Charm of the twins A (Pesona si kembar A)

Charm of the twins A (Pesona si kembar A)

Kabar duka

Bismillah.

...Hidup dan mati seorang tidak akan pernah ada yang tahu, kematian hanya milik Allah, begitupula kehidupan....

Di sebuah rumah mewah, tampak banyak orang yang sudah berkumpul, ada beberapa bendera kuning terlihat sudah dipasang di depan rumah mewah tersebut, ramai orang sudah berdatang untuk melihat sosok jenazah opa Amran.

Di masa hidup beliau terkenal sebagai seorang yang amat dermawan, taat menjalankan perintah Allah. Kaya tak membuat almarhum opa Amran sombong.

Banyak orang berlalu lalang datang untuk mendoakan jenazah. Kepergian seorang yang amat kita sayangi memang sangat menyakitkan, kadang juga atas kepergian mereka kita tidak bisa menerima kenyataan.

Tapi apa boleh buat, Allah subhana Wata 'Ala telah berfirman dalam al-quran surah Al-'Imran ayat 185.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman yang artinya:

"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya."

(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 185)

Mati adalah sebuah takdir ketetapan yang tidak bisa diubah oleh siapapun, karena Allah lah yang Maha Menghidupkan dan Mematikan segala sesuatunya.

Di rumah mewah yang sedang berduka, para saudara berkumpul untuk mengiringi almarhum opa Amran ke tempat peristirhatan terakhir beliau.

"Nafisa kedua adikmu belum sampai?" tanya Jihan pada putrinya.

Gadis itu hanya menggelengkan kepala pelan, "Mungkin sebentar lagi bun." sahut adik bungsunya.

Jihan mengangguk, sedangkan oma Rifa dan Radit sedang menemui para pengelayat, untuk pembacaan yasin akan segera dimulai.

"Bunda menemui ayah dan oma kalian dulu." Ujar Jihan yang mendapatkan persetujuan kedua putrinya.

"Dek, coba telepon kedua abangmu dulu." Suruh Nafisa pada Zira.

Zira merupakan adik perempuan Nafisa, anak bungsu dari pasangan Jihan dan Radit.

"Iya mbak."

Zira segera menghubungi kedua abangnya, rasa gelisa masuk ke dalam hati Zira dan Nafisa, kedua abang Zira masih berada diluar, menyelesaikan tugas kamupus mereka di kota sebelah.

Dua abangnya juga belum tahu mengenai kabar duka yang menimpa keluarga mereka hari ini.

Tut...tut....tut....

"Ayo angkat bang!" ucap Zira merasa gelisa.

Beberapa kali Zira menghubungi nomor telepon bang Athar nya, tapi sambung telepon Zira tak kunjung ada yang mengangkat.

"Dek, coba hubungi bang Azlam saja, siapa tahu diangkat." Usul Nafisa, Zira mengangguk setuju.

Dengan segera Zira menghubungi bang Azlam nya, tidak butuh waktu lama sambungan telepon itu akhirnya tersambung.

"Assalamualaikum dek." Sapa orang dari seberang telepon.

Deg!

Zira tak langsung menjawab, mendengar suara abangnya saja, Zira sudah tak sanggup bicara, dia tahu berita kepergian opa Amran akan begitu menyesakan untuk kedua abangnya. Terutama bang Azlam.

"Halo dek." Sapa Azlam lagi dari seberang telepon, karena tidak mendapatkan jawaban dari adiknya.

"Dek kamu baik-baik aja kan?"

Rasa khawatir menghampiri Azlam, dia takut terjadi sesuatu pada adik bungsunya. Lagipula tak biasanya Zira menelepon dirinya, jika tidak ada hal penting

Nafisa melihat adiknya tak sanggup bicara, akhirnya mengambil alih telepon itu dari tangan Zira.

"Biar mbak Nafisa saja yang bicara." Ujar Nafisa lembut pada adiknya.

Zira mengangguk lemah, cairan bening kembali menetes dari pelupuk matanya, mata gadis itu sudah bengkak.

"Assalamuaikum Az." Sapa Nafisa pada adiknya.

"Waalaikusalam mbak, ada apa mbak?"

Azlam semakin meraasa khawatir saja, dia merasa ada hal buruk yang sudah menimpa keluarganya.

"Bismillah." Ucap Nafisa pelan sebelum dia berbicara pada adiknya.

"Dek kalian berdua pualng sekarang ya, mbak mohon, jangan tunggu apa-apa lagi, langsung pulang sekarang." Suruh Nafisa.

"Tapi mbak ka-"

"Mbak mohon dek, hiks...."

Tanpa Nafisa sadari dia mengeluarkan isak tangis.

"Mbak Nafisa kenapa nangis?" panik Azlam dari seberang telepon.

"Kamu dan Athar pulang sekarang ya dek, nanti kalian tahu sendiri mbak kenapa. Assalamuaikum."

"Waalaikumsalam." Sahut Azlam yang masih bingung.

Kenapa, dia dan saudara kembarnya disuruh pulang secara mendadak, padahal tugas mereka belum selesai.

Athar menepuk bahu saudara kembarnya, "Ada apa?"

Azlam menatap datar Athar, sambil dia menggelengkan kepalanya, tanda tidak tahu apa yang terjadi.

"Kita disuruh mbak pulang sekarang juga bang, tadi aku sempet dengar suara mbak nangis." Jelas Azlam.

"Kita pulang sekarang!" putus Athar tanpa basa-basi, Azlam mengangguk setuju.

Dikediam Amran suara lantuan ayat suci Al-quran sudah terdengar menggema diseluruh rumah tersebut.

"Mbak ayo kita ikut yasian." Ajak Zira pada mbaknya setelah mereka memberi kabar pada si kembar.

1 jam berlalu, akhirnya Azlam dan Athar sampai juga di kediaman keluarga Amran.

Deg!

"Inalilahiwainalilahirojiu'n." Ucap keduanya serempak.

Azlam danAthar saling melemparkan tatapan mereka satu sama lain, tanda keduanya sedang mencari jawaban dari sorot mata saudara kembar mereka.

Deg!

Jantung kedua orang itu terasa berhenti berdetak padahal tak tahu siapa yang sudah dipanggil lebih dulu oleh sang Ilahi air mata keduanya keluar tanpa permisi.

Mereka bertanya-tanya siapa yang meninggal dunia? Rasanya kaki mereka tidak bisa digerkan lagi. Radit tak sengaja melihat keduanya segera menghampiri Azlam dan Athar.

"Ayah siapa yang meninggal?" tanya Athar langsung saja.

Sayang sekali Radit tak bergeming dia tak sanggup bicara untuk mengatakan siapa yang pergi mendahului mereka semua.

Radit mengajak kedua putrnya masuk ke dalam, tanpa berkata sepatah kata pun.

Athar dan Azlam mengekori Radit masuk ke dalam, sampai di dalam semua orang tetap fokus, Jihan, Nafisa, Zira, kak Ayu dan oma Rifa menatap Athar dan Azlam sendu.

Deg!

Kini kedua saudara kembar itu tahu siapa yang sudah pergi meninggalkan mereka. Kedunya sama-sama terduduk lemas di dekat jenazah opa Amran.

"Opa!" ucap keduanya, suara mereka seperti tercekat di tenggorokan.

"Opa kenapa pergi meninggalkan Azlam secepat ini." Laki-laki yang selalu terlihat dingin itu, kini begitu rapuh.

Opa Amran merupakan sosok yang paling berperan penting untuk si kembar Athar dan Azlam.

"Opa kenapa? Kenapa begitu cepat pergi meninggalkan Athar."

Semua orang menatap sedu kedua laki-laki tampan yang baru saja datang termasuk oma Rifa, Jihan, Nafisa, kak Ayu dan Zira juga Radit.

Keduanya memeluk jenazah opa Amran begitu erat.

"Cucu-cucu oma tidak boleh bersedih begitu larut, tidak baik." Peringat oma Rifa.

Keduanya kini beralih memeluk oma Rifa, Athar maupun Azlam sadar, jika saat ini yang begitu terpukul atas kepergian opa Amran yang jelas oma Rifa dan kak Ayu. Ayah mereka juga tentunya.

"Oma." Ucap keduanya.

Setelah itu Athar dan Azlam ikut meyasini jenazah opa Amran. Tak lupa keduanya juga mensholati jenazah opa Amran begitu khusyuk.

Kak Ayu juga hadir disana, dia selalu ada disisi mamanya, Ayu begitu terpukul mengetahui kepergian sang papa yang menurutnya begitu cepat.

"Kita doakan yang terbaik untuk almarhum opa ya."

Athar dan Azlam mengangguk lemah. Semua orang mengiakan ucapan oma Rifa.

Terpopuler

Comments

Note_D

Note_D

hadir

2023-04-11

1

ɪsᴛʏ

ɪsᴛʏ

aku mampir thor

2023-04-05

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!