Bismillah.
"Assalamualaikum Alya pulang." Alya melangkah masuk ke dalam rumah orang tuanya.
"Wa'alaikumsalam." Jawab Warda.
Alya melangkah menyalami mamanya yang masih memberi makan adiknya yang berumur tiga tahun itu.
"Ma." Ucap Alya.
Alya tidak bisa jika di diamkan oleh mamanya, baru kali ini mama Warda cuek pada Alya, padahal sebelumnya Alya sudah berkali-kali kabur mama Warda pasti akan membela dirinya. Tapi kali ini mama Warda tidak berpihak pada Alya, melainkan berpihak pada papa Heru suaminya.
Mama Warda masih tetap diam, walaupun aslinya beliau mendengar Alya memanggil dirinya. Melihat mama Warda diam saja Alya mendesah pelan.
"Mama." Panggil gadis itu sekali lagi.
Hmmmm, hanya sebuah deheman yang berhasil keluar dari mulut mama Warda.
Sedangkan adik Alya yang sedari tadi memperhatikan kakak dan mamanya, dia begitu bahagia mengejek sang kakak, karena Alya dicuekin oleh mama mereka.
"Wleek! Emang enak dicuekin." Ejek adik Alya.
Dia menjulurkan lidahnya pada Alya. "Kamu ya!"
"Emang enak, makanya kak jangan nakal!"
"Ish!" Alya menghentakan kakinya kesal.
Adik Alya baru umur tiga tahun sudah sangat aktif, bahkan dia sudah berkali-kali menjahili kakaknya, hal yang paling senang dilakukan oleh Arsahaka, tentu saja menjahili Alya.
Mama Warda menoleh pada Alya, beliau menatap malas anak sulungnya itu, yang sudah berkali-kali kabur dari rumah.
"Dengerin apa yang adik kamu bilang, dia aja masih kecil tau yang mana yang benar dan salah."
"Kok mama jadi belain Saha sih!" kesal Alya.
"Ya orang adik kamu benar."
"Wlek!" sedangkan adiknya tertawa penuh kemenangan, karena hari ini berhasil membuat sang kakak kesal.
"Iya, iya Alya minta maaf udah bohong sama mama, Alya janji untuk yang terakhir kalinya Alya kabur dari rumah."
Gadis berseragam SMA itu akhirnya pasrah juga, dia paling tidak bisa melihat mamanya mendiamkan dirinya seperti sekarang ini.
"Bener untuk yang terakhir kalinya? Janji nggak bakal ngulangin lagi?" tanya mama Warda sekali lagi untuk memastikan kata-kata putrinya dapat dipegang.
"Iya!" jawab Alya begitu yakin.
"Oke mama setuju, tapi ingat kalau kamu ngelanggar janji mama akan menikahkan kamu." Ancam mama Warda.
"Kok gitu sih ma!" sahut Alya merasa tidak terima.
"Tidak usah banyak protes Alya! Sudah sana pergi ke kamar." Usir mama Warda.
"Iya."
Walaupun malas Alya tetap melangkah pergi menuju kamarnya. Kali ini Alya yakin mamanya itu tidak main-main dengan kata-kata yang diucapkan tadi.
Sampai di kamar Alya temenung memikirkan apa yang dikatakan oleh mamanya. Dia tak langsung mengganti seragam sekolahnya.
"Mama ada-ada aja sih, ya kali gue nikah muda! Nggak pokoknya gue nggak mau nikah muda!" keluh Alya.
Dia masih syok atas syarat yang diajukan oleh mamanya tak menyangka jika mama Warda akan berpikir sampai disitu, Alya sangat-sangat tau mama Warda tidak main-main dengan kata-kata yang diucapkan olehnya.
Huh!
Beberapa kali Alya menghela nafas berat sudah hampir setengah jam, tapi dia tetap berada diposisi yang sama tidak berpindah sama sekali, baju yang dikenakannya juga masih seragam sekolah. Lama gadis SMA itu temenung sampai dia mendengar bunyi dari hp miliknya.
Alya merogoh hpnya yang dia letakan di dalam saku baju sekolahnya, tanpa melihat nama penelpon Alya langsung mengangkatnya begitu saja.
