Pagi ini …
Pagi dingin dengan mentari yang bahkan belum benar-benar menampakkan dirinya, cahaya rembulan masih nampak setia menemani sebagian langit khatulistiwa.
Gadis itu datang lebih awal dari biasanya, lebih awal dari siapapun yang ada. Gerbang sekolah nampak masih tertutup rapat, tidak ada siapapun disini.
Sang satpam sekolah yang bertugas memegang kunci juga belum terlihat keberadaannya, tentu saja orang gila mana yang mau pergi ke sekolah subuh-subuh sekali, hanya dia satu-satunya gadis yang datang ke sekolah pagi-pagi buta.
Karena tak bisa melewati gerbang gadis itu memutuskan untuk memanjat tembok pembatas sekolah disertai rasa nyeri pada sekujur tubuhnya.
Dia dapat merasakan rasa perih yang terus menggerogoti dirinya, meski begitu hal ini tidak sesakit rasa perih yang telah lama dia pendam dalam diam, dirinya sendiri juga tidak pernah menyangka jika dia akan benar-benar meledak semalaman.
"Hfff … dingin … harusnya tadi bawa hoodie aja …" gumamnya menilik sudut demi sudut sekolah dari tiap koridor yang dia dilewati, suasana sekolah nampak benar-benar dingin nan sepi juga sedikit gelap dengan lampu-lampu remang di sepanjang koridor.
Takut?
Mungkin.
Namun ini lebih nyaman dan menenangkan dari suatu tempat yang katanya disebut rumah.
Saat sampai di kelas dia menemukan pintu kelasnya masih terkunci rapat, "Gue pikir pintu kelasnya nggak pernah dikunci …" dia berjalan meraba-raba jendela yang mungkin saja tidak terkunci.
Setelah menemukannya dia lalu melempar tansnya kedalam kelas melewati jendela yang terbuka, sebenarnya dia juga ingin naik masuk melewati jendela tersebut namun niat itu dia urungkan karena beberapa alasan.
"Bisa-bisa nanti gue di kira setan gara-gara masih pagi udah mejeng disitu … " dia kemudian memutuskan untuk pergi ke gudang sekolah, awalnya dia sedikit ragu karena tempat itu benar-benar gelap tanpa penerangan, tapi mau bagaimana lagi dia juga sudah merasa ngantuk dan ingin segera tidur.
Gadis itu memasang earphone dikedua telinganya, memutar musik untuk sedikit menghilangkan rasa sepi disekitarnya. Takut-takut jika ada sebuah suara yang tiba-tiba memangilnya tanpa ada wujud. Bisa gawat juga jika hal seperti itu benar-benar ada.
" … "
"Orang-orang sialan!" umpatnya tanpa sadar saat kembali mengingat situasi semalam.
…
Mentari semakin terlihat, guratan-guratan kemilau sang fajar nampak memenuhi langit pagi menyambut kembali bangunya aktivitas masyarakat.
" … Nggak bisa tidur …" gumamnya sembari melihat jam tangan.
Pukul 05.59?
"Jam segini harusnya udah ada orang kan? Paling nggak mang Salim udah dateng kayaknya …"
Ara berjalan keluar gudang dari arah lapangan yang nampak becek karena semalam turun hujan, dia dapat melihat para petugas kebersihan sekolah tengah membersihkan area lapangan bersama-sama.
Terlanjur bosan dan tidak tau harus melakukan apa gadis itu akhirnya menghampiri para petugas tersebut untuk pergi membantu.
Ya.
Membantu.
"Haloooooooo …" ucapannya menyapa, membuat segelintir orang itu terlihat menilik Ara cukup lekat dengan wajah terkejut.
"Aduhhhh … Neng itu kamu kenapa? Habis kecelakaan?" Ujar Mang Yono melihat banyak luka yang sebagian sudah terbalut kain kasa pada wajah, tangan, dan kaki gadis itu.
"Ihk! Ara nyapa nggak di bales …" protesnya bertolak pinggang.
"Aduh! Iya-iya haloooooo halooooo …" teman-teman Mang Yono nampak tertawa melihat tingkah gadis itu, gadis yang sangat-sangat tidak asing dimata mereka saking sudah seringnya mereka membersihkan sekolah bersama saat Ara dihukum hingga sore hari tentunya tidak lupa juga April.
"Tumben Neng berangkatnya pagi?" ini pertama kalinya Mang Yono melihat Ara datang pagi-pagi sekali biasanya dia melihat gadis itu datang terlambat lebih lambat dari siapapun yang ada disekolah ini, dia juga sering melihatnya dihukum karena berbuat ulah.
"Gabut, jadi berangkat pagi deh …" balas Ara, tangannya lihai menyapu tumpukan daun yang berserakan.
"Duh! Nggak usah Mamang aja yang nyapu! Tangannya kayak gitu, nggak sakit?" Ara menggeleng.
"Udah-udah atuh Neng, duduk aja sana … anak gadis pagi-pagi mukanya udah bonyok kaya gitu … sarapan belum?" Lagi-lagi dia hanya menggeleng.
"Kalo gitu sih makan pisang goreng aja tuh di sana … tenang aja nggak bayar kok … ada teh anget juga …" ucap Mang Udin menunjuk nampan kecil berisi setumpuk gorengan.
"Nggak ah, Ara nggak lap-per …" gadis itu tersenyum canggung dengan mata terpejam setelah perutnya mengkhianati dirinya sendiri di depan umum.
"Tuh udah bunyi … udah jangan malu-malu … orang biasanya juga malu-maluin kok … dari pada nanti perutnya sakit kan?" sambar Mang Salim.
"Anak gadis tuh harus makan yang banyak …" lanjut Mang Yono yang disambut tawa teman-temannya.
"Iya deh iyaaaaaa …"
...…...
Semakin tinggi mentari semakin terlihat hingar bingar di lingkungan SDP01, desas desus mengenai anak baru yang entah siapa itu juga nampak semakin terdengar, katanya dia akan mulai bersekolah hari ini.
Disepanjang koridor menuju kantin terdapat banyak anak-anak yang bergosip ria didepan kelas mereka, ada juga yang terlihat berpacaran, menjahili teman, piket kelas, sampai menyontek tugas teman-teman mereka.
Di samping kantin Ara melihat dua sosok yang dikenalinya tengah berdebat hebat hingga membuat orang-orang disekitarnya memperhatikan keduanya.
"Pokoknya gue nggak mau tau ya 4nj1ng!!! Lu harus tanggung jawab!!!" wajah April nampak memerah karena kesal, dia tidak tau pasti hal apa lagi yang keduanya perdebatkan, hal sekecil debu pun bisa menjadi sebesar gunung jika berada diantara keduanya.
"Kok jadi gue sih!? Kan bukan salah gue juga!" balas Radit tidak terima.
"Dihk! Bukan salah lu apaan! Buktinya aja udah ada ditangan lu!!!"
"Kan gue udah bilang gue nggak-"
"B4c0t lu 4nj1ng gelud aja yok kita!!!"
"Woy! Ribut mulu!!! Mending traktir Ara makan ihk! Ara masih laper!" sejujurnya dia sudah memakan banyak sekali pisang goreng yang dihidangkan namun gadis itu masih juga belum merasa puas.
"Woy! Kok diem!?" protes Ara karena tidak ada yang menanggapinya, keduanya orang itu malah diam saling pandang satu sama lain. Ck! Setelah ribut besar-besaran sekarang malah pakai telepati-!
"Wih! Ada mumi bangkit dari kubur," celetuk Radit membuat gadis itu menatap sinis padanya.
"Lu kenapa Na?" April mengernyit bingung menatap Ara padahal kemarin hanya salah satu tangan gadis itu yang terluka, tapi kenapa sekarang malah tiba-tiba berubah jadi seperti ini?
"Lu kecelakaan pas berangkat sekolah? Eh, tapi kok lu udah di sekolah sih? Tadi gue ke rumah lu, lu malah nggak ada? dirumah lu juga kenapa nggak ada orang? Lu dari mana? Lu nggak apa-apa kan? Kok lu hari ini nggak telat? Gue kira lu bolos lagi-! Lu-" pertanyaan bertubi-tubi dari gadis itu langsung terhenti saat Radit menampar bahu April.
Plakkk
"Lu nanya apa nge-rap sih? Kasian tuh! Udah tau temen lu plus kesayangan gue itu lemot, go block, otaknya kecil, miring, tinggal setengah lagi, setengah aja mungkin udah nggak nyampe … malah lu kasih pertanyaan banyak banget kaya gitu!" sambar Radit hingga membuat Ara meringis ingin sekali mencabik-cabik wajah laki-laki itu.
"Aaaaaa … apaan sih kalian! Udah Ara bilang Ara laper … traktir dulu kek! Emangnya kalo
Ara m4t1 gara-gara laper mau tanggung jawab!?"
"Iya-iya gue bayarin! Tapi habis ini lu harus cerita lu kenapa!!!" "Iyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa …" tapi nggak janji.
...…...
Bel masuk kembali berbunyi tepat jam tujuh pagi, mengawali kegiatan belajar mengajar SDP01, Ara terpaksa kembali ke kelas karena Radit menyeretnya bagaikan anak kucing yang diseret kembali kedalam kandang.
Berhubung ini masih pagi, serta guru yang mengajar dijam pertama pun sedang berhalangan hadir untuk saat ini, membuat gadis itu benar-benar tertidur lelap didalam kelasnya.
Belum lama dirinya terlelap sebuah penghapus terbang dengan gagah berani, memberinya ciuman lembut pada kepala yang tertunduk di atas meja.
Pletakkk
"Eng!" rasanya nyeri saat penghapus itu malah membentur benjolan kecil yang tertutup rambut kepalanya.
Matanya mengerjap menatap wajah Ryan yang sudah berdiri didepan kelas, "Eh? Muka kamu kenapa?" seketika semua mata tertuju pada gadis itu tanpa terkecuali.
"Jatuh dari tangga pak!" balasnya asal padahal bukan itu yang terjadi, mereka yang hanya melihatnya sekilas pun sudah dapat memastikan jika luka itu mustahil Ara dapatkan hanya karena terjatuh dari tangga.
"Udah di obati?"
"Udah, kan ini ada perban kalo nggak di obati nggak mungkin ada kan?" malas sekali rasanya, dia ingin segera tidur.
"Kalo ngerasa nggak enak nanti minta izin pulang aja …" gadis itu mengangguk mengiyakan sebelum membenamkan kembali wajahnya di atas meja.
Pria itu menggeleng, tidak bisa melakukan apa-apa terhadap anak didiknya yang satu itu, terlebih setelah melihat kondisinya seperti sekarang, gadis itu adalah satu-satunya siswi di kelasnya yang membuat dia selalu berfikir keras dari siang hingga malam dalam beberapa bulan terakhir.
"Oh iya bapak sampai lupa, yang di luar silahkan langsung masuk aja …" ujar Ryan pada seseorang.
Banyak dari mereka yang terdiam membisu ditempat bahkan tersenyum tanpa mereka sadari begitu melihat sosok bak pangeran dalam tokoh fiksi dengan penampakan jangkung seorang siswa baru dihadapan mereka, penampilannya sangat-sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan sosok gadis yang kini telah kembali terlelap dibangku paling pojok kelas.
"Mulai sekarang di kelas kalian akan ada anak baru yang bergabung, bapak harap kalian bisa berteman dengan baik dan tetap jaga kekompakan kalian dikelas ini … sebelum itu silakan perkenalkan diri dulu …" pintah Ryan menepuk pundak laki-laki tersebut sebelum duduk di kursinya.
"Perkenalkan nama saya Arya Adi Saputra murid pindahan dari Jakarta, kalian bisa panggil saya Arya, terimakasih …"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments