Part (10)

Siluet seseorang seakan sedang mendekat, menunjukkan dirinya yang sudah tak ada di dunia.

Taehyung mendekat, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu ilusi.

Sayangnya, ia tak bisa. Kerinduan telah menguasai tubuhnya, yang menginginkan bertemu dengan sang atma yang hadir.

“Prin ....” panggil Taehyung.

Benar-benar dekat dengan sosok di depannya, aura itu sangat dingin.

Bola mata Taehyung mengarah ke perut yang rata.

Taehyung memegang tangannya, namun tak bisa. Seakan menyatakan bahwa dunia mereka sudah berbeda.

Miris, bahkan Taehyung tak bisa memeluknya disaat Princess ada di depannya.

Perlahan, mulai menghilang Taehyung merasa sangat lemas.

Pelupuknya mengeluarkan air mata, sesuatu yang tidak diduga dari Kim Taehyung.

Princess sangat berarti untuknya, tapi Taehyung gagal menjaganya.

“Aku tidak mau! Ini anakku! Tidak apa-apa jika kau tidak menganggapnya!” tegas Prin yang sudah tersulut emosi.

Ia melakukan sebuah kesalahan, bersama Taehyung.

Janin yang ada di perutnya tidak bersalah, melainkan ia dan Taehyung.

“Masa depanmu masih panjang!” tegas Taehyung yang memang sedari awal tak menerima janinnya. Itu adalah kesalahan yang harus segera dihapus.

Taehyung tak ingin mempertaruhkan masa depan mereka.

“Kenapa kau sangat kejam ... bahkan untuk bayi yang belum lahir?”

Masih berusaha meyakinkan Taehyung, setelah hasil usg ia berikan kepada Taehyung.

Princess tak menghiraukan Taehyung yang memaksa menggugurkan kandungannya, karna ia pikir Taehyung akan mengurungkannya.

“Sebaiknya cepat gugurkan!” Taehyung berbalik.

Meninggalkan Princess yang masih terdiam, hatinya sakit sebagai seorang Ibu.

Ia gagal memberikan keluarga hangat bagi anaknya.

“Kim!” teriaknya, “aku membencimu!”

Princess memang salah, karna berharap Taehyung mau menerima kesalahannya. Bahkan untuk sekedar memperbaiki, Taehyung malah memilih menghilangkannya.

Taehyung tetap pergi, tak peduli dengan Princess yang terus memanggilnya.

Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan lagi, Taehyung sudah merasa cukup.

Hal yang paling tak pernah ia duga, terjadi.

Taehyung kehilangan janinnya bersama Princess.

Dalam sebuah kecelakaan yang menewaskan keduanya, sakit tapi tak bisa berbuat apa-apa.

Bahkan disaat terakhir, Taehyung tak mendampinginya.

Membuatnya merasakan rasa sakit yang dalam, Taehyung tak percaya lagi kepada cinta ataupun keluarga.

“Aku selalu mencintaimu, Kim. Hanya saja, kau membuatku kecewa, berkali-kali.

Mungkin hubungan kita sampai di sini saja, kau tidak perlu mempedulikanku ataupun bayiku, aku akan merawatnya sendiri.”

Sebuah pesan yang akan selalu diingat oleh Taehyung, dalam sudut memori di ujung hati.

Taehyung turun terlebih dulu, menunggu Yeji di meja makan. Yeonjun sudah berada di sana, dengan mata yang menatap kehadirannya.

Taehyung mengangkat satu alisnya, Yeonjun bersikap baik akhir-akhir ini.

“Di mana istrimu?” tanya Yeonjun.

Tak melihat Yeji turun bersama Taehyung.

“Kenapa kau peduli?” jawab Taehyung.

Mungkin, Yeonjun masih mencintai istrinya.

Taehyung hanya tersenyum melihat cinta mereka.

“Kak, waktu itu saat sedang mabuk kau pernah mengatakan sesuatu tentang masa lalumu. Apa kau masih ingat itu?”

Yeonjun mengulik tentang Princess, ingin tahu bagaimana reaksi Taehyung.

Jika benar dugaannya, maka Taehyung masih merasakan traumanya.

“Apa?”

Taehyung mengatur suasananya, agar Yeonjun tak tahu terlalu dalam.

Salahnya membawa Yeonjun ikut mabuk bersamanya.

“Bayi ... kau mengatakan enam bayi.”

Yeonjun mengingat-ingat waktu itu, saat Taehyung mengatakannya.

“Apa kau ingin memiliki enam bayi?” sambung Yeonjun.

Tak mendapat respon dari Taehyung.

Tiba-tiba Yeji datang, duduk bergabung.

“Bayi siapa?” sahut Yeji.

Semakin menyudutkan Taehyung yang tak ingin menjawabnya.

“Kakak, ingin punya enam bayi.” jawab Yeonjun.

Membuat pandangan Yeji memburuk, tidak! Ini bukan kesepakatannya dengan Taehyung.

“Apa kalian berdua bisa diam? Jika tidak silahkan pergi!” marah Taehyung.

Mereka semakin membuatnya mengingat Princess dan bayinya.

“Aku baru datang ... kenapa kau memarahiku!” Yeji tak terima.

Padahal ia baru saja baikan dengan Taehyung.

Malam itu, tak begitu damai. Yeonjun semakin yakin jika ada sesuatu pada masa lalu Taehyung yang ditutup rapat.

Yeonjun setengah ingat jika Taehyung punya kekasih, yang setelah itu tak pernah ada kabar.

Seakan ada yang hilang begitu saja, ia berpikir seberapa besar luka Taehyung hingga pria itu benar-benar berubah.

“Mau ke mana?” tanya Yeji.

Setelah makan malam, Taehyung langsung pergi menuju ruang rahasianya, Yeji mengikuti.

Melihat Taehyung yang berada di ujung koridor sendirian.

“Kenapa kau ada di sini?” Taehyung berbalik bertanya.

Sedikit kaget Yeji mengikutinya, beruntung ia belum masuk ke ruang rahasia.

“Tidak apa-apa, sejak kemarin tuan selalu tidak kembali ke kamar.” terang Yeji.

“Bukankah itu bagus? Kau bisa tidur di sana.” jawab Taehyung.

Memandang Yeji yang semakin dekat dengannya.

“Benar, baiklah kalau begitu.” Yeji bergegas pergi.

Setelah memastikan tak ada yang mengikuti, Taehyung masuk ke ruang rahasia.

Menghabiskan malam di sana, entah apa yang dilakukannya.

Beberapa orang sedang berada di suatu tempat, di malam yang gelap.

Burung hantu—menatap mereka tajam dari pepohonan yang terlihat semakin menakutkan.

Matanya yang menyala, seakan merekam sesuatu.

Layaknya tuhan yang melihat semua tindakan manusia.

“Apa kau yakin? Kenapa harus malam hari?” Jisu berjalan di belakang Yeonjun.

Sembari memegang ujung bajunya, sangat merinding.

“Siang hari pasti ada yang datang,” jawab Yeonjun.

Berjalan pelan agar Jisu tak marah dan berpikir ia ditinggal.

“Tapi ... ini menyeramkan.” Jisu tak berani menatap sekelilingnya.

Ia sudah tahu apa yang ada di sana.

Kakinya berjalan dengan hati-hati agar tak menyentuh makam-makam itu.

Mereka berdua bersama orang tua mereka pergi ke pemakaman, mencari makam seseorang.

Yeonjun semakin dekat dengan jawaban dari teka tekinya.

“Tidak, Kim tidak mungkin meninggalkannya. Kecuali, dia yang pergi—selamanya.”

Ia sangat tahu percintaan Kim di masa lalu.

Yeonjun menyimpulkan bahwa kekasih Taehyung telah tiada, itu sebabnya Taehyung benar-benar trauma.

Sama seperti kedua orang tuanya yang tiada dalam kecelakaan beruntun di jembatan.

“Apa kau ingat namanya?”

Yeonjun melirik ke arah orang tuanya, yang bersemangat.

Seakan sedang menggali harta karun yang sangat berharga.

“P, mungkin itu inisalnya. Di leher Kim ada tatto huruf itu.” jelas Yeonjun.

Akhir-akhir ini ia memperhatikan Taehyung, bersikap baik agar bisa di dekatnya.

“Kita berpencar, menjadi tiga bagian. Kembali ke depan pemakaman jika tidak menemukan apapun.” ujar orang tua Jisu.

Jisu bersama Yeonjun, mengelilingi setiap makam melihat batu nisannya dengan senter.

Jisu terus berucap permisi dalam hatinya, berharap orang yang tidur di bawahnya tak usil menarik kakinya.

“Yeonjunie ... a-aku, apakah aku menginjak sesuatu?” Jisu memanggil.

Saat mereka sudah hampir sampai di empat makam terakhir.

Seakan ada yang menyentuh kakinya, Jisu membeku tak berani melihat ke bawah.

“Kau kenapa?” Yeonjun mengarahkan senter ke kaki Jisu, “tidak ada apa-apa, kau hanya terlalu takut.”

Yeonjun tak melihat sesuatu yang aneh di kaki Jisu, tapi gadis itu masih merinding. Tubuhnya bergetar hebat, tadi ada yang meraih kaki Jisu.

Seakan menghentikannya dan menyuruhnya segera pergi.

“Ayo pulang ... aku tidak mau di sini.” rengek Jisu.

Menampakkan wajah yang muram, ingin segera pergi.

Seharusnya Yeonjun tak mengajak Jisu, atau setidaknya mereka tidak bersama. Ini merepotkan, padahal tinggal sedikit lagi.

“Aku akan menelpon yang lain, jika kau mau berjalanlah lurus, kau bisa sampai di gerbang pemakaman.” saran Yeonjun.

Ia tak akan beranjak dari tujuannya, orang tuanya—telah memberikan kepercayaan sekali lagi.

“Yeonjun ... ayo kembali, tubuhku terasa dingin.” Jisu masih kekeh.

Mendekat dan memegang tangan Yeonjun, mengguncangnya sedikit.

“Jisu ....” panggil orang tuanya.

Mereka berdua berbalik, menatap kedua orang tua yang datang bersamaan.

Mereka tak menemukan makam dengan inisal yang Yeonjun beritahukan.

“Aku takut, seperti ada yang memegang kakiku.” Jisu beralih memeluk orang tuanya.

Para wanita terlebih dahulu menuju gerbang.

“Empat makan tersisa, aku belum mengeceknya.” ucap Yeonjun.

Mengarahkan senternya ke makam di hadapannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!