Bab 18. Hujan

Waktu terus berjalan keduanya masih terlihat sibuk mengerjakan tugas yang mereka dapatkan, tangan gadis itu fokus memotong bagian perbagian yang Arya pintah kan padanya.

Sedangkan Arya dia nampak dengan telaten menempel bagian-bagian yang telah Ara bentuk, menyusunya sedemikian rupa hingga menghasilkan bentuk yang mereka inginkan.

"Hahhh … selesai, nih sana jemur!" titah Arya pada Ara, laki-laki itu benar-benar menjadikannya seorang pembantu hari ini, walaupun sebenarnya dia cukup terbantu karena Arya yang menyusun bagian-bagian kerajinan yang mereka buat.

"Awas … hati-hati lemnya belum kering semua …" lanjutnya, seraya memberikan karya yang dia buat. Dia cukup puas akan hasil yang telah dia buat dengan sedikit bantuan dari Ara.

"Iya-iyaaaaaaaaaaaa …" Ara beranjak dari tempatnya meletakkan miniatur yang hampir selesai mereka buat di bawa sinar matahari yang kian tidak terlalu terik.

"Abis ini diapain?" ujar Ara sembari membereskan sisa-sisa potongan kertas dan stik yang tidak terpakai.

"Kalo udah agak kering nanti kita cat, semoga nggak ujan," gumam Arya menatap langit biru penuh awan, "Lu nggak mau pulang? Udah hampir jam empat …" lanjutnya.

"Enggak, nanti aja," balas gadis itu acuh, tangan mungilnya terulur menuangkan air dingin berwarna kehijauan ke dalam gelas ditangannya. Haus mbak e!!!

"Nggak di cariin?"

"Kan Ara bilang di rumah Ara nggak ada orang … lagian Ara juga udah bilang sama bi Put," jelasnya, "Arya sendiri … bunda Arya lagi nggak kerja? Bukanya bunda Arya tuh dokter?" lanjutnya meletakan kembali gelas yang sudah kosong di tangannya setelah airnya sudah habis dia minum.

"Tau dari mana?" laki-laki itu mengerutkan keningnya seingatnya dia tidak pernah mengatakan hal itu pada Ara, hanya Panji dan teman-temannya yang mengetahui hal tersebut.

"Ah-ehm … itu dari Kak Panji …" balasnya sedikit kikuk.

"Oh … hari ini bunda pulang cepet," jelas Arya merebahkan tubuhnya mencari posisi ternyaman menatap atap gazebo yang mereka tempati.

"Oh, kalau ayahnya Arya?"

"Kerja lah, kenapa?" balasnya, "Nggak ada cuma nanya aja, terus kalau kakak perempuannya Arya?" Lagi-lagi Arya mengerutkan keningnya, dari mana anak ini tau dia memiliki kakak perempuan?

"Lu tau dari mana sih!?" ketusnya.

"Tau dari bundanya Arya …" balas Ara membuat laki-laki itu mendengus masam, "Orangnya nggak ada di rumah!" jelasnya sedikit kasar.

"Kenapa sih!? Ara kan cuma nanya!"

"Pertanyaan lu nggak bermutu!"

"Dihk! Ya udah sih! Kelas Ara kan emang jauh dari orang-orang kaya kamu! Emangnya ngapain sih kamu pindah sekolah padahal kayaknya kamu bisa sekolah di sekolah yang lebih bagus!?" gerutu gadis itu tanpa sadar.

"Oh! Jadi lu minder gitu sama gue?" tukas Arya menampilkan seringainya yang semakin membuat Ara kesal, "Nggak ya!!! Ara tuh nggak minder!!! Ara juga nggak miskin-miskin banget!!! Rumah Ara juga bagus!!!"

"Apaan sih …" dengus Arya kecil yang tak didengar oleh Ara, "Heh, yang punya harta tuh bokap nyokap gue … ngapain lu minder sama gue, soal gue mau sekolah dimana ya itu sih urusan gue … bokap nyokap gue aja nggak ngelarang … gitu aja kok repot," lanjutnya menjelaskan. "Nyeh!"

"Hfff … Ra …"

"Apa!?"

"Nggak jadi …" gadis itu menilik sinis seraya kembali mengembungkan pipinya menatap Arya.

Namun laki-laki itu terlihat tidak peduli dan mulai memejamkan mata menikmati memilir angin yang semakin lama semakin terasa dingin, dia lantas bangun dari tidurnya menatap langit biru yang kini sudah diselimuti awan kelabu padahal sebelumnya masih begitu cerah.

Jdarrr

"Ahk!!!" Pekik Ara menutup kedua telinganya, dia terkejut saat tiba-tiba saja mendengar suara menggelegar dari langit. Tidak lama setelahnya rinai hujan perlahan turun menyapa bumi di sore hari.

"Aryaaa … ujan!!!" laki-laki itu bangkit dari tempatnya segera mengamankan miniatur yang hampir sepenuhnya kering tersebut ke tempat yang lebih aman sebelum basah kuyup karena hujan.

"Ra! Lu ambil barang-barangnya! Masuk aja ke dalem! Hujannya nambah gede!!!" seru Arya berlari masuk kedalam rumahnya mengamankan rumah kecil mereka dari ancaman sang hujan.

"Okey!!!" Ara buru-buru mengemas semua alat-alat yang masih diperlukan menjadi satu lalu membawanya masuk ke dalam rumah Arya. "Arya! Itu sisanya bantuin! Tangan Ara nggak bisa bawa semua!"

"Bentar!!!" pekik Arya kembali menuju gazebo untuk mengambil barang-barang yang tersisa. "Ra! Bawain gelasnya!!!" tangan laki-laki itu nampak penuh akan toples dan teko air.

"Iya Ara ke sana!!!" saat berlari hampir saja dia tergelincir masuk ke dalam kolam untungnya dia masih bisa menyeimbangkan tubuhnya dengan baik.

Gadis itu kemudian meletakkan gelas yang dia bawa ke atas meja, "Gimana? Basah nggak?" ujarnya bertanya menatap Arya yang terlihat menilik bagian perbagian dari miniatur yang sempat terkena air hujan.

"Nggak terlalu ini masih aman, lemnya juga udah mulai kering-" ucapan Arya terhenti saat melihat Meli datang menghampiri mereka, "Kenapa sayang?"

"Ini tadi kena hujan …" jelas Arya menatap sang bunda berharap dia bisa sedikit membantu.

"Mau pake hairdryer punya bunda aja nggak?" laki-laki mengangguk tersenyum cerah menampilkan deretan gigi putih, rapi dan berseri. Kayak anak kecil, batin gadis itu bergumam menatap Arya ditambah dengan penampilannya yang berantakan karena hujan.

"Bentar bunda ambil dulu di kamar …" ujar Meli beranjak pergi.

"Terus sekarang gimana? Nggak bakal kering juga kalau baru di cat sekarang … besok juga harus di kumpulin …" keluh Ara menatap hasil kerja keras mereka yang Arya letakan di atas meja.

"Kan ada hairdryer punya bunda, nanti gue pikirin … kita ambil warna kayu sama warna hitam aja biar gampang …" sebenarnya dia juga tidak yakin akan selesai atau tidak tapi apa salahnya dia coba, tidak kering pun tidak masalah setidaknya mereka sudah menyelesaikan tugasnya.

"Ngecatnya di sini? Sekarang?"

"Ah, bentar gue mau ambil kardus lagi buat alas biar catnya nggak ke lantai," laki-laki itu kemudian ikut beranjak pergi meninggalkan Ara menatap sang hujan yang semakin lebat dari balik pintu kaca diluar sana. Sepertinya ini akan lama.

...…...

"Selesai-!!!" seru Ara berbinar menatap hasil kerja keras mereka berdua, masih sedikit berantakan namun dia cukup puas akan hasilnya. Arya benar-benar berbakat.

"Jangan dipegang! Sebelah situ belum kering!" peringat Arya saat Ara hendak menyentuh salah satu bagian yang belum sepenuhnya kering. Berkat bantuan Meli mereka menyelesaikannya lebih cepat.

"Maaf-maaf …"

"Ara kamu mau mandi dulu nggak? Udah sore," tawar Meli mengusap lembut puncak kepala gadis itu. Hari ini entah kenapa dia merasa sangat-sangat gemas pasa gadis itu.

"Nggak usah deh, Ara mandi di rumah aja," tolaknya tersenyum manis.

"Mandi sana! Lu bau!" celetuk Arya membuat Meli melemparkan tutup lem di dekatnya pada anak laki-lakinya itu, "Nggak sopan kamu!"

"Tau tuh Bunda! Di sekolah aja dia gangguin Ara terus!" Adu Ara pada wanita itu, kini keduanya sudah menjadi lebih akrab dari pada sebelumnya bahkan Meli menyuruh gadis itu memanggilnya dengan sebutan Bunda.

"Adek!!!"

"Iya-iya! Udah ah! Arya mau mandi-!" ujarnya beranjak pergi menuju kamar untuk bersih-bersih, badannya sudah terasa gerah dan lengket.

Tapi tunggu apa katanya tadi? Arya? Adek? Arya? Seorang Arya? Ugh! Ara ingin tertawa ini terlalu lucu-!!! Tapi tidak boleh! Di sini ada Meli-!!! Harus sopan! Setidaknya harus berusaha walau sering keblabasan! Bisa-bisanya dia tidak sadar dengan sebutan Meli pada Arya padahal wanita itu terus menyebutnya saat membantu menyelesaikan tugas mereka.

"Ara mandi aja dulu di sini ya? Hujannya juga belum reda nanti, bunda pinjemin baju punya kakaknya Arya … nanti pas pulang biar bisa langsung istirahat, ya?" bujuknya lagi pada Ara, langit sudah mulai terlihat gelap dan hujan diluar masih belum juga reda, jika saja mobil milik suaminya sedang tidak berada di bengkel untuk perbaikan, dia mungkin sudah akan mengantarkan Ara dengan mobil miliknya yang saat ini di bawa suaminya untuk bekerja.

"Tapi-"

"Udah ayok! Masa anak gadis jam segini masih belum mandi? Tuh tangannya aja udah cemong gara-gara cat! Nanti abis ini kita obatin lagi luka kamu!" ujar Meli menarik lengan gadis itu menuju kamar yang dulu putrinya gunakan tepat di samping kamar milik Arya.

"Kamu tunggu di sini-! Bunda mau ambil sabun sama sikat gigi dulu! Jangan kemana-mana!" titahnya yang tak bisa di bantah oleh Ara.

...…...

Dua pasang mata itu bertemu menatap satu sama lain, Ara keluar dari ruangan tersebut tepat bersamaan dengan Arya yang juga baru keluar dari kamarnya, lagi-lagi anak itu mengenakan kolor juga kaos oblong namun kini dengan setelan warna hitam.

"Nyolong baju punya kakak gue lu!? Miskin banget sampai nggak punya baju," ceteluk Arya asal menatap celana training juga baju kuning panjang milik kakaknya membuat gadis itu mengerucutkan bibirnya kesal karena ucapan Arya.

"Kaya anak ayam …" lanjut Arya tanpa sadar seraya menahan tawa. Pasti Meli yang memilihkan setelan baju seperti itu, ibunya itu kah memang suka sekali pada warna kuning cerah.

"Heh! Sembarang kalo ngomong!" protes gadis itu tak terima. sejujurnya warna ini memang cukup mencolok bagi dirinya, dia lebih suka warna-warna gelap dari pada warna terang benderang kecuali warna putih, tapi mau bagaimana lagi Meli yang memilihkannya langsung untuk dia pakai membuat Ara tak bisa menolaknya sama sekali.

Baju seragam sekolahnya pun sudah Meli ambil, wanita itu bilang akan menyucikan nya padahal dia sudah menolaknya karena dia bisa mencucinya sendiri di rumah.

"Apa? Emang mirip anak ayam kok …" tutur laki-laki masih dengan tawanya.

"Siapa?" kedua manusia itu menoleh sedikit tersentak mendengar suara berat yang tiba-tiba menyapa gendang telinga mereka.

"Temen Arya, Yah … tadi kerja kelompok di rumah tapi gara-gara hujan jadi nggak bisa pulang jadi bunda nyuruh dia nunggu di sini," jelas Arya pada sosok pria jangkung kepala empat yang nampak berwajah datar namun penuh wibawa.

"Oh," balas Rizky singkat, gadis itu menggaruk kepalanya tersenyum canggung pada Rizky benar-benar mati kutu dia dibuatnya, "Halo, Om aku Ara …" sapanya memperkenalkan diri.

"Iya," ucap Rizky masih dengan wajah datar sebelum berlalu pergi memasuki salah satu kamar yang terletak di seberang kamar mereka berdua.

"Itu ayahnya Arya?" ujar gadis itu bertanya menatap Arya, "Iya, kenapa?" balas Arya kembali bertanya.

"Tangan Ara tremor …" jujurnya menunjukkan kedua tangannya yang bergetar hebat pada Arya mengakibatkan tawa laki-laki itu semakin pecah.

Tunggu dulu! Sejak tadi dia tertawa?

Arya masih terus tertawa sembari memegang perutnya menampakkan deretan gigi putih bersih di balik bibir kemerahan laki-laki itu. Kesal sih karena Arya terus meledeknya sejak tadi, namun ini kali pertamanya melihat Arya terbahak-bahak seperti itu. Momen langkah! Biasanya tampang laki-laki itu nampak acuh tak acuh di sekolah.

Memang sih dia baru mengenal Arya beberapa hari ini tapi tetap saja, dia jadi penasaran karena di sekolah Ara belum pernah melihat Arya tertawa. Tersenyum pun hanya sebatas seringai kecil.

"Lu ngapain tremor go block! Lu kira bapak gue apaan? Setan?" ejeknya lagi dengan sisa tawanya. Makin diliatin makin gondok juga ya lama-lama. Untung cakep! Eh, enggak jadi-!!!

"Nggak lucu tau!!!" ketusnya menendang keras tulang kering Arya.

Laki-laki itu meringis mengusap tulang keringnya namun masih juga tertawa. " … Si anak ayam kerdil lagi tremor! Hahahah …"

"Arya!!! Ihk!!!"

"Kenapa? Kok marah-marah?" ujar Meli bertanya, saat di dapur dia terkejut mendengar suara anak laki-lakinya tertawa terbahak-bahak dengan keras terakhir kali dia melihatnya seperti itu ketika Arya bermain bersama kakaknya.

"Itu! Arya ngejekin Ara terus!!!" adunya pada Meli.

"Adek! Jangan jail ah!"

"Biarin aja, masa tadi katanya dia tre-"

"Aryaaaaaaaa …" gadis itu berlari membekap mulut Arya sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, bisa malu dia jika Meli mengetahuinya.

"Ehm? Kenapas sih?" Meli menggelengkan kepalanya menyaksikan tingkah tak biasa dari putranya.

"Ehk! Lepas! Tangan lu bau terasi!" ujarnya lagi setelah berhasil melepaskan tangan Ara dari mulutnya.

"Jangan sembarang deh!!!" gerutu Ara mendorong tubuh Arya dia benar-benar merasa kesal di ejek habis-habisan oleh laki-laki itu.

"Dihk! Apaan sih!" salah satu tangannya terangkat menoyor kening Ara, "Bunda tau nggak

tadi-"

"Aryaaaaaaaa!!!!"

"Udah-udah! Sana ajak Ara ke bawa tadi bunda udah buatin cemilan sambil nunggu makan malam, bunda mau ke kamar dulu bentar," jelasnya meninggalkan Ara serta Arya menuju kamarnya.

"Udah jangan ketawa!!!" sentak Ara karena Arya masih juga tertawa mengejeknya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!