"Iya, Assalamualaikum." Sapa Alya lebih dulu bersuara.
Orang yang berada diseberang telepon segera menjawab salam yang Alya ucapkan.
"Wa'alaikumsalam Al, kamu sibuk nggak?"
Ternyata orang yang menelepon Alya Zira, Alya jelas sekali paham dengan suara Zira, karena selama ini kedua orang itu sehari-hari selalu bersama jika di sekolah, namun di luar sekolah mereka jarang ketemu karena Zira maupun Alya begitu dibatasi oleh orang rumah jika terlalu sering berkeluyuran.
"Nggak kok Zi, ada apa?"
"Ke gramad yok Al."
"Boleh, gue juga nggak tau mau ngapain di rumah."
"Gue jemput lo, atau kita ketemuan dimana gitu?" tanya Alya memastikan.
"Ketemuan aja di tempat biasa."
"Sip."
Tak lama setelah mengobrol beberapa menit lagi sambungan telepon kedua orang itu terputus, setelah Alya mengakhiri sambungan telefon mereka, karena dia mengatakan akan bersipa lebih dulu.
Berbeda dengan Alya yang tengah bersiap. Zira hanya mampu menatap sebal abang Athar nya dan mengumpat dalam hati begitu juga dengan abang Azlam, karena sampai di kantor dia dicuekin begitu saja oleh kedua orang itu.
'Awas ya kalian berdua abang-abang Zira! Zira kerjain baru tau rasa!' kesalnya.
Padahal salah Zira sendiri kenapa dia mau ikut bersama kedua abangnya. Padahal sudah tau Athar dan Azlam sampai di kantor pasti akan sibuk dengan pekerjaan mereka yang selalu setia menunggu kehadiran keduanya.
Zira melangkah sebal ke arah meja kerja Athar, kebetulan sekali dia berada di ruang CEO, bukan di ruang Azlam yang merupakan direktur utama.
Saat Zira sampai di hadapan Athar, secara bersama Azlam juga masuk ke dalam ruang Ceo, jadi saat ini kedua orang itu sudah berada di hadapan Athar kakak mereka.
Zira dan Azlam saling tatap sebentar sebelum keduanya beralih menatap Athar yang begitu fokus dengan pekerjaannya, sampai dia tidak menyadari keberadaan Azlam dan Zira yang kini tengah menatap dirinya.
Merasa ditatap akhirnya Athar mengangkat kepalanya, melihat Azlam dan Zira menatapnya Athar hanya mampu menaikkan sebelah alisnya.
"Ada berkas yang harus ditanda tangani." Ucap Azlam sambil menyerahkan berkas yang dia maksud, sebelah Zira berbicara.
"Ada lagi?"
"Tidak!"
Baru saja Azlam akan melangkah pergi ke ruangan, suara Zira membuat Azlam terpaksa tak langsung beranjak dari ruang Athar.
"Bang Athar Zira mau pergi di temani bang Athar dan untuk bang Azlam, Zira mau bang Azlam mengatikan bang Athar, hari ini kalian berdua Zira hukum!"
"Atas dasar apa kamu berani menghukum seorang Ceo dan direktur utama?"
"Tidak usah narsis bang Athar! Ini atas dasar adik yang ditelantarkan oleh kedua kakaknya!" kesal Zira.
Athar maupun Azlam memutar bola mata mereka malas mendengar perkataan Zira. Tapi Azlam tau adiknya itu sekarang sedang merasa begitu kesal pada mereka berdua.
"Pergilah." Ucap Azlam akhirnya yang membuat Athar melotot tak percaya, tapi siapa sangka di dalam hatinya dia begitu senang bisa bebas dari berkas-berkas hari ini.
"Bang Azlam serius?" tanya Zira sangat senang.
Azlam hanya mengangguk untuk meyakinkan adik bungsunya.
"Yee, sayang abang Azlam, terima kasih abang." Ucapnya sambil memeluk Azlam.
Azlam mengangkat sedikit sudut bibirnya dan tersenyum, dia juga membalas pelukan sang adik, sampai kini Athar yang memutar bola matanya malas.
"Ingat disini masih ada abang kamu satu lagi." Kelas Athar, sampai.
Alya dan Azlam terkekeh sejenak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments