Bab 12. Rasa

" … Makasih ya kalian udah mau repot-repot datang ke sini … ibu nggak bisa ngasih kalian apa-apa …" Wanita itu tersenyum mengusap puncak kepala Akbar.

"Kita kesini cuma mau main kok, Bu … April juga udah kangen sama anak-anak …" tatapan Bu Yeni berubah haru, dia kini tengah berjalan beriringan dengan seorang gadis SMA, gadis itu kini sudah tumbuh menjadi gadis cantik yang tangguh dia merasa baru kemarin bertemu gadis itu di depan gerbang panti saat April masih sangat bayi.

Bayi kecil yang rapuh dengan teganya di tinggalkan begitu saja oleh orang tua yang tidak bertanggung jawab pada buah hatinya sendiri.

"Kangen Lala nggak?" celetuk Lala yang masih setia menempel di punggung April, gadis mungil itu mengatakan ingin digendong seperti Rara juga.

"Iya kangen sama Lala!" balas April gemas dengan anak itu, jika diperbolehkan dia akan meminta pada orangtuanya untuk mengadopsi saja Lala agar bisa menemaninya di rumah.

"Kak Ara juga … sering-sering ya main ke sini … kasian, ada yang udah nungguin … sampe nggak mau makan …" mereka semua lantas tertawa tatkala melihat Rara menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Ara karena merasa malu.

"Iya … nanti kapan-kapan kakak main lagi ke sini bareng Kak April …" sekarang Ara merasa pulang kembali ke kota ini tidaklah seburuk yang dia kira, karena berada di tempat ini membuatnya merasa cukup nyaman.

"Janji?"

"Janji-! Tapi Rara harus makan banyak ya … harus sehat!"

"Okey!!!"

Ditengah-tengah asiknya mereka berbincang langkah mereka harus terhenti melihat penampakan sekelompok pemuda yang berada di tengah kerumunan anak-anak panti.

"Ngapain mereka ke sini?" gumam April yang sudah tidak asing dengan wajah-wajah mereka.

"Bang Denis-!!!" Akbar berlari menghampiri salah seorang dari mereka, dia berlari melompat memeluk laki-laki itu dengan senyum lebar, baru kali ini April melihat wajah Akbar bisah menunjukkan ekspresi secerah itu pada orang lain selain pada ibu Yeni.

"Satu tahun belakangan mereka jadi sering ke sini … terutama anak-anak yang pake topi itu, dari dulu mereka udah sering bolak-balik main ke sini, kadang sama keluarganya, kadang juga cuma berdua … sayangnya kalau main kalian nggak pernah ketemu …" jelas Bu Yeni, senyum wanita paruh baya itu tak pernah luntur dilihatnya, banyak kerutan yang sudah nampak jelas di wajahnya namun masih tetap terlihat cantik.

"Raka juga Bu?"

"Iya … kamu kenal?"

"Bukan kenal lagi … dia malah udah jadi sepupu aku … kok dia nggak pernah bilang sih!?" disaat April tengah dikejutkan dengan kedatangan Raka yang ternyata sudah sering datang ke panti, lain halnya Ara dia lebih dikejutkan sebuah fakta bahwa Arya ternyata berteman dengan Panji, "Ara baru tau …"

"Kak Ara ayo ke sana! Rara mau ketemu Bang Aji sama Bang Aya …" seru gadis itu bersemangat menunjuk dua pemuda bertopi hitam yang sibuk bercanda dengan anak-anak lain bersama teman-temannya. Bisa bercanda juga mereka.

"Oke …" Ara beranjak pergi menuju ke arah mereka di susul April pun Ibu Yeni.

"Bang Aji-!!!"

"Ha-ah? Oh Rara? Udah makan?" ujar Panji membalas sapaan Rara, dia lumayan terkejut saat melihat gadis mungil itu bersama Ara.

"Udah! Bang Aji ini kakaknya Rara … namanya Kak Ara … waktu itu Rara udah janji buat kenalin Bang Aji sama kakaknya Rara …" jelas Rara menggebu-gebu menatap penuh binar pada Panji.

"Oh-i-iya … Abang udah kenal kok …"

"Iya kah? Kok Rara nggak tau?"

"Abang kenal di sekolah …"

"Ya … Rara jadi pengen sekolah … nanti biar bisa ketemu sama Kak Ara sama Bang Aji juga …" gadis itu mendongak menatap ke samping saat merasakan seseorang mencubit pipinya pun dengan Ara yang meresahkan seorang berdiri di sampingnya, " … Mau sekolah sama Abang aja nggak?" ujar Arya.

"Mau!"

"Ya udah tapi gendongannya sama Abang aja …" bujuk Arya merentangkan tangannya membuat gadis mungil itu juga ikut merentangkan tangannya mengalun di leher Arya.

"Muka Bang Aya kenapa?"

"Jatuh …" balas Arya berbohong tak mungkin juga dia mengatakan jika dia berkelahi dengan seseorang.

"Ehm? Sama dong sama Kak Ara … tadi Kak Ara juga bilang jatuh waktu di tanya sama ibu …" wajah Rara mendadak berubah menjadi sendu menatap Arya.

Cup

"Ehm?"

"Rara cium biar cepet sembuh sama kayak Kak Ara …" gadis mungil itu kembali menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Arya setelah mengecup singkat pipi Arya, sama seperti saat dia mengecup pipi Ara begitu menyadari wajah Ara terlihat sedikit bengkak ketika berada di ruangan bersama ibu Yeni.

"Bang Aji nggak di cium?" ujar Panji mencubit gemas pipi Rara, Ara tidak menyangka kedua orang itu bisa bersikap demikian pada anak kecil padahal kemarin-kemarin mereka bersikap kadar padanya.

"Emangnya Bang Aji kenapa?"

"Bang Aji lagi sakit …" bukan, bukan Panji yang menjawab melainkan Arya kedua orang itu sepertinya memang sedekat itu seperti yang Ibu Yani jelaskan sebelumnya. Mereka sering pergi bersama ketempat ini pun dengan keluarganya, dia jadi sedikit penasaran.

"Sini Rara cium juga …" Panji mendekatkan wajahnya pada Rara membuat gadis itu mencium pipi Panji Tanpa ragu, "Udah!"

"Makasih …" balas Panji mencolek hidup mungil Rara.

"WOY! Ke sini lu berdua!!! Nggak pada mau salim dulu lu sama Bu Yeni!?" pekik Raka pada kedua temannya.

"Oh iya bentar …"

...…...

"Ngapain?"

"Nyari Angin …" balas Ara menatap dua ekor anak kucing yang nampak nyaman tertidur di bawah pohon rindang, "Arya ngapain ke sini? Nggak sama teman-teman Arya?" lanjutnya bertanya.

Laki-laki itu menghela nafasnya ikut mendudukkan tubuhnya disamping Ara, "Tidur …"

Sepertinya mereka semua tertidur bersama anak-anak panti lain usai makan siang, mungkin mereka lelah selepas bermain bersama seharian, Ara pun pergi ke luar setelah menemani Rara pergi tidur.

"Ehm … Ani juga ketiduran abis nemenin Lala tidur …" jelas Ara yang tak di tanggapi sama sekali oleh Arya, tatapannya menatap lurus ke depan dia tidak tau apa yang tengah dipikirkan laki-laki itu.

" … Arya temenan ya sama Panji? Ara kira nggak … soalnya-" ucapannya tertahan di kerongkongan saat mendadak Arya menyadarkan kepalanya di pundak gadis itu tanpa aba-aba, "Gue ngantuk …" gumamnya sebelum benar-benar tertidur pulas.

"Ara juga ngantuk …" lirih gadis itu menyadarkan tubuhnya pada sandaran bangku panjang menyusul Arya ikut terjatuh ke dalam alam bawah sadarnya.

...…...

"Bang Aji kenapa?" tangan kecil laki-laki itu sibuk mencoret-coret kertas putih dengan krayon-krayon berbagai warna.

"Nggak ada … Lu nggak mau tidur Cil? Temen-temen lu pada tidur tuh …" balas Panji yang juga sibuk pada kertas dan pensil ditangannya, kedua orang itu nampak benar-benar sibuk pada kegiatannya masing-masing.

"Nggak mau … takut nanti Rara bangun terus muntah-muntah lagi … nanti nggak ada yang nemenin Rara kalo ibu nggak ada …" jelas Putra tetap fokus pada kegiatannya.

"Biasanya juga lu gangguin dia sampe nangis …" tukas Panji membuat tangan laki-laki kecil itu melemparkan sebatang krayon kearah Panji.

"Oh, udah sombong … susah-susah gue beliin crayon malah lu buang-buang … katanya mau jadi pelukis? Kalo nggak mau krayonnya sini kasih gue lagi-!"

"Jangan! Kan Abang udah ngasih! Masa mau di ambil lagi-!? Nggak boleh tau!" ujar Putra memungut satu per satu krayon yang tercecer secepat mungkin dan memegangnya erat-erat hingga Panji terkekeh karena tingkah anak itu, sampai akhirnya dia melihat Putra tiba-tiba saja terdiam menatap hasil gambarnya yang telah dia buat.

"Bang Aji?"

"Hmmm?"

"Rara bisa sembuh nggak? Uta kasian sama Rara … tiap malem Rara batuk-batuk … kadang keluar darah … Rara juga sering pingsan waktu main sama Uta … Rara demam terus … kata Rara-"

"Uta sayang sama Rara?" tanpa ragu dia mengangguk.

"Uta percaya ngga Rara bakal sembuh?" kali ini matanya nampak sedikit ragu namun dia tetap mengangguk mengiyakan.

"Jagain Rara kalau Abang nggak ada di sini … Rara pasti bakal sembuh …" jelas Panji mengusap lembut puncak kepala Putra, dia anak yang paling dekat dengan Rara dia tak akan ragu berlari sejauh apapun untuk menolong temannya itu.

"Inget bunda Meli? Bundanya Bang Arya?"

"Iya …"

"Sekarang dia tinggal di sini … bunda Meli bilang bakal ngerawat Rara … besok bunda Meli bakal ke sini jemput Rara ke rumah sakit … Uta mau kan nemenin Rara?"

"Mau!!!" serunya bersemangat, "Abang janji kan?" Panji mengangguk mantap, Meli juga sudah berjanji padanya dan Arya bahwa wanita itu akan membantu semampu yang dia bisa, berhubung jadwal wanita itu lumayan padat jadi dia hanya bisa datang esok hari.

Besok juga dirinya harus datang ke rumah sakit untuk beberapa urusan disana, akhir-akhir ini pun pikirannya sedikit kacau karena hal itu.

"Tidur yuk?"

"Nanti …"

"Lu udah ngantuk gitu bocil-! Gambarnya nanti aja!"

"Makanya Abang bantuin Uta dong! Eh jangan deh! Ini buat Rara … Uta mau bikin sendiri … tungguin bentar lagi … nanti kalo udah selesai Uta tidur … biar waktu Rara bangun Uta bisa langsung ngasih gambarnya buat Rara …" jelasnya seraya menguap menahan kantuk.

"Lu hebat Cil, nggak kayak gue …" tutur Panji yang tentunya tak dimengerti oleh anak seusia Putra.

"Uta gitu lho!!! Uta kan superhero!"

"Iya lu superhero …" lu superhero, nggak kaya gue yang bahkan nggak bisa jagain orang yang gue sayang …

"Iya dong!"

"Cil-!!!"

"Apa?"

"Ayok berjuang sama-sama …"

"Ayok! Nanti kalo ada penjahat Abang harus bantuin Uta!"

"Serah lu Cil-!"

"Eh? Kak Ara ngapain di situ? Kok nangis?"

...…...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!