Part (12)

Ini bukan tentang warisan Taehyung, tapi tentang di mana wajahnya saat berhadapan dengan Yeonjun.

Dengan berani ia menikah dengan Taehyung, jika pernikahan sebesar biji jagung itu kandas, akan sangat memalukan.

Taehyung tak akan terbebani, dia kaya sedari kecil dan sukses, banyak wanita yang mau dengannya.

Sementara, Yeji? Hidup dengan cukup saja sudah memuaskan.

“Tapi, ini bukan ....”

Raut wajah Yeji memburuk, dua keputusan menanti untuk dipilih.

Berhenti atau lanjut? Cerai atau memiliki anak? Yeji sangat bingung.

“Saya mandi dulu,” Taehyung beranjak.

Yeji membeku di sana, air matanya ingin mengalir detik ini juga.

Bimbang, pikirannya menjadi pusing.

Yeji menangkup kepalanya, memijat keningnya perlahan.

“Dia memang baik. Tapi, untuk sejauh itu ... ah aku tidak bisa.” dengusnya.

Dalam lubuk hati, masih pada Yeonjun. kisah mereka belum berakhir di sana, Yeji tak bisa menyakiti Yeonjun sebesar itu.

Hari menjelang siang, para pengacara datang sesuai yang diberitahukan Taehyung.

Mereka datang dengan surat wasiat dari mendiang kakek Taehyung.

Yeonjun menyaksikan dari kejauhan, juga Yeji yang berada tak jauh dari tempat mereka duduk.

“Tuan akan segera datang,” ucap pelayan.

Setelah mempersilahkan mereka duduk dan menyajikan minuman.

Taehyung menghampiri—menjabat tangan mereka. Seakan tak begitu asing, ya mereka sudah lama saling kenal.

Kedua orang itu adalah pengacara kepercayaan kakeknya, Taehyung mengenal mereka saat sedang terlibat masalah.

“Selamat siang, tuan. Apa kabar?” tanya mereka.

Bergantian menjabat tangan Taehyung ramah. Penerus bisnis yang sangat kompeten, Kim Taehyung. Mereka sangat setuju dengan keputusan pimpinan.

“Selamat siang, saya baik-baik saja, bagaimana dengan kalian?”

Duduk di sofa yang berseberangan. Tak membuat jarak yang jauh antara mereka.

“Kami turut berduka cita, atas kepergian pimpinan besar.” ungkap mereka.

Sedikit kaget dengan kepergian pimpinan yang mendadak. Akan tetapi, beruntung surat wasiat dibuat tepat pada waktunya.

“Baik, dalam surat wasiat pimpinan. Tertulis semua asetnya baik pribadi ataupun bisnis akan diberikan kepada cucunya yang menikah terlebih dahulu. Sekurang-kurangnya tiga bulan dari kematiannya.” jelas mereka.

Taehyung sudah tahu isinya dan maksud kakeknya membuat wasiat itu.

“Rumah yang ditinggali orang tua Yeonjun, apakah juga termasuk aset milik kakek?” tanya Taehyung.

Teringat akan konflik besar keluarganya.

Orang tua Yeonjun tak memiliki hubungan yang baik dengan kakeknya.

“Itu termasuk, karna masih atas nama pimpinan.” jawab salah satu, “akan tetapi, Yeonjun mendapatkan biaya pendidikannya hingga selesai dan saham satu perusahaan cabang.”

Itu tak seberapa dengan aset yang diterima Taehyung.

Yeonjun sangat iri, bagiannya hanya sedikit sementara kakaknya sangat banyak.

Padahal kakaknya sudah memiliki harga kekayaan yang cukup untuk generasinya.

“Apa ada hal yang harus diurus?”

Taehyung membaca keseluruan surat wasiat dengan teliti.

“Dia tidak menikah dengan benar!” suara seseorang datang.

Menerobos masuk dan menganggu pembicaraan Taehyung.

Yeonjun menelpon orang tuanya, meminta mereka datang untuk membuat kesepatakan.

“Dia tidak bertunangan dan langsung menikah? Apa itu pernikahan kontrak?”

Mereka membuat Taehyung marah, karna ikut campur terlalu dalam.

Baik dalam urusan pribadi dan pernikahannya.

“Kalian sudah kalah, saya tidak mengambil rumah kalian bukan?” sergah Taehyung.

Pengacara tak boleh tahu tentang kebenaran pernikahannya. Bisa saja mereka kecewa atas keputusannya.

“Kau serakah! Seperti kakakku! Sangat mirip!” ejek mereka.

Mengungkit kematian orang tua Taehyung.

“Kenapa kalian datang ke sini?” tanya pengacara.

Mereka bingung dengan kedatangan orang tua Yeonjun yang tiba-tiba.

“Pengacara ... coba tanyakan padanya, jika dia benar-benar menikah, apa dia akan memiliki anak? Layaknya pernikahan pada umumnya.” ujar mereka.

Memanipulasi keadaan, semakin memojokkan Taehyung.

“Jika mereka memiliki anak, maka itu akan baik. Pimpinan menyiapkan saham di beberapa negara untuk keturunan tuan Kim.”

Taehyung tak percaya dengan yang didengarnya.

Keinginan kakeknya benar-benar kuat. Taehyung benar-benar menyesal atas semua keputusannya.

Tentang tidak menikah, tidak memiliki anak, dan tidak berkeluarga. Membuat Kakeknya sangat frustasi.

“Bagaimana jika itu tidak pernah terjadi? Apa kalian berani memberikan saham-saham anak Kim kepada Yeonjun?” saran orang tua Yeonjun.

Menantang Taehyung yang sayangnya juga didengar oleh Yeji dan Yeonjun.

Kedua pengacara menatap Taehyung, yang terlihat kebingungan.

Mereka sama-sama diam untuk beberapa saat, Yeji sangat bimbang.

Ia bisa melihat Yeonjun yang tersenyum di sana.

Tidak! Yeji tak akan membiarkannya.

“Maaf,” Yeji menimbun, “apa aku bisa mengutarakan pendapatku?”

Taehyung semakin merasa gelisah, terakhir kali Yeji tidak setuju dengan ajakannya.

“Istri tuan Kim? Tentu saja, silahkan.” jawab pengacara.

Mereka kaget karna istri Taehyung terlihat sangat muda.

“Aku masih kuliah, kami sudah sepakat untuk memiliki anak setelah aku menyelesaikan pendidikanku.” ucapnya.

Tidak! Yeji tidak ingin berpikir apapun saat ini.

“Tidak mungkin ... Yeji!” hati Yeonjun merontah mendengarnya.

Sangat sesak di sana, tidak! Yeonjun tak sanggup.

“Apa itu benar tuan?”

Mereka menatap Taehyung, yang masih dalam pandangan lekat ke arah Yeji.

“Tentu, dia tidak ingin pendidikannya terganggu.” jawab Taehyung.

Mengerti arah maksud ucapan Yeji.

“Kau mantan kekasih putraku. Tapi, aku tetap akan menunggu anakmu dan Kim!” orang tua Yeonjun pergi.

Taehyung menyelesaikan beberapa ketentuan yang diberikan pengacara.

Setelah itu mereka pergi, Yeonjun pergi ke kamarnya—melampiaskan amarah.

“Gadis kecil. Ini bukan lelucon.” titah Taehyung.

Memperingatkan Yeji akan resiko yang akan dihadapinya jika bermain-main.

“Aku tahu, aku siap!” tegasnya.

Tak ada lagi berpikir panjang, jika tidak sekarang maka selamanya tak akan terjadi.

“Apa ini ... kenapa seperti ini.” batin Taehyung.

Antara senang dan sedih, sekali lagi ia harus melewati masa-masa yang akan membuatnya mengingat Princess.

Kamar yang indah, berbagai barang mengisinya.

Namun, suasana hati pemiliknya sangat buruk, tangannya sudah bersiap melempar barang-barang itu hingga hancur.

“Sialan!” teriaknya.

Pusat amarahnya tertuju pada satu orang, Kim Taehyung.

Hatinya merontah menahan murka yang bergejolak.

Darahnya mendesir lebih cepat dari biasanya.

“Kau merenggut segalanya dariku!” makinya.

Mulai melempar barang-barang itu—yang sudah tersusun rapi ke sembarangan tempat.

Yeonjun tak mengerti, mengapa hidupnya seperti ini. Disaat ia hanya ingin hidup bahagia, masalah bertubi-tubi menyerangnya.

Membuatnya terpuruk dan sayangnya sudah terlambat untuk menyesal.

“Kau ... tidak bisa seperti itu, aku mencintaimu!” satu foto yang terpampang jelas di kamarnya, Yeji.

Yeonjun sengaja memasangnya saat ia sedang rindu dengan Yeji.

Membelainya halus seakan itu adalah nyata.

Bukan sebatas gambar diam terjebak dalam pigora.

Yeonjun semakin buta, tak bisa menerima kenyataan, sesuatu bergejolak di sana.

Dalam keadaan itu, ia terpikirkan satu hal.

Tentang yang belum ia ungkap, Yeonjun akan membalas Taehyung dengan itu.

Ia mengambil jaketnya dan bergegas pergi, meninggalkan kamar yang sudah berantakan olehnya.

“Iya ... itu harus segera selesai.” batinnya.

Pelosok matanya bertemu dengan Yeji, tidak sekarang, Yeonjun harus segera mengerjakan sesuatu yang penting.

Ia datang ke rumah Jisu, lengkap dengan keberadaan kedua orang tuanya di sana.

Yeonjun sudah mempersiapkan semuanya sebelum ia datang.

Saat Taehyung sedang lengah, ia pergi ke kamarnya mengambil buku album milik Taehyung.

Tak ada yang tahu Taehyung memilikinya, tepat di bawah sebuah foto yang wajahnya dirobek, terdapat satu alamat.

“Saat aku pulang waktu itu, Kim berada di ruang tengah. Dia menanyaiku seakan-akan tahu segalanya.” ucap Taehyung.

Duduk di sofa melingkar dengan seluruh timnya.

“Kim tidak akan bodoh, dia pasti menyiapkan kamera di sekitar pemakaman.” jawab orang tua Jisu.

Jisu yang awalnya duduk diam mendengarkan, teringat akan kakinya yang seakan dipegang.

“Tunggu! Waktu itu, saat aku berjalan di belakang Yeonjun, seperti ada yang menarik kakiku. Tapi, saat Yeonjun melihatnya-”

“Tak ada apa-apa,” Yeonjun memotong.

Seakan membenarkan ucapan Jisu. Waktu itu memang sangat gelap, Yeonjun tak tahu pasti siapa yang mengerjai Jisu waktu itu.

“Sebaiknya kita tidak kembali ke sana, setelah terakhir kali mungkin Kim akan lebih waspada.” orang tua Yeonjun menyela.

Mereka terbakar setelah tahu hasil warisan yang didapatkan Kim dan Yeonjun.

“Tentu. Tapi, kita akan datang ke alamat ini.”

Yeonjun mengeluarkan sobekan kertas berisikan sebuah alamat.

Yang sedari tadi terus ia pegang.

“Ini, tempat Kim kuliah dulu.” orang tua Yeonjun mengambil sobekan kertas itu.

Membacanya dengan teliti, memastikan apakah benar alamat itu dengan tempat Kim kuliah.

“Di mana kau menemukannya?” tanya Jisu.

Menatap Yeonjun yang kemudian juga dibalas pria itu.

“Buku album di kamar Kim. Ada bagian di mana foto dengan wajah yang sudah dirobek, dan di bawahnya ada alamat itu.” jelasnya.

Jisu berpikir negatif, bahwa Yeonjun mungkin menggoda Yeji saat sedang di kamar Taehyung.

Akan tetapi, untuk menyampaikannya saat ini—mungkin tidak pas.

Ah, Jisu harus memendamnya.

“Sebaiknya kita memulai dari sana, pasti ada data-data teman Kim waktu itu.” sahut orang tua Jisu.

Mereka menyiapkan beberapa hal yang perlu diurus, sisanya mengemasi barang-barang.

Yeonjun memikirkan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi saat mereka sampai di sana.

Berusaha mengingat-ingat semua yang pernah diberitahukan Taehyung kepadanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!