Setelah acara selesai Mirna dan juga Tama ia pun langsung pulang ke rumahnya tanpa mengucapkan salam perpisahan pada Zein, sepertinya mereka berdua tidak peduli dengan apa yang terjadi pada remaja malang itu.
Di lubuk hatinya yang paling dalam, Tama merasa bersalah dengan apa yang telah ia lakukan. Akan tetapi jika.ia tidak melakukan itu, ia tidak akan punya uang sebanyak ini. Dan juga, ucapan-ucapan Mirna sangatlah ampuh. Apa saja yang wanita ular itu katakan, ia pasti akan menurutinya. Tak peduli jika yang ia lakukan itu adalah sebuah kesalahan atau pun tindakan yang akan menyakitkan, yang terpenting baginya adalah kebahagiaan Mirna. Ya ... hanya kebahagiaan Mirna sajalah yang penting bagi Tama. Benar-benar pria pecundang yang menyedihkan. Bahkan untuk menegur istrinya saja mulutnya terasa kaku. Lalu bagaimana dengan anak-anaknya, apa ia pernah memikirkannya? Jawabannya adalah kadang-kadang. Terkadang ia memang memikirkan mereka, tetapi jika Mirna sudah buka suara maka semua pikiran tentang anak-anaknya akