Salah orang

Bismillah.

Pagi hari Alya berangkat sekolah harus rela menaiki kendaraan umum, mulai hari ini sampai ke depannya. Entah kapan papanya akan mengembalikan semua fasilitas miliknya. Alya berjalan sedikit keluar dari dekat rumahnya untuk mencari kedaraan umum.

Cek! kesal Alya.

Gadis itu menendang-nendang sebuah botol aqua yang sudah kosong untuk melampiaskan rasa kesalnya, pada sang papa.

"Papa tega banget sih sama anak sendiri!  masa Alya disuruh jalan kaki!" gerut Alya tak jelas.

Duk! Duk! Duk!

"Ish! Alya kesal!" teriak gadis itu.

Duk!

Botol yang Alya tendang mengenai seorang tengah berdiri di pinggir jalan.

"Woi! Siapa yang nimpuk gue pake botol aqua!" teriak orang itu.

"Mampus gue!" imbuh Alya.

Buru-buru Alya pergi dari sana, dia berharap orang yang kena timpukan botol aqua olehnya tidak menyadari keberadaan Alya.

Alya menoleh sejenak ke belakang untuk memastikan apakah orang tadi mengejarnya atau tidak, berkali-kali Alya menoleh untuk jaga-jaga jika dia sudah selamat dari orang tadi.

"Kayaknya udah aman deh." Ucapnya.

Lalu Alya berjalan sedikit maju mendekati jalan raya besar untuk menunggu angkot, sebenarnya Alya bisa saja memesan ojek online atau taksi online, tapi eman-eman uang yang dia miliki.

Tadi pagi saja Alya sudah merengek pada mamanya agar ditambah uang jajan, sang mama malah mengacuhkan Alya saja.

Berakhir Alya malah menjadi ejekan adiknya yang masih berumur 3 tahuh, walaupu masih kecil adiknya begitu polah.

Rasya Arsahaka nama adik kecil Alya yang sudah begitu jahil pada kakaknya sendiri. bahkan bocah itu sudah bisa mengerjai Alya terus-terusan.

"Mana sih angkot, bisa telat gue." Ucap Alya mulai gusar.

Alya memainkan ujung hijabnya, dia merasa sedikit kesal. "Nggak lagi-lagi dah gue kabar dari rumah, mama sama papa tega banget sama Alya." Ocehnya.

Masih pagi Alya terus saja mengoceh mengeluarkan unek-uneknya yang masih begitu menganjal di dalam hati, ingin marah tapi dia sendiri tidak tahu harus marah pada siapa, semua itu memang salah dirinya.

Di kediaman keluarga Amran.

"Bang Athar!" teriak Zira.

Seisi rumah itu sampai menutup kuping mereka masing-masing mendengar teriakan Zira. Zira adalah titisan kak Ayu, tukang teriak-teriak di dalam rumah, apalagi kalau sudah bang Athar nya yang menjadi target.

"Kenapa sih dek, teriak-teriak kayak gitu?" tegur Nafisa.

"Iya, cucu oma satu ini kenapa?" tambah oma Rifa.

Zira mengerucutkan bibinya merasa sebal, "Bang Athar mana oma, mbak? Zira bisa telat sekolah kalau gini?" kesalnya.

"Abang disini." Sahut Athar.

Dia baru saja turun dari kamarnya, disusul Azlam dari belakang.

"Lama bangat sih bang! Ngapain coba, telat nih Zira." Ketusnya.

"Heheheh, maaf ya adek abang Athar yang paling cantik, hari ini bang Azlam yang bakal antar kamu."

"Kok gitu!"

"Abang buru-buru ada rapat penting sama para atasan, abang juga harus antar tugas kuliah dulu ke rumah dosen." Sahut Athar.

"Tapi bang Azlam mau?" tanya Zira memastikan.

Zira memang tidak biasa diantar oleh Azlam, dia lebih memilih bersama bang Athar ketimbang Azlam. Azlam terlalu dingin, maka dari itu Zira sedikit takut pada Azlam dan hal itu juga yang selalu membuat Zira patuh pada Azlam.

"Iya sama abang." Sahut Azlam.

"Ayo." Ajaknya lagi.

Nafisa dan oma Rifa menggelengkan kepala mereka, tak habis pikir dengan Azlam yang begitu dingin.

"Oma, mbak, Azlam sama Zira berangkat dulu, Assalamualuikum." Salam Azlam diikuti oleh Zira.

"Wa'alaikumsalam." Jawab oma Rifa dan Nafisa.

Sementara Athar sudah pergi lebih dulu, setelah tadi mengatakan pada Zira, jika hari ini Zira diantar oleh Azlam.

"Adek kamu kok beda banget Nafisa." Komentar oma Rifa..

"Oma, adek Nafisa yang mana dulu? Mereka ketiga-tiganya adek Nafisa."

"Astagfirullah." Oma Rifa menepuk jidatnya sendiri.

"Si Azlam maksud oma, nurun siapa sih dia?"

"Tau oma, Nafisa juga bingung, heheh." Sahut Nafisa sambil nyengir.

Zira dan Azlam sudah di dalam mobil, mobil sedari tadi sudah melaju menuju sekolah  SMA internasional school. Tempat Zira bersekolah. Athar dan Azlam pun alumni sekolah tersebut.

Sepanjang perjalanan Zira mengerut tak jelas, karena Athar seenaknya meninggalkan dia.

"Awas ya lo bang Athar!" maki Zira.

"Abang Azlam juga!"

"Kok abang kena juga sih dek!" sahut Azlam tak terima.

"Iya lah, coba aja kalau bang Azlam bolehin Zira bawa mobil sendiri!" ketusnya.

"Nggak! Sekali nggak ya nggak!"

"Dasar pelit!"

Azlam sudah tidak mempedulikan adiknya lagi, kesal pada Azlam akhinya Zira memalingkan wajahnya ke arah luar kaca mobil. Dan saat itu Zira melihat Alya yang sendang menunggu kendaraan umum.

"Abang stop!" pinta Zira.

Benar saja Azlam jadi ngerem secara mendadak. "Astafirullah." Ucap keduanya bersama.

"Apa sih dek!"

Sayangnya Azlam terlambat Zira lebih dulu membuka kaca mobil, tak mempedulikan dirinya.

"Alya." Panggil Zira pada temannya.

Alya merasa namanya dipanggil segera mencari sumber suara, kebetulan sekali mobil Azlam berhenti tepat di depan gadis itu.

"Zira."

"Ayo Al naik, berangkatnya bareng gue aja." Ajak Zira.

"Tapi."

"Udah ayok." Bahkan Zira sampai turun untuk mengajak Alya berangkat bersamanya.

"Bang, Zira duduk di belakang ya!" ucap Zira saat dia dan Alya sudah masuk ke dalam mobil.

"Hmm..."

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Azlam.

'Dia kan laki-laki yang ketemu sama gue semalem, jadi dia kakaknya Zira?' batin Alya..

Alya bahkan sampai menatap Zira tak percaya, 'Tapi kenapa kok sikapnya berubah? Semalem aja tengil banget itu anak, sekarang sok dingin pula, sok nggak kenal juga, memang nggak kenal ding.' Batin Alya.

Alya terus bertanya-tanya dalam hatinya, dia tidak sadar jika sedari tadi Zira melambaikan tangannya di depan muka Alya.

"Al, are you okay?"

"Alya!"

"Astagfirullah, lo kenapa ngagetin gue sih Zi?" gerut Alya.

"Ye, salah lo sendiri kenapa ngelamun? Mikirin apa lo?"

"Kagak ada sih, oh iya Zira, kita ada pr kagak?" kedua gadis itu kini mengobrol satu sama lain.

Mereka berdua seperti tak menganggap kehadiran Azlam disana, laki-laki itu hanya diam saja tak mengucapkan sepatah katapun, sampai dia mendengar sang adik mengucapkan nama laki-laki dan memuji laki-laki itu. Zira lupa jika saat ini yang berada di mobil bukan bang Athar tapi bang Azlam.

"Zira Asyifa Amran!" ucap Azlam begitu dingin.

Deg!

'Kok bang Azlam.' batinya, 'Astagfirullah, kenapa Zira bisa lupa kalau yang anter Zira sekolah bukan bang Athar.'

Bukan hanya Zira yang tersentak kaget, tapi juga Alya, dia tak menyangka laki-laki yang dia temui semalam begitu menyeramkan. Banyak pertanyaan yang masih berputar-putar diotak Alya. Alya tidak tau kalau dia salah orang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!