"Aduh!!!" Ara berbalik menampik tangan Arya yang tiba-tiba saja menarik rambut panjangnya, "Jangan di tarik-tarik! Sakit tau!!!" protesnya mengembungkan pipi.
"Ayok cepet pulang …" titahnya menarik tas yang dikenakan gadis itu untuk menyeretnya keluar kelas, sebelumnya dia memang sudah sepakat untuk pulang bersama Arya pun dengan April juga Panji dkk saat jam istirahat tadi.
"Ihk! Lepasin!!! Ara mau ke kelas April dulu!!!" ucapnya memberontak berusaha melepaskan genggaman tangan Arya dari tas miliknya.
Namun nampaknya hal itu sia-sia saja dia lakukan karena dia tidak bisa melepaskan genggaman tangan laki-laki itu, terpaksa dia harus berjalan dengan keadaan diseret oleh Arya hingga sampai di parkiran sekolah.
Dan di sana dia malah menemukan sosok April yang tengah membaur bersama Panji dkk duduk di atas jok motor milik Denis. "Sorry lama, babu gue berat …" celetuk Arya pada teman-temannya.
"Heh! Nggak berat tau!!! Coba aja sini gendong Ara!!!" tantangnya tak terima pada kalimat yang Arya lontarkan.
"Pengen banget lu gue gendong?"
"Ihk! Bukan itu!!! Nggak tau lah!!!"
"Akur kek lu pada ah! Gelud mulu kerjaannya! Heran gue …" tutur Raka seraya memakan kuaci bersama Denis serta April, "Lu liat nih dua orang … gue rasa bentar lagi juga bakal jadian …" lanjutnya yang tertuju pada Denis maupun April.
"Ngadi-ngadi-!!! Kita tuh udah jadi mantan tau!" balas April menyemburkan kulit kuaci yang dimakannya pada Raka.
"Jorok lu 4nj1r!!!" protes Raka pada sepupu perempuan satu-satunya itu, selain April semuanya laki-laki. Ya, terkecuali para emak-emak.
"Bodoamat!!!"
Ara melipat tangannya menatap sinis pada April, dia masih dendam padanya karena ditinggalkan tanpa di beri kabar sama sekali, meskipun sebenarnya dia sudah mendapatkan seporsi cilok hangat dari April saat jam istirahat tadi.
"Udah yuk cabut …" ujar Panji mengehentikan perdebatan dua sepupu itu sebelum perdebatan mereka semakin panjang.
Di tengah perjalanan Panji berbelok ke arah lain dia mengatakan hendak pergi ke rumah sakit untuk menemui seseorang, ucapannya itu membuat Ara teringat akan Rara. "Rara gimana ya?" gumamnya menatap anak-anak seumuran Rara tengah bersenang-senang di salah satu warung makan pinggir jalan.
"Lu mau ketemu Rara?"
"Eh?" gadis itu terkejut karena ternyata Arya mendengar ucapannya.
"Rara di rawat di rumah sakit …"
"Hah?"
"Minggu depan dia mau operasi …"
"Heh!? Eh?" gadis itu semakin terkejut setelah mendengar kedua kabar itu sekaligus. Ah, dia ingat saat itu Panji mengatakan jika ibu dari laki-laki ini adalah seorang dokter dan dia akan merawat Rara.
"Lu denger gue nggak sih!?" sinis Arya menatap wajah Ara jadi pantulan kaca spion, "I-Iya Ara denger … t-tapi Rara di rawat di mana?" balasnya kelabakan.
"RS Masariyu … " tunggu, itukan rumah sakit tempat dimana ibunya tengah dirawat saat ini. Mungkin besok dia harus datang ke sana sekalian membantu Bi Puput karena besok ibunya sudah boleh pulang ke rumah.
"Oh! Berarti Panji-"
"Iya … dia ke sana mau jenguk Rara," potong Arya sebelum Ara bener-bener menyelesaikan ucapannya.
"Woy!!! Gue sama Kak Denis duluan!!!" pekik April saat motor milik Denis berbelok di perempatan samping taman, sementara Dia, Arya juga Raka masih harus memacu kuda besinya lurus ke depan.
Sebenarnya posisi taman ini terletak di tengah-tengah diantara empat daerah perumahan yang mengelilinginya dengan dua daerah perumahan diantarnya adalah perumahan elite.
April dan Denis kebetulan berada di daerah perumahan yang sama, pun dengan Arya dan Raka. Hanya dia seorang diri yang berada di kompleks perumahan yang berbeda diantara keempat orang tersebut.
Terlebih lagi Panji yang memang tidak tinggal di daerah perumahan di sekitar taman, Ara tidak tau tempat pastinya dia hanya tau sekilas dari Raka saat laki-laki itu bercerita tentang telak rumahnya juga teman-temannya saat jalan-jalan malam hari itu.
Detik demi detik berlalu, setelah melewati beberapa perempat juga pertigaan keduanya sampai di rumah Arya. Ara bener-bener terkejut saat melihat menampakkan rumah laki-laki itu.
Tidak hanya penampakan rumahnya yang cukup besar serta terletak di daerah perumahan elite, namun juga karena sebuah fakta bahwa tempat itu adalah tempat yang dulu pernah dia tempati saat dia sempat pingsan di jalan beberapa waktu yang lalu.
Serta fakta lain mengingat apa yang pernah wanita baik hati yang beberapa waktu lalu menolongnya itu ucapkan " … Atau gini aja, nanti siang kan anak Tante pulang dari sekolah, nanti Tante suruh dia antar kamu pulang kebetulan dia juga yang antar kamu kesini pas kamu pingsan di jalan, katanya kamu temannya …" dan ternyata anak yang dimaksud adalah Arya!
"Kok Arya nggak pernah bilang sih kalo waktu itu Arya yang antar Ara ke sini!?" protes gadis itu tak sabaran pada Arya.
"Emangnya penting?" balas laki-laki itu acuh, "Ayo cepetan masuk!" pintanya sembari kembali menyeret gadis itu masuk ke dalam rumahnya setelah meletakkan sepatu mereka di atas rak yang sudah disediakan.
"Arya pulang!" seru laki-laki itu memasuki rumah, membuat sebuah suara sahutan lembut terdengar dari arah ruangan lain.
"Lu tungguin gue di sana! Gue mau ganti baju …" ujar Arya menunjuk sebuah sofa di ruang tamu lalu beranjak pergi meninggalkannya.
Sesuai yang diperintahkan Ara duduk mematung di atas sofa menunggu Arya datang, dalam hati dia berkata 'Sofanya empuk banget … lebih empuk dari pada punya Ara di rumah …'
Tidak lama selepas kepergian Arya seorang wanita cantik yang dulu pernah membantunya datang dengan membawa nampan berisi camilan juga minuman, "Halo … kita ketemu lagi …" sapa wanita itu tersenyum lembut pada Ara.
Buru-buru gadis itu berdiri dari duduknya menatap kikuk pada Meli dia bingung harus melakukan apa, padahal saat bertemu dulu dia merasa tidak secanggung ini.
"Kenapa berdiri? Duduk aja …" gadis itu mengangguk mengulurkan tangannya berniat menyalami wanita itu setelah Meli meletakkan nampan yang dia bawa di atas meja, tentunya hal itu disambut dengan senang hati oleh Meli.
"Maaf ya Tante cuma ada ini … jangan lupa dimakan ya, Tante mau ke dapur dulu soalnya lagi masak bentar lagi juga Arya nya turun … Tante ke dapur dulu ya?" Ara mengangguk kecil sebagai jawaban, wanita itu lantas mencubit hidung Ara membuat gadis itu terkejut, "Jangan malu-malu anggap aja rumah kamu sendiri …" ujarnya sebelum pergi kembali melanjutkan aktivitasnya di dapur.
Gadis itu menghela nafasnya, dia mendudukkan tubuhnya menatap beberapa makanan yang lumayan bisa menguras kantung uangnya jika harus membeli sendiri, tapi mengapa
Meli malah berkata "cuma?"
"Udahlah cuma … ditambahin maaf lagi … kalo gue di rumah di kasih satu toples ini aja udah seneng banget …" gumamnya meraung-raung dalam hati, dia tau jika Arya itu adalah anak dari keluarga yang berada tapi tetap saja itu sedikit melebihi ekspektasinya, dan lagi kenapa dia juga harus mendapatkan Ibu sebaik dan selembut Meli? Sedangkan anaknya saja seperti itu!
Tapi kenapa dia bisa satu sekolah dengan mereka ya? Memang sih sekolahnya itu memiliki rating yang cukup bagus, namun tetap saja rasanya Arya bisa saja masuk dan diterima di sekolah yang lebih baik dari sekolahnya saat ini di luar kota, tapi kenapa dia pindah?
Walau begitu sepertinya Panji juga tidak terlalu jauh berbeda dengan Arya? Waktu itu dia mengatakan jika Meli adalah Tantenya bukan? Model motor laki-laki itu juga tidak jauh berbeda dengan milik Arya, pun Raka juga Denis, apa jangan-jangan mereka semua adalah anak-anak dari orang-orang yang berada?
Dan kalau dipikir-pikir lagi April pun juga anak yang tidak pernah kekurangan, walau rumahnya sangat sederhana tapi itu cukup menguras biaya yang sangat besar dengan modelnya yang minimalis serta barang-barang yang lumayan bernilai. Sepertinya rumah sederhananya itu hanyalah sebuah kamuflase semata untuk menipu mata.
Lalu Radit … dia juga sepertinya tidak jauh berbeda. Apakah hanya dirinya yang biasa-biasa saja di antara teman-temannya yang lain!? Mungkin kapan-kapan dia harus segera menunjukkan jati dirinya pada mereka!!! Didalam dimensi hayalan maksudnya.
Tapi ngomong-ngomong soal Radit "… waktu itu pas Arya ngomong ayah bunda sama kak
Radit maksudnya apa ya? Mereka kakak adek gitu? A-"
"Bukan!" potong Arya yang baru saja datang setelah menganti pakaiannya.
Gadis itu ingin sekali tertawa saat melihat Arya turun hanya dengan mengenakan celana kolor berwarna putih serta kaos oblong dengan warna senada, Ara baru tau jika ternyata Arya juga bisa berpenampilan seperti ini.
"Nggak usah ngejek penampilan gue, toh gue pake apa aja juga tetep aja ganteng …" ujarnya penuh percaya diri seraya menyibak rambutnya ke belakang. Sialnya hal itu memang benar walaupun Ara tidak ingin mengakuinya.
"Jelek! Kaya bapak-bapak!" celetuk gadis itu bertolak belakang dengan kata hatinya.
"Kalo gue bapaknya berarti lu ibunya …" tutur laki-laki itu dengan wajah tanpa eskpresi sembari menyomot beberapa biskuit coklat di atas meja dan ikut mendudukkan tubuhnya di sofa bersama Ara yang masih mematung mencernanya setiap kalimat yang baru saja Arya lontarkan padanya. Apa coba maksudnya?
"Mau bikin apa?" lanjutnya bertanya membuat Ara tersadar menoleh menatap laki-laki itu, "Nggak tau …" balas Ara polos.
"Emang di suruh bikin apaan sih!?"
"Di suruh bikin kerajinan pake barang bekas," jelas Ara ikut menyomot beberapa keping biskuit coklat didepannya.
"Bebas?" gadis itu mengangguk mengiyakan hal tersebut.
"Mau bikin miniatur rumah adat? Dulu gue pernah bikin dari koran sama kardus," tawar Arya mencoba kembali mengingat-ingat bagaimana dulu dia pernah membuatnya bersama Meli saat SMP, "Koran, kardus, lem, stik es, pilok, cat kayu, cat air … gue ada semua," lanjutnya.
"Mau nggak?"
"Ara ngikut aja deh …"
"Kalau gitu lu ikut gue sekarang!"
"Ngapain?"
"Ngambil barang lah!"
"Dimana?"
"Kuburan!!!"
"Aryaaa …"
"Udah ikut aja!!!"
...…...
Setelah mendapatkan apa yang mereka cari kedua remaja itu kini beralih pergi menuju di halaman belakang rumah Arya untuk mengerjakan tugas yang akan mereka buat.
Lagi-lagi dia harus terperangah menatap halaman belakang rumah laki-laki itu, lihat saja itu! Kolam renang? Kolam ikan? Ayunan? Gazebo sederhana? Serta tanaman-tanaman hias besar hingga kecil yang tertata rapi di setiap sudut halamannya, Adem ey!
Meskipun di sini tidak seluas halaman depan rumah Arya namun tetap saja tidak bisa dibandingkan dengan halaman depan rumah Ara sekalipun. Mungkin dia harus benar-benar merawat halaman rumahnya mulai dari sekarang. Iri sekali rasanya diri ini.
"Oy!!!"
"Ah? Apa?" sahutnya sedikit tersentak.
"Ngelamun mulu! Nih potongin! Gue udah bikin polanya, gue mau gulung korannya dulu! Lu yang bener motongnya!" peringat laki-laki itu menatap tajam pada Ara.
"Iya-iya!!!" gadis itu mengambil kasar kardus yang Arya ulurkan padanya membuat laki-laki itu spontan langsung menjitak kening Ara tanpa sadar, "Nanti korannya rusak!"
"Ihk! Apa sih!? Lagian mau di gunting juga!!!"
"Ahk!!! Lama-lama tangan lu yg gue gunting!!! Kesel gue!!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
STARLA my journey
benih2x cint masa keuwuuuan
jd inget masa itu
2023-04-16
2