Part (17)

Yeji sangat kesal dengan Taehyung yang terus memojokkannya.

Tangan pria itu memasangkan sebuah kalung di leher Yeji, tanpa aba-aba dan langsung membuat Yeji terpanah.

“Indah sekali.” puji Yeji.

Memperhatikan dengan seksama hiasan kalung yang indah. Ia tak tahu kenapa Taehyung memakaikan ini kepadanya.

“Kalung ini pilihan kakek dan orang tua saya,” ucap Taehyung.

Ia baru ingat jika kakek dan orang tuanya pernah memilih sebuah kalung yang harus diberikan kepada istrinya.

Meskipun status pernikahannya dengan Yeji tak berlandaskan cinta, Yeji baik dan pantas menerimanya.

“Tapi, pak kita-”

“Tidak apa-apa,” sela Taehyung.

Tau apa yang akan diucapkan Yeji. Taehyung tak ingin mendengar hal itu, ia mungkin akan menerima Yeji sebagai istrinya.

“Aku ingin menangis,” sergahnya.

Berbalik menatap Taehyung yang juga menatapnya hangat.

“Dasar cengeng, cepat turun ke meja makan!” pinta Taehyung.

Meletakkan satu tangannya di rambut Yeji, mengusapnya lembut sebelum akhirnya gadis itu menangis deras memeluknya.

“Kenapa dia baik seperti Yeonjun?” hati Yeji merontah.

Memaksa untuk menggantikan sang pemilik yang sudah usang.

“Prin, saya mencoba mencintai Yeji” batin Taehyung.

Tak boleh terus terbelenggu pada sosok yang sudah tiada.

Taehyung turun terlebih dahulu diikuti Yeji yang sedang merapihkan pakaiannya.

Taehyung membuatnya terburu-buru, agaknya gadis itu memiliki pagi yang tak cukup baik.

“Tuan, mereka sudah kembali.” ucap salah seorang pengawal.

Menghampiri Taehyung dan berbisik di dekatnya. Tentu saja Taehyung sudah tahu siapa yang sedang dimaksud oleh pengawal itu.

“Siapa?” Yeji kepo.

Berdiri tepat di belakang Taehyung. Telinganya tak sengaja mendengar percakapan mereka.

“Tidak ada,” jawab Taehyung singkat.

Meminta pengawal itu untuk pergi. Ia menuju meja makan dan duduk di sana.

Bersama Yeji yang menyusul.

“Pak Kim selalu bermain rahasia,” timpal Yeji.

Menengguk susu yang sudah dihidangkan di sana. Matanya melirik, sarapan apa kita hari ini?

“Itu urusan saya!” tegas Taehyung.

Tak suka ketika Yeji ikut campur dengan masalahnya.

“Aku hanya bertanya, baiklah.”

Yeji meletakkan kembali sendok yang sempat dipegangnya. Taehyung membuatnya bersedih.

Taehyung tak menjawab, memilih untuk menyantap sarapannya.

Sesekali, manik matanya melirik Yeji yang tak makan. Gadis itu sangat cepat marah dan Taehyung harus selalu mengalah.

“Aku akan berangkat,” pamit Yeji.

Ia ada kuliah pagi hari ini, melewatkan sarapan dan langsung berangkat bersama supir.

Taehyung sedikit merasa bersalah karna melukai hati gadis kecil itu.

“Apa harus baik?”

Taehyung bertanya pada dirinya sendiri. Tentang sikapnya kepada Yeji.

Ponselnya berdenting, satu notifikasi masuk menggugah atensi Taehyung untuk meliriknya.

Sebuah video dari seseorang, Taehyung menyaksikannya.

Suara jeritan minta maaf berkali-kali ia dengar, wajah putus asa itu juga menjadi hiburan baginya.

Taehyung memiringkan kepalanya, bibirnya terangkat untuk menunjukkan senyuman indah.

Ia tak cukup puas dengan apa yang sudah dilakukan anak buahnya.

Taehyung menunggu, apa yang akan dilakukan Yeonjun selanjutnya?

***

Suasana rumah yang sepi, tiba-tiba saja menjadi gaduh. Saat Yeonjun mengatakan bahwa rencana mereka sudah hancur, Taehyung telah bergerak.

“Pria tua itu tidak ada di rumahnya! Aku juga tidak bisa menemui anaknya!” tegas Yeonjun.

Sangat kecewa dengan yang terjadi, harapannya yang baru tumbuh kini telah pupus hanya dalam sekali kedipan mata.

“Apa kau sudah mengecek ke dalam rumahnya?” tanya orang tuanya.

Berpikir mungkin saja Yeonjun ceroboh melupakan sesuatu.

“Rumahnya berantakan, tidak ada siapapun.” ungkap Yeonjun menangkup wajahnya, dalam lipatan kedua tangan.

Kepalanya terasa sangat berat untuk sejenak.

“Ini yang kita takutkan, lalu bagaimana selanjutnya?”

Jelas sekali ketakutan itu tersirat dari mereka semua. Rasa terancam dalam bahaya menyelimuti jiwa mereka.

“Tinggal satu, teman Cessa. Kita harus mencarinya segera,” titah Yeonjun.

Meminta Jisu mengambilkan catatan alamat waktu itu.

Setelah melakukan kordinasi, mereka bergegas pergi. Tak ingin menunda-nunda barang sedetikpun.

Hidup mereka diambang kematian jika Taehyung sampai datang.

Alasan mereka mencari adalah karna alamat itu tak sepenuhnya benar.

Saat terakhir kali Yeonjun mengecek alamat tersebut menggunakan maps, ia malah datang ke jembatan tua.

Ia tak bisa kembali bertanya pada anak pria itu, karna polisi tak mengizinkan untuk bertemu.

“Apa dia membohongi kita?” tanya Jisu.

Curiga dengan pria waktu itu, ia terlihat membenci Taehyung. Akan tetapi, bisa saja dia menipu mereka.

“Mungkin saja,” jawab Yeonjun.

Ia merasa ada kejanggalan dalam alamat itu. Mungkin seperti huruf yang salah, penulisannya yang terbalik atau bahkan pengartian.

Mereka berdua menghabiskan waktu berjam-jam mengelilingi jalan yang asing.

Jisu merasa bosan dengan semua ini, ia meminta Yeonjun untuk berhenti di sebuah restaurant.

Mereka beristirahat di sana, mengisi perut dengan makanan luar negeri.

“Kau tahu ... ini semakin tidak mendapatkan hasil,” eluh Jisu.

Sembari menyantap makanan yang telah dipesannya. Menatap kepada Yeonjun yang juga menikmati makanannya.

“Jika kau tidak suka, kumohon diamlah! Kau hanya membuat kepalaku semakin sakit.” tegur Yeonjun.

Membuat Jisu memasang wajah acuh, ia marah kepada Yeonjun.

“Apa mungkin aku harus bertanya?” batin Yeonjun.

Terpikirkan sesuatu yang seharusnya sudah dilakukannya sejak pertama kali.

Ia beralih ke kasir, tak untuk memesan melainkan untuk bertanya.

“Excuse me, i wanna ask, can i?” tanya Yeonjun.

Kepada kasir wanita yang sangat cantik, ia terlihat sangat ramah dan murah senyum.

“Sure, i can help you.” jawabnya.

Masih dengan senyuman indah kepada Yeonjun.

Jisu yang memperhatikan terbakar cemburu, dalam pikirannya ia berniat untuk membunuh Yeonjun detik ini juga.

Pria itu ingin modus kepada wanita berkulit putih.

“This address, do you know? I'm looking for someone.”

Yeonjun menunjukkan catatan alamatnya. Wanita itu membacanya dengan sedikit heran.

“Are you looking for a house? Or a bridge?” tanya wanita itu.

Tahu apa yang menjadi masalah Yeonjun dengan alamat itu.

“I'm looking for a house. However, I ended up at the bridge instead.” terang Yeonjun.

Menceritakan pencariannya terakhir kali.

“This should be a bridg, not a bridge. If you write bridge in maps then it will come to the bridge.” jelasnya.

Menuliskan ulang alamat yang baru dan benar.

“Ah, so it's like that. Turns out it was the wrong address.” timpal Yeonjun.

Menerima alamat baru itu sekaligus membayar pesanannya. Ia memberikan uang lebih kepada wanita itu. Mereka berjabat tangan.

Berhasil membuat Jisu pergi meninggalkan restaurant dengan marah.

Ia tak berhati-hati hingga tertabrak mobil yang hendak parkir.

Mengeluarkan suara teriakan yang langsung menarik Yeonjun.

Pria itu cemas saat tak mendapati Jisu di tempat duduknya. Orang-orang berkerumun mengelilingi Jisu yang bersimbah darah.

“Excuse me,” sapa Yeonjun.

Menyingirkan beberapa orang untuk melihat siapa yang berteriak.

Ia sangat terkejut ketika mendapati, itu Jisu!

“Jisu!” panggilnya.

Menopang kepala Jisu yang berdarah, ia segera membawanya masuk ke mobil. Bergegas menuju rumah sakit.

Jisu mengalami pendarahan di kepalanya, ia terbentur cukup keras ke aspal.

Yeonjun juga menelpon keluarganya saat perjalanan ke rumah sakit.

“Hey, apa kau bisa mendengarku?” Yeonjun berucap dengan keras.

Berharap Jisu masih dalam kesadaranya dan tak terpejam.

“Jisu, apa kau mendengarku?” lanjutnya.

Jarum spedometer melesat dengan cepat, mobil itu melewati beberapa pengendara lainnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!