Bab 3. Sesak

Mentari mulai menampakkan sinarnya memeluk bumi dengan penuh kehangatan, cahayanya yang terang menembus melewati sela-sela jendela kamar seorang gadis yang hingga kini masih tertidur dengan lelap di atas tempat tidurnya.

Tok Tok Tok

"Sayang … ayo bangun udah siang, kamu nggak sekolah?" Suara itu dengan lembut menyapa gendang telinganya.

Matanya mulai mengerjap mengumpulkan segala kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya, "iya, aku udah bangun …"

"Kalau udah selesai nanti jangan lupa sarapan ya …"

"Aku sarapan disekolah aja …" ujarnya seraya berjalan menuju kamar mandi.

"Tap–"

"Aku sarapan disekolah aja … aku mau mandi dulu," tolaknya dengan penuh, bagi Ara tak ada gunanya jika dia berlama-lama di dalam rumah.

Gadis itu lebih suka menghabiskan waktunya di luar rumah meski hanya seorang diri.

"Ya udah ibu mau ke kamar dulu, kalau mau kamu ambil aja kotak makan di atas meja, itu udah ibu siapin …" tidak ada niatan sedikitpun dari Ara untuk membalas, gadis itu nampak bungkam di dalam kamar mandi sembari menatap datar dirinya dari pantulan cermin.

"Ck! … harus ditutupin pake foundation!" Keluh Ara selepas melihat kondisi tubuhnya saat ini, gadis itu cukup menyesal akan tingkah konyolnya semalam.

"Hfff …" dia menghela napas pelan dengan mata yang perlahan terpejam, terkadang dirinya merasa terjebak di dalam isi kepala yang tiada habis-habisnya hingga membuatnya tak tahu harus kemana dan bagaimana.

Sepertinya dia butuh sedikit liburan terlebih setelah kejadian semalam.

"Haaaaaaaaa … gue capeeeee …" gadis itu mendengus menyadarkan tubuhnya pada dinding kamar mandi.

"Sesak …"

"Jahat ya kalian … pergi nggak ngajak-ngajak Ara …"

"Enak nggak di sana? Kalau di sini … ah nggak perlu Ara jelasin juga kalian pasti udah tau …"

Dalam beberapa tahun terakhir banyak hal yang terjadi padanya, bahkan sebelum dia benar-benar lepas akan masa lalunya.

Ada rasa sesak yang menyeruak masuk dalam dirinya, membuat buliran bening tumpah mengalir begitu saja dari balik kelopak matanya yang terpejam.

"Boleh nggak sih Ara pergi aja ke sana?"

"Kalau emang boleh, tolong jemput Ara ya?"

"Hahahaha … kenapa?"

"Ya cape aja gituuuu … hehe …"

"Nggak kasian apa sama Ara?"

"Boleh ya?"

"Nggak kangen ya sama Ara?"

"Janji nanti nggak nakal lagi …"

"Boleh kan? Mau kan jemput Ara?"

"Boleh …"

"Ah …"

"B3g0!"

Pranggg

Suara nyaring itu menggema mengisi seluruh sudut ruang kamar mandi tatkala gadis itu memukul keras cermin didekatnya hingga pecah berkeping-keping di atas lantai.

"Ck! Gue ngapain sih!? Lama-lama gue bakal beneran masuk rumah sakit jiwa kalau kaya

gini terus!"

"B4ngs4t!!!"

...…...

"Itu tangan lu kenapa? Udah kaya tangan mumi aja, kagak sekali mau di amputasi?" Mata Radit terpaku menatap tangan dari sosok kesayangannya yang berbalut kain kasa.

"Ihk kalo ngomong! Tangan Ara masih sehat, aman, damai, sentosa ya!" pekik gadis itu tidak terima. "Masa?"

"Tau lah! Tadi Kak Radit belum jawab pertanyaan Ara! Ngapain Kak Radit ke rumah Ara!?" pasalnya pagi-pagi sekali Ara sudah mendengar suara deru mesin motor serta klakson dari luar rumahnya.

Saat dirinya keluar dia sudah disuguhkan penampakan Radit yang duduk manis di atas kuda besinya.

Ara tidak tau bagaimana cara Radit bisa mengetahui letak pasti rumah tempat tinggalnya, padahal tak pernah sekalipun dia memberitahukan mengenai alamat rumahnya pada seseorang kecuali pada April, dan itupun terjadi karena adanya sebuah tragedi.

Benar-benar patut dicurigai.

"Nyari sembako! Ya jemput lu lah! Tapi itu beneran nggak apa-apa? Sakit nggak?"

"Iya! Ara nggak kenapa-napa! Terus Ara bisa pergi ke sekolah sendiri …"

"Naik angkot kan?" Gadis itu mengangguk membuat Radit semakin tersenyum manis padanya, "Mending ngojek sama gue aja, gratis nggak bayar dijamin nggak bakal dapat hukuman dari pak Beno gara-gara telat, gimana? Mau naik apa nggak?"

Bola mata Ara seketika berbinar, benar juga apa yang dikatakan Radit dia jadi tidak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun ke sekolah, dia dapat menghemat beberapa ribu rupiah yang bisa dia gunakan untuk membeli beberapa batang permen coklat di kantin sekolah, "Oke setuju!" Ucapnya bersemangat.

Demi permen coklat!!!

Permen coklat!!!

Coklat!!!

Tin Tin Tin

Brmmm

Belum sempat Ara duduk di atas kuda besi Radit, dari arah belakang April datang dengan motor matic milik ayahnya sembari melirik sinis pada Radit, "Temen gue mau lu culik kemana hah!?"

"Orang gue cuma ngasih dia tumpangan!" Balas Radit tidak terima sekaligus kesal karena rencana berangkat sekolah bersama Ara kini terancam gagal total, padahal sudah susah-susah dia mencari alamat rumah gadis pujaannya. Jangan tanya bagaimana cara mana dia bisa mendapatkannya! Asal kalian tau itu rahasia!

"Ayyara Ashalina! Lu mau boncengan sama gue apa sama Kak Radit?" Tanpa pikir panjang

Ara berlari menghampiri April dan langsung naik ke atas jok motor teman kampretnya tanpa perlu diminta, "Ayo jalan!!!" Serunya bersemangat, jarang-jarang April membawa motor ke sekolah dan firasat Ara cukup bagus mengenai hal ini.

"Okey! Dadah Kak Radit~" laki-laki itu hanya bisa terpaku di atas motor menatap sang pujaan hati pergi meninggalkannya seorang diri.

Radit tersenyum kecut melihat hal itu terjadi begitu saja didepan matanya, hatinya seakan telah dihempas kuat ke dataran setelah sebelumnya di bawa terbang menuju awang-awang. "April sialan! Sengaja kan lu! Awas aja kalo ketemu!"

"Hfff … sabar Radit … sabar …" ujarnya pada diri sendiri sebelum memacu kuda besinya melaju dengan cepat membela jalan raya menuju sekolah, sekaligus memastikan apakah dua curut itu benar-benar masuk sekolah atau malah bolos di lain tempat.

...…...

"Ani tumben bawa motor?"

"Sekali-kali mumpung ayah lagi libur jadi motornya gue bawa …" Ara menoleh memperhatikan kanan-kiri jalan yang biasanya tak mereka lalui untuk pergi ke sekolah, jalanan yang sedikit berputar-putar serta berliku namun masih tetap di arah dan tujuan yang sama yaitu SMA Dhamar Putih 01.

"Emang bunda ngijinin?" Semenjak berteman dengan April Ara cukup mengetahui seluk beluk keluarga gadis itu, ibunya yang merupakan seorang mantan polisi serta penuh disiplin tidak akan mungkin mengijinkan April yang belum memiliki SIM berkendara seorang diri, kecuali …

"Gue nggak ijin sama bunda, tapi ayah tau kalau motornya gue bawa, kuncinya aja malah dikasih sama dia," jelas April nampak berseri karena hal ini memang jarang sekali terjadi.

"Bunda nggak tau apa ya, kalau anaknya ini calon-calon pembalap internasional, tapi malah nggak diijinin naik motor ke sekolah," lanjutnya memprotes kebijakan-kebijakan juga undang-undang yang berlaku dirumahnya, perlu kalian ketahui jika ibunya itu cukup tegas pada April, walau tetap saja anak itu sudah berkali-kali lolos dari hukuman maut ibunya atas bantuan sang ayah.

Ara sendiri benar-benar salut pada Dian karena sabar mendidik anak titisan bangsa dedemit yang satu ini, sekaligus mengurus suaminya yang memang sebelas dua belas dengan anaknya.

"Kalo kena marah pas pulang sekolah gimana?"

"Bodoamat, orang ayah yang ngijinin … paling tuh bapak-bapak mau ada apa-apa sama bunda, makanya biarin gue bawa motor dia, parah emang!"

"Miris sekali anak pungut yang satu ini …" celetuk Ara.

"Gue anak pungut tapi masih di sayang, lah elu anak kandung rasa anak pungut …" Hening.

Kedua gadis itu nampak terdiam ditempat sebelum akhirnya tawa mereka meledak bak orang gila yang lepas kendali di tengah jalan, mengakibatkan keduanya hampir terjungkal di selokan dekat perempatan. Alhasil mereka kena sambar para warga sekitar, memang dasar setan-setan meresahkan.

Oke.

Kembali ke jalanan.

"Na …"

"Hm?"

"Jujur sama gue, tangan lu kenapa?"

Gadis itu diam sejenak, "Oh ini? Ara kira Ani ngga–"

"Tangan lu kenapa?" Ucap April mengulang pertanyaan yang sebelumnya dia lontarkan.

"Jangan coba-coba bohongin gue …"

"Nekat ciuman sama kaca…" balasnya sedikit bercanda seraya menatap nanar tangannya yang berbalut kain kasa, Ara akui dia itu memang bodoh karena memukul cermin dengan tangan kosong seperti tadi.

"Sakit?"

"Lumayan …" cicitnya tersenyum masam.

"Hfff … makanya! Lu udah jadi anak pungut nggak usah banyak tingkah! Mampus kan lu!"

Pletakkk

"Oy! Kepala gue! Sakit tau!"

"Maap, tangan Ara gatel pengen getok kepala Ani-!"

"Halah gue jatuhin juga lu disini-!"

"Tega kamu kaya gitu!?"

"Idih! N4j1s!"

"Nyeh!"

"Na …"

"Hm?"

"Pegangan, gue mau ngebut!"

"Oghy!"

Motor yang ditumpangi kedua gadis itu seketika melesat, terpacu sangat cepat membela jalanan seolah tengah sengaja memancing keributan. Ditambah dengan wajah-wajah songong yang mereka perlihatkan. Memang manusia minim akhlak.

Menit demi menit pun berlalu setelah perjalanan panjang serta beribu rintangan yang mereka lalui bersama, akhirnya kedua gadis itu sampai didepan sekolah dengan pintu gerbang yang sudah tertutup rapat.

Dan berakhir dihukum pak Beno ditempat.

Tamat.

...…...

"Kalo tiap hari kalian gini, bisa-bisa kinclong ini satu sekolah …" sindir Pak Beno menemani kedua curut itu untuk membersikan seluruh halaman sekolah, Se-lu-ruh! Tanpa terkecuali.

"Ya elah bapak! Kalau kaya gitu sih ntar yang jadi tukang bersih-bersih sekolah makan gaji buta dong? Kan kita yang bersihin tapi nggak dikasih gaji-! Malah mereka yang digaji-!" protes April, bisa-bisanya mereka berdua diberi hukuman untuk membersihkan seluruh halaman sekolah seperti ini.

Kalau lingkungannya kecil sih tidak akan menjadi masalah, lah ini!?

Gede cuy!

Lapangan outdoor nya aja ada tiga. sudahlah satu lapangan luasnya cukup untuk membuat kalian berkata 'wah'. Dan mereka hanya disuruh mengerjakannya berdua, diawasi sama bapak gundul pula.

"Siapa suruh kalian bolos kemarin!? Hari ini juga malah datang telat! Udah kalian kerjain aja itu yang rajin … pada nggak suka di kelas kan? Nanti kalau sudah ada bel istirahat kalian boleh istirahat, selesai istirahat kalian lanjut bersih-bersih sampe semuanya bersih, kalau nggak bersih nggak boleh pulang sampe bersih, sekali-kali berbuat baik itu nggak apa-apa …"

"Bapak mau keliling dulu, nanti bapak ke sini lagi kalau kabur bapak tambah hukumannya …" lanjut Pak Beno sebelum akhirnya beranjak pergi meninggalkan mereka berdua.

"Kepalanya elit … hukumannya pun syulit …" celetuk Ara menatap punggung pria paruh baya yang berjalan jauh meninggalkannya, seraya mengembungkan pipi bulat bagaikan roti padat.

...…

...

Gabrukkk

Kedua gadis itu menghempaskan tubuhnya di atas kursi kantin setelah bel istirahat berbunyi, "Tau gini tadi bolos aja nggak usah ke sekolah …"

"Huum … ini sih namanya bukan sekolah, tapi kerja rodi …" balas Ara menimpali.

"Nggak tau kenapa sekolah yang biasanya keliatan bersih rasa-rasanya hari ini kok malah banyak sampah … udahlah itu pohon nggak bisa di ajak kompromi …"

"Emang dasar sampah masyarakat!!!"

"Na?"

"Ehm?"

"Habis ini bolos aja yok, tiba-tiba gue pengen ke pantai … nanti gue jajanin bakso bakar kalo ada …"

"Ayok … tapi beli es dulu, hausss …"

"Key …"

...…...

Angin berhembus kencang membelai tiap helai rambut kepala, seirama dengan deburan ombak yang terlihat indah sejauh mata memandang.

Sesuai perjanjian sebelumnya, kedua gadis itu kini tengah berdiri beralaskan pasir pantai. Tentunya hal ini membutuhkan sedikit perjuangan yang dilakukan agar bisa lolos dari penjagaan.

"Ani … mau itu! Katanya mau bayarin Ara!!!" Ucap gadis itu menunjukkan salah satu penjual bakso bakar.

"Iya-iya …"

"Aaaaaa makasih …" tanpa banyak berfikir lagi Ara langsung berlari menyerbu dibalik antrian demi mendapatkan beberapa tusuk bakso bakar yang dijual.

"Umur berapa sih tuh anak?" Terkadang April merasa dia tengah membawa seorang adik kecil yang perlu diasuh saat dia pergi bersama Ara, meski begitu dia tetap menyukainya.

Dia berjalan hendak menyusul Ara sembari menikmati desiran ombak yang terus menggema memasuki telinga.

Tenang,

Itu yang tengah dia rasakan,

Membawanya terbang dan hanyut dalam pikiran.

'Uhg! Gue kangen lu sialan!'

Gadis itu menggeleng kuat berusaha mengendalikan dirinya segera pergi menghampiri Ara, "Mang, gue dong sepuluh ribu … sekalian sama dia …" tunjuk April pada Ara saat menyerahkan selembar uang kertas berwarna hijau ditangannya.

Setelah mendapatkan apa yang mereka pesan keduanya memutuskan untuk berkeliling sebentar di sekitaran bibir pantai untuk menikmati ombak.

"Ani-!"

"Ehm?"

"Pegangin punya Ara dulu …" Ucapannya mengulurkan plastik bening dengan sisa beberapa tusuk bakso bakar didalamnya.

"Emang lu mau ngapain–"

Plakkk

"Anak s3t4n!!!" Ara berlari menjauh setelah berhasil lempar segenggam pasir basah pada baju April, dia dapat melihat wajah April yang berubah menjadi kesal.

"Ayyara Ashalina!!!" Spontan saat itu juga April terpancing untuk mengejar Ara yang nampak tertawa puas setelah berhasil menjahili sahabatnya.

"Sini lu 4nj1r!!! Berhenti nggak lu!!!"

"Nggak mauuuuu …" gadis itu masih terus berlari sembari mengejek April tanpa memperdulikan kondisi sekitar yang lumayan ramai.

Dan...

Brukkk

Gedebuggg

Byurrr

"Ehk …"

Gadis itu jatuh terjerembab di atas air laut setelah kakinya tersandung sesuatu yang cukup besar.

'Go block!!!'

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!