April beranjak dari tempat duduknya.
"Itu perut apa karet ban sih!? Segala makanan masuk semua!" oceh April menggeleng menatap Ara, dia agak iri juga sih.
"Kan belum makan nasi-!"
"Lu makan nasi aja masih muat mie ayam dua porsi, Na!"
"Laper!"
"Nggak tau lah!" gadis itu beranjak pergi memesan yang tadi sempat diinginkan Ara, mungkin dia juga harus memesan beberapa camilan lagi sembari menunggu hujan reda.
...…...
"Ada nggak?"
"Nggak ada …" Ara sedikit kecewa karena tidak menemukan buku novel yang dia inginkan, akhirnya gadis itu hanya mengambil acak satu buku yang terlihat sedikit menarik dimatanya.
"Ara beli yang ini aja deh … Ani ada mau beli nggak?"
"Ehm … bentar …" ini memang bukan kali pertama April datang ke toko buku biasanya dia hanya akan datang untuk membeli komik, selebihnya mungkin hanya buku-buku pelajaran biasa yang di rekomendasikan saudara-saudaranya pada sang Ibunda tercinta, ya … walau pada akhirnya buku-buku itu hanya akan menjadi pajangan di atas rak.
"Gue jarang baca novel sih … ada yang lu saranin buat gue?"
"Ani sukanya yang genre apa?"
"Gue lebih suka aksi sama horor …"
"Oh! Ada!!! Tadi Ara liat!!!" Ara beranjak menarik lengan April menuju rak berisi buku-buku aksi, misteri dan sejenisnya. Gadis itu berjinjit mengambil salah satu buku yang dulu pernah dia baca.
"Beli ini aja! Ada aksi, misteri, horor sama pembunuhan berantai-! Ada komedinya juga!!!" ujarnya bersemangat dia yakin April akan menyukai buku itu.
"Ehm … oke deh …" kedua gadis itu pun kemudian beranjak pergi untuk membayar buku-buku yang mereka pilih sebelum melanjutkan perjalanan mereka menuju panti asuhan, karena hujan pun sudah berhenti menghujam bumi.
"Ani … ke sananya mau jalan kali apa mau naik ojek?"
"Jalan kali aja lah lagian nggak terlalu jauh juga …"mungkin hanya butuh waktu sekitar dua puluh sampai tiga puluh menitan untuk sampai di panti dengan berjalan kaki dari tempat mereka saat ini.
Kedua gadis itu berjalan melewati beberapa perempat sebelum akhirnya sampai di depan sebuah rumah panti asuhan dengan banyak anak-anak kecil yang nampak tengah bermain riang penuh tawa.
Beberapa diantaranya nampak antusias dan langsung berlari memeluk April saat melihat gadis itu datang dengan senyum yang merekah.
Anak-anak di sekolahnya mungkin tidak akan percaya jika melihat hal ini, gadis sebar-bar April si tukang bolos bisa juga bersikap selembut itu pada anak kecil.
April juga pernah bercerita padanya jika dulu dia pernah tinggal ditempat ini sebelum akhirnya dia diadopsi oleh keluarganya.
Gadis itu sendiri juga tidak pernah tau bagaimana rupa dan bentuk orang tua kandungnya, meski begitu dia tidak ingin terlalu memikirkannya karena kini dia telah memiliki sosok keluarga yang sangat amat baik padanya.
Dia sangat-sangat bersyukur diadopsi oleh keluarga seperti keluarganya yang saat ini, mereka benar-benar terbuka pada April meskipun tau dia hanyalah seorang anak panti.
"Kak Apil-!!! Kak Apil kenapa balu dateng? Lala kangen Kak Apil …" tangan gadis mungil yang baru menginjak umur 3 tahun itu nampak mengalun indah memeluk leher April saat April mengendong nya.
"Maaf-maaf … soalnya Kakak lagi banyak latihan …" balas April mengecup singkat pipi chubby milik Lala.
"Kak April kok nggak nambah tinggi?" ujar seorang anak laki-laki bertubuh lebih gempal dari teman-teman seusianya, "Diem lu bocil … gue masih lebih tinggi dari pada lu …" balas April seraya mengacak-acak gemas rambut Dion, diantara anak-anak lain hanya Dion lah yang berani berkata seperti itu padanya.
"Liat aja nanti-!!! Dion bakal lebih tinggi dari pada Kakak! Soalnya Dion rajin olahraga!!!" setelah mengucapkan kalimat itu Dion pergi berlari kembali bermain bersama teman-temannya, "Dadah Kak April-!!!"
"Cih! Masih bocil tapi udah berani nantangin gue!!! Lala nanti nggak boleh kayak bang Dion ya …" dengan tanpa ragu gadis kecil itu mengangguk penuh antusias sorot matanya pun terlihat membara-bara menatap April.
Disaat Ara mulai terhanyut menatap interaksi antara April dengan anak-anak panti, gadis itu dikejutkan dengan seorang gadis kecil yang tiba-tiba saja memeluk kakinya.
Dia ingat gadis itu, "Rara?" gadis pemalu yang saat ini mengidap sakit keras diusianya yang baru menginjak lima tahun, "Rara kenapa?"
Ara berjongkok mensejajarkan tingginya dengan gadis mungil itu, mata Rara nampak berkaca-kaca menatap Ara, "Rara kenapa?" gadis itu mengusap lembut air mata yang jatuh keluar dari balik kelopak mata Rara.
"Rara kangen …" tangis Rara seketika pecah saat Ara memeluk tubuh mungilnya, ini kali kedua mereka bertemu namun Ara selalu merasa ada hal yang membuatnya sangat menyayangi gadis kecil ini.
Bukan! Bukan karena gadis mungil itu tengah sakit, tapi lebih seperti adanya sebuah ikatan diantara keduanya yang tak bisa dia jelaskan.
"Rara kangen Kakak?" gadis itu mengangguk, ini juga salah satu alasan Ara menyetujui ajakan April, "Kaka juga kangen Rara …"
Tanpa keduanya sadari banyak pasang mata yang kini tertuju pada mereka setelah Rara memecahkan tangisnya, teman-teman gadis mungil itu mulai berdatangan untuk ikut memeluk temannya, "Rara jangan nangis terus … kan Kakak Rara udah dateng …" ujar salah satu anak bernama Putra yang pernah April ceritakan paling dekat dengan Rara.
"Iya Kakak Rara dateng masa Rara nangis?" semuanya anak itu bergantian berusaha untuk menghibur gadis itu agar dia tidak lagi menangis, Ara sendiri juga tidak sadar jika air matanya ikut terjatuh menemani Rara.
"Sering-sering main ke sini … kasian tuh Rara nungguin lu terus …" ujar April mengacak-acak rambut panjang Ara.
"Iya Kak Lala sering bilang sama Lala katanya kangen Kakak Lala …" lanjut Lala yang membuat semua orang di sana ikut tertawa.
"Sini gendong sama kakak …" Ara memutar badannya membelakangi Rara bermaksud menyuruh Rara untuk segera naik ke punggungnya.
"Punggung lu-"
"Nggak sakit kok, udah sembuh …" potong Ara cepat sebelum April menyelesaikan kalimatnya, "Sini ayo naik … katanya kangen Kakak?" gadis mungil itu melebarkan senyumnya mengangguk memeluk Ara dari belakang agar Ara bisa dengan mudah menggendong nya.
"Ihk … jarang makan ya? Nanti makan yang banyak … kamu ringan banget kayak anak kucing …"
"Nanti kakak nggak bisa gendong Rara lagi kalo Rara berat …" cicit Rara yang hampir tidak terdengar.
"Woh bisa dong! Masa nggak bisa! Pokoknya Rara harus janji sama Kakak! Rara harus makan banyak!!!"
"Rara janji-!!!"
"Iya Rara harus makan … biar cepet sembuh … Rara jarang makan sih! Rara kalo makan cuma dikit jadi sering sakit! Rara harus kayak Dion! Dion makan banyak! Jadinya Dion tinggi-!" timpal Dion yang entah sejak kapan dia kembali.
"Nanti kalo Rara makannya kayak Dion nanti Rara gemuk kayak Dion! Rara nggak mau!" dan mereka pun kembali tertawa karena perdebatan antara Rara dan Dion.
"Oh iya, sampe lupa … Ibu Yeni ada nggak?" ujar April, dia sampai lupa tujuan awal dia datang kemari karena terlalu terbawa suasana.
"Ada Kak … ibu ada di dalem mau Akbar anterin nggak?" tawar Akbar, menurutnya Akbar adalah satu-satunya anak kecil dengan pemikiran dan insting paling tajam diantara anak lain yang seumurannya, April sendiri sering kali kelabakan jika menemani laki-laki mungil itu belajar sesuatu.
"Boleh …"
"Lala mau ikut!"
"Iya nanti Lala ikut sama Kakak …"
"Rara juga mau ikut …"
"Iya Rara juga ikut … Putra mau ikut nggak?" Laki-laki kecil itu menggeleng pelan, "Putra mau nungguin di sini aja sama mereka …"
"Okey …"
"Yok lah … kakak ketemu sama ibu dulu ya … dadah …" gadis itu mengusap singkat puncak kepala anak-anak panti yang ada di sekitarnya bergantian sebelum beranjak pergi bersama Ara, Rara, Lala, juga Akbar untuk menemui kepala panti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments