Bel istirahat berbunyi Ara segera keluar dari gudang dan pergi mencari April di kelasnya, dia pergi ke gudang tepat setelah Arya pergi begitu saja meninggalkannya seorang diri di depan kelas.
"Ani-!!!" Sapa Ara cerah melihat April keluar dari dalam kelas.
"Tumben Ani nggak bolos?"
"Lagi males …" gadis itu mengangguk tidak mau terlalu memikirkannya, " … Harusnya tadi lu di kelas aja …" gumam April yang hampir tak dapat didengar jelas oleh Ara.
"Hah? Kenapa?"
"Ah! Nggak ada! Yok ke kantin!"
"Ayokkkkkkkkk …" balas Ara seraya menarik tangan April menuju kantin demi mendapatkan makanan pengganjal perut murah meriah.
"Eh Ani tau nggak!?"
"Apa?"
"Tadi di kelas Ara ada anak baru nges-"
"WHAT!? SERIUS? ITU ANAK BARU DIKELAS LU!? COWOK KAN? YANG KATANYA
GANTENG!?" Ara menutup daun telinga karena April tiba-tiba saja berteriak keras, dia berani bertaruh jika seantero sekolah bisa mendengar suara gadis itu tanpa perlu menggunakan pengeras suara, jika hal ini terus terjadi bisa-bisa gendang telinganya akan benar-benar rusak.
"Ihk! Toa! Kepala Ara lagi pusing! Jangan teriak-teriak nanti yang sakit gigi nggak sembuh-sembuh!" sindir Ara, mungkin kapan-kapan dia harus membawa April pergi ke tukang servis radio untuk menurunkan sedikit volumenya.
"Harusnya mereka tuh bersyukur! Berarti mereka nggak budeg karena masih bisa denger suara gue!" bela April berbangga diri atas pencapaiannya yang tak bermutu.
"Iya, tapi nanti lama-lama malah budeg juga," itu yang ingin Ara sampaikan namun dia hanya bisa berucap, "hemmmm …" tidak ingin memperpanjang perkara kecil kalau tidak ajang debat dadakan akan kembali terulang.
"Dih! Gue geplak juga pala lu!"
"Jangan!!!" gadis itu menahan tangan April yang hendak menyentuh kepalanya, "Kepala Ara benjol-! Nanti makin benjol-!"
"Serius?" dia mengangguk kecil mengusap-usap bagian kepalanya yang sudah tumbuh bukit kecil.
Plakkk
"ANIIII!!!!"
Kejam …
Sungguh Kejam …
Dia benar-benar Kejam …
Kenapa dia harus dipertemukan dengan teman seperti itu!?
Kenapa!?
Rasa-rasanya kepalanya berdenyut hebat disertai rasa panas setelah April benar-benar melayangkan telapak tangannya, ditambah tenaga gadis itu cukup besar untuk ukuran yang tidak normal.
"Heh! Shinchan anak gorila lu apain tuh temen lu! Sampe nangis gitu!" celetuk seorang laki-laki berkulit sawo matang yang tiba-tiba saja datang bersama teman-temannya, tentunya dengan penampilan nyeleneh yang tidak kalah nyelenehnya dari Ara, lihat saja cara dia berpakaian.
Dari mulai tiga pasang dasi yang diikatkan di kepala sebagai bando dan pita di kedua lengan, sabuk yang diikat di leher, celananya panjang sebelah, tali sepatu bewarna warni, kaos kaki pelangi, dan … ah sudahlah.
Namun anehnya April tidak pernah sekalipun melihat laki-laki itu tertangkap saat razia seragam.
Jika Ara adalah Mrs. Nyeleneh dari 10 IPS 5!
Maka Raka adalah Mr. Abnormal dari 11 IPS 2!
Untungnya anak-anak IPS di angkatan kelas dua belas sudah pensiun sejak awal semester di mulai, jika tidak mungkin mereka akan bersatu dan menghancurkan image seluruh jurusan karena tingkah mereka.
"Lu mau sekolah apa mau ngedugem nyari om-om sih!?" Jika saja bukan karena alasan sepupu, ingin rasanya April membanting laki-laki itu.
"Napa? Demen lu ma gue!" balas Raka dengan gaya menyibak rambut ala-ala banci dijalan raya.
"Eh cewek!" Ara mendongak menatap Raka, karena posisinya saat ini tengah berjongkok akibat ulah April yang memukul bagian kepalanya.
"Lah? Oh! Lu kan Dedek Emes yang waktu itu kena sambit bola gara-gara Panji-!!! Lah!? Itu lu kenapa? Udah kaya mumi gitu? Dianiaya lu sama sepupu gue?" tanya Raka beruntun.
"Heh! Sembarang lu kalo ngomong!"
"Sopan dikit kek lu sama yang lebih tua!!!"
"Tua aja lu banggain!!!" sinis April, dia selalu bertanya-tanya gen laki-laki itu sebenarnya berasal dari mana? Tidak ada satu orangpun dalam keluarganya yang memiliki sifat seperti itu.
Hanya Raka seorang!
Hanya dia!!!
Padahal faktanya dia bukanlah anak pungut!!! Lalu kenapa sifatnya sangat-sangat bertolak belakang dengan keluarganya!?
Kenapa!?
Mungkin dialah satu-satunya produk gagal di dalam keluarganya-!
"Ck! Cepetan gue laper!" Tatapan Ara beralih menatap Panji yang berlalu pergi meninggalkan teman-temannya dia tak sadar jika di sana juga ada laki-laki itu.
"Tuh anak napa sih!? Udahlah … dadah Dedek Emes!!! Dah Anak Gorila!!! Kalo sepupu gue ngebully lu bilang sama gue ya!!!" ujar Raka sebelum berlari menyusul Panji meninggalkan temannya yang ditinggal seorang diri.
"Jangan lupa lukanya diobati nanti infeksi …" selepas itu sosok laki-laki berkacamata bulat dengan tampang lebih normal dan rapi dari pada teman-temannya itu pun juga ikut berlalu pergi menyusul mereka berdua.
"DORRR!!!"
"4nj1ng!!!"
"Liatin apa lu pada hah!?"
"Pergi lu!" usir April, akhir-akhir ini tensinya langsung naik jika bertemu Radit, pantas saja dia sering melihat Ara kabur secara sembunyi-sembunyi dari Radit.
"Ra? Ara? Sayang? Ayyara Ashalina!!!" Radit sedikit menaikan beberapa oktaf suaranya diakhir kalimat tatkala Ara tidak menyahut panggilannya sama sekali.
"Oh? Hah? Apa?" balas Ara membuat Radit sedikit kecewa, laki-laki itu mulai berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Ara, namun saat dia sudah dalam posisi berjongkok sepenuhnya Ara malah berdiri menarik April pergi menuju kantin meninggal Radit seorang diri.
"Nasib gue gini banget …" gumam Radit datar menatap kepergian Ara bersama April.
"Oy Dit? Lu lagi ngapain?"
"Nyari kut4ng!"
"Bocah sinting!"
...…...
"Heh! Berdua! Tega lu pada ninggalin gue sendiri kaya gembel di jalanan!?" protes Radit saat sampai di kantin, dia ikut duduk bergabung dengan kedua gadis itu yang ikut bergabung bersama Panji dkk karena Raka yang memaksa. Katanya sih ingin duduk bersama Ara sekaligus mempererat tali persaudaraan dengan anak gorila.
"Pak ketos baru dateng udah marah-marah aja …" ujar Raka mengomentari.
"Gue punya dendam tersendiri sama sepupu lu …" sejujurnya ini pertama kalinya Radit ikut bergabung dengan mereka, dia juga tidak terlalu dekat dengan Panji dkk. Meski begitu dia sedikit mengenal Panji karena pernah berteman dengannya saat SMP juga karena beberapa alasan lainnya.
Dan dia juga sekelas dengan Denis, laki-laki berkacamata bulat dengan tampang bak artis Korea. Salah satu rival abadinya dikelas.
Lalu Raka?
Oh, dia hanya sering melihatnya berdebat dengan April di jalan, koridor, depan toilet, lapangan, ruang guru, dari mulai saat PAUD, TK juga SMA dia selalu melihat mereka berdua. Sedangkan saat Sekolah Dasar dia hanya pernah melihat April tapi tidak dengan Raka, pun saat SMP dia pindah keluar kota.
Meski begitu April yang sering mengajaknya berdebat seakan gadis itu memiliki dendam kesumat terhadapnya dari sejak pertama kali gadis itu masuk di PAUD yang sama dengannya juga Raka. Atau mungkin gadis itu memang senang sekali mengajak orang lain berdebat Radit tidak tau pasti, yang jelas mereka jarang akur.
"Ikhlas ridho kalo lu mau mutilasi dia," balas Raka yang langsung dihadiahi lemparan kulit kacang yang baru dikunyah April. Masih anget, baru keluar dari penggilingan.
"Jorok banget lu jadi cewek! Pantesan nggak laku-laku!" nah lihat kan!? Gadis itu memang senang sekali memacari gara-gara terutama pada Raka.
"Ngaca lu!"
"Gue mah ganteng!!!"
"Muka kaya keset welcome ada lu sebut ganteng!!!" Dan perdebatan itu pun terus berlanjut.
"Sini gue bukain …" ujar Radit, tangan kekarnya mengambil sebotol air mineral yang digenggam Ara saat Radit melihat gadis itu kesulitan membuka tutup botolnya.
"Makasih …"
"Iya nggak apa-apa, sebagai suami yang baik harus selalu siap siaga buat istrinya …"
"Heh! Lu buntut kadal-!!! Nggak usah ngadi-ngadi lu!" sewot April, enak saja main tikung,
"Kalo lu emang mau nih anak, sini lewati m0ny3t punya gue dulu!!!"
"M0ny3t? Masih hidup dia?" sambar Raka.
"Nggak majikan nggak hewan peliharaan sama-sama nggak waras, bisa-bisanya 4nj1ng dinamain m0ny3t …" gumam Radit nyaris tidak terdengar.
"Itu masih mending, dulu dia pernah punya kucing namanya b4b1 tapi tingkahnya kaya 4nj1ng … tahun lalu si b4bi gelud sama m0ny3t, akhirnya dia mati gara-gara nggak sadar diri … persis kaya pemiliknya …" jelas Raka membuat laki-laki itu kembali di sembur kulit kacang langsung dari sumbernya.
"Yang, besok-besok kalo kita nikah nyari hewan peliharaannya yang normal-normal aja ya …" ucap Radit yang tertuju pada Ara.
"Ara lebih suka kucing, katak, bunglon, sama tikus putih …"
Uhuk Uhuk
Sepuluh pasang mata itupun kompak menjurus menatap Panji, wajah laki-laki itu terlihat berubah menjadi kemerahan setelah tersedak kuah soto dengan ekstra cabai.
"Nggak ada angin nggak ada hujan …" ujar Raka.
"Nggak ada badai nggak ada petir …" lanjut April mengikuti.
"Gada ombak gada tsunami …" timpal Denis setelah lama diam menyimak teman-temannya.
"Cintaku hanya untuk Ayyara Ashalina seorang …" sambar Radit semakin menjadi-jadi membuat April melayangkan tangannya menjambak rambut Radit tanpa ampun.
"Gue duluan!" singkat Panji berlalu pergi seraya menenggak minuman kaleng yang sempat dia belinya.
"Kenapa sih tuh anak?"
"Nggak tau … akhir-akhir ini juga sering ngelamun …" tambah Denis menatap punggung Panji yang terus menjauh dari pengelihatannya.
...…...
"Hahhh … cape …"
Malam ini, adalah malam yang lebih gelap dan dingin dari biasanya, tiada gemerlap bintang yang menampakkan diri mereka, bahkan sang bulan pun telah hilang di antara awan-awan.
Suara jangkrik seketika lenyap berganti menjadi gemericik hujan yang menari bersama angin malam.
Gadis itu nampak termenung menatap langit-langit kamar gelap tanpa pencahayaan karena lampu yang sengaja dimatikan.
Jam dinding di kamarnya hampir menunjukkan pukul sebelas malam, ini hampir mendekati tengah malam namun dia masih juga tak bisa menutup matanya.
Rasa nyeri pada tubuhnya masih belum juga menghilang bahkan beberapa lukanya sempat terbuka.
"Pengen tidur …"
Menit demi menit berlalu, suara detik jarum jam semakin terdengar jelas di telinganya menggantikan gemericik hujan yang mulai menghilang, membawanya perlahan masuk ke dunia alam bawah sadar.
Akan tetapi hal itu tidak berlangsung lama tatkala bantingan pintu yang cukup keras kembali membangunkan tidurnya.
Gadis itu mendengus menatap jam dinding di dalam kamar, ini sudah lewat tengah malam dan ayahnya malah baru pulang sekarang.
Perlahan telinganya mulai menangkap dengan jelas perdebatan-perdebatan kecil yang selalu terjadi berulang kali.
Dia baru saja tidur sekitar satu jam yang lalu dan dia harus kembali terjaga karena hal-hal seperti ini. Rasa-rasanya dia sudah cukup muak mendengarkan perdebatan-perdebatan panjang yang selalu terjadi di larut malam.
Ada saja hal-hal kecil yang membuat orang-orang di rumahnya berdebat, berawal dari perdebatan kecil hingga akhirnya malah semakin membesar dan runyam.
Andai saja perdebatan itu hanyalah sebuah perdebatan biasa yang sering kali April lakukan bersama Radit ataupun dirinya. Tetapi ini berbeda.
Bahkan dirinya juga sudah seringkali berdebat hebat dengan ayahnya karena beberapa hal yang terjadi, "Kalau nggak saling suka ngapain kalian nikah sih!? Kenapa nggak cerai aja!? Kalian pikir rumah ini tuh tempat buat ajang debat? Mau tidur aja gue susah!"
Ara menatap langit-langit kamarnya sama sekali tidak mengerti akan kondisi keluarganya saat ini, apakah dirinya tidak bisa mendapatkan keluarga yang seperti sedia kala?
Ayolah … orang-orang bilang rumah adalah tempat terbaik untuk pulang setelah lelah beraktivitas seharian, rumah adalah tempat ternyaman dan aman bagi penghuninya, rumah adalah tempat mengeluarkan keluh kesah, rumah adalah tempat bersandar, rumah adalah tempat terbaik untuk berbagi tangis dan tawa bersama.
B4C0T!!!
Baginya rumah hanyalah sebuah surga yang tiba-tiba saja berubah menjadi neraka, tempat meluapkan segala amarah, tempat dimana batin dan kesabarannya sungguh diuji, tempat yang selalu membuatnya gusar setiap saat bahkan hampir kehilangan akal.
Ya!
Itulah adalah rumahnya!
Dia lelah!
Ara juga ingin memiliki rumah kecil layaknya sebuah surga di dunia untuknya pulang, untuknya bersandar, untuknya berlindung, untuknya mengeluarkan keluh kesah, untuknya berbagi cerita penuh tawa dan air mata, bukan tempat layaknya neraka yang penuh dengan kekacauan.
"Sehari aja … cuma sehari … Ara pengen istirahat, nggak bisa ya?"
Pranggg
Dia tersentak segera berlari keluar dari kamarnya untuk memastikan hal yang terjadi diluar sana, detak jantungnya terpacu sangat cepat ada perasaan takut yang tiba-tiba saja datang menyerbunya.
Betapa terkejutnya dia saat melihat pemandangan di hadapannya, rahangnya mengeras menatap pecahan beling yang berceceran di lantai rumah. Gadis itu tertawa geli menatap kedua sosok manusia di hadapannya sebelum akhirnya gadis itu kembali meledak meluapkan sedikit emosi yang ditampungnya hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments