Bismillah.
Malam hari setelah makan malam selesai, Athar dan Azlam segera menuju ruang kerja Radit. Walaupun bapak 4 anak itu sudah pensiun dari kantornya tapi Radit tidak melepas Azlam dan Athar begitu saja.
Radit selalu membantu kedua anaknya tentang masalah kantor selama dia masih sanggup untuk melakukan hal itu. Radit tahu kedua putranya walaupun sudah ahli dalam bidang perusahaan. Mereka masih muda dan butuh bimbingan.
Ketiga orang yang berstatus bapak dan anak itu sudah duduk berhadapan. Radit menatap kedua putranya bangga.
"Ayah ingin mengetahui perkembangan perusahaan, sejauh ini sudah bagaimana?"
"Alhamdulillah semuanya sesuai yang ayah inginkan." Jawab Athar.
"Sepertinya buka itu saja yang ingin ayah tanyakan pada kami!" Azlam juga ikut bersuara.
Radit sangat heran, Azlam begitu peka dengan sesuatu yang sedang dia rasakan atau yang dia lihat. Sama seperti putri sulungnya itu.
"Kamu benar Azlam. Ayah tahu kejadian di kantor tadi siang, ada yang ingin menjelaskan?"
"Pasti ayah memiliki mata-mata di kantor." Ucap Azlam datar.
"Kamu benar Azlam, jadi ada yang mau menjelaskan masalah tadi siang di kantor."
Mau tidak mau akhirnya Athar menjelaskan semuanya pada ayah Radit, apa yang terjadi di kantor tadi siang. Athar menjelaskan sesuai apa yang terjadi, tanpa dia tambah-tambahkan maupun dia kurangi.
Radit mendengarkan dengan saksama apa yang dikatakan oleh Athar, setiap kali mendengar penjelasan Athar. Sesekali Radit tersenyum pada kedua putranya.
"Ayah bangga pada kalian boy, ayah salut pada kalian diusia muda sudah bisa bertanggung jawab dan konsisten dengan pekerjaan kalian. Ditambah lagi kalian selalu mengingat Sang Pencipat."
"Semua karena ajaran dan tuntutan dari ayah dan bunda untuk kita semua. Athar bersyukur memiliki Ayah dan bunda seperti kalian."
"Azlam juga." Sahut Azlam yakin.
"Maafkan ayah diusia kalian yang masih begitu muda sudah harus memegang tanggung jawab yang sangat berat."
"Ini semua bukan salah ayah, memang sudah menjadi tanggung jawab kami ayah."
Athar dan Azlam berusaha meyakinkan Radit, jika mereka berdua sanggup menjalankan amanah besar yang harus mereka urus dengan baik.
"Baiklah, kembali ke kamar kalian masing-masing dan perbanyak istirahat." Suruh Radit.
"Baik ayah!" jawab keduanya bersama.
Athar dan Azlam pergi meninggalkan ruang kerja Radit, menuju kamar mereka masing-masing.
Sampai di kamarnya Athar segera merebahkan diri menuju alam mimpin yang sudah menjemputnya, karena Athar merasa sudah sangat mengantuk sekali. Jadilah dia akhirnya langsung tertidur lelap.
Berbeda dengan Azlam dia tak langsung merebakan diri di atas kasur, dia memberiskan seluruh kamarnya lebih dulu, lalu membuka materi kuliah sebelumnya. Tak lupa dia juga mengecek perkembangan cafenya juga semua pekerjaannya di perusahaan Amran mining.
"Besok aku harus pergi ziarah, siapa tahu besok aku mendapatkan petunjuk."
Sebelum benar-benar merebahkan dirinya untuk pergi ke alam mimpi Azlam membaca suarat al-muluk terlebih dahulu, sudah menjadi kebiasaan Azlam membaca suara Al-muluk sebelum tertidur.
Setelah semuanya sudah selesai baru Azlam masuk ke dalam mimpinya. Sekarang jam sudah menujukan pukul 11:00 wib. Memang seharusnya sudah waktunya untuk orang-orang beristirahat.
Di kamar Radit dan Jihan, kedua suami istri itu belum terlelap keduanya seperti sedang berdiskusi satu sama lain.
"Dek, Azlam sudah mulai mencari tahu tentang kepergian opanya." Ucap Radit lemah.
"Mas lebih baik kita segera beritahu kedua putra kita." Pinta Jihan.
"Belum waktunya sayang."
"Tapi mas, bagaimana kalau mereka tahu lebih dulu dari orang lain."
"Kita berdoa saja ya, waktunya kurang pas jika kita memberitahu mereka sekarang apalagi tidak lama ini Nafisa akan melangsungkan resepsi pernikahannya."
"Baiklah."
Setelah itu kedua suami istri tersebut memutuskan untuk tidur, karena hari juga sudah semakin malam.
Matahari telah kembali, pagi sudah kembali menyapa para penduduk bumi, seluruh orang yang tinggal di kediaman keluarga Amran sudah bangun sedari subuh tadi. Bahkan mereka ada yang sudah bangun disepertiga malam untuk bermunajat pada Sang Maha Kuasa. Atas segala yang terhampar luas di alam semesta ini.
"Good moring gusy!" sapa Zira.
Semua orang sudah berada di ruang makan, untuk sarapan pagi seperti bisanya.
"Bersisik lo dek!" dengus Athar.
"Ssg dong bang! Ini namanya hak asasi."
"Cih! Hak asasi apanya, kalau mengganggu ketenteraman orang lain apa masih dibilang hak asasi?"
"Nggak juga sih!" jawab Zira sambil mengambil tempat duduk disebelah bundanya.
"Mbak Nafisa mana?" tanya Zira, dia merasa sepi tidak melihat mbaknya.
"Lo amnesia atau gimana dek? Jelas-jelas kemarin mbak Nafisa pamit harus kembali ke tempat kerja ngurus semua berkas yang belum selesai. Sekalian pulang ke rumah suami."
"Zira lupa bang, maklum."
"Masih muda kok pelupa." Sahut Athar mengejek.
"Anak-anak bunda nggak mau makan apa?" Jihan hanya menengahi kedua putra dan putrinya.
"Heheh iya bun, makan kok." Jawab Zira dan Athar sambil nyengir.
Selesai sarapan Azlam pamit lebih dulu, dari pada yang lainnya. Karena dia mau ke makam opanya lebih dulu.
"Azlam berangkat dulu, bunda, ayah, oma." pamitnya.
"Sama kita kagak!" protes Athar.
Heran dengan Athar hal kecil saja tetap dia permasalahkan. "Iya! Azlam berangkat Assalamualikum."
"Wa'alaikumsalam." Jawab semuanya.
Azlam segera menyetir mobilnya menuju pemakaman umum yang berada di kota J, dia sudah 3 minggu tidak pergi berziarah.
"Assalamualaikum opa, Azlam datang. Maaf Azlam baru bisa ke tempat opa sekarang. Maaf juga kalau selama kita sama-sama Azlam banyak salah sama opa." Ucapnya.
Laki-laki dingin itu kini berubah 180 derajat di hadapan makam opanya.
Azlam mencurkan semua isi hatinya, disaat Azlam tengah berbincang di atas makam opanya. Samar-samar dia mendengar suara seorang yang sedang menangis di dekatnya.
Azlam mencari sumber suara keseluruh penjuru di makam umun tersebut. Sampai dia menangakap seorang perempuan berpakian syar'i yang duduk di depan makam, bahu perempuan itu bergetar hebat, bahkan dari jarak sedikit jauh Azlam dapat melihat getaran bahu perempuan itu.
"Hiks...hiks....hiks....! Kenapa kalian meninggalkan Kesya sendiri disini, hikss...hiks...hiks..... Ibu, bapak sekarang Kesya tidak memiliki siapa-siapa lagi."
"Maaf tapi Kesya rapuh atas kepergian kalian." Ucap perempuan itu terdengar begitu sendu di kuping Azlam.
Azlam yang memilik pendengaran tajam, tentu saja masih bisa mendengar apa yang dikatakan gadis bernama Kesya walaupun hanya terdengar samar-samar di kuping Azlam.
Azlam rasa Kesya sudah menangis dalam waktu yang cukup lama, walaupun begitu Kesya terlihat tidak memberikan setetes air matanya jatuh mengenai tanah kuburan orang tuanya.
Tanpa Azlam sadar dia terus memandangi Kesya sedari tadi.
Bruk!
"Inalilahiwainalilahirojiu'n. Astagfirullah!" Kaget Azlam.
Dia cepat menghampiri Kesya, siapa sangka ternyata gadis itu pingsan di atas makam orang tuanya. Azlam segera membantu Kesya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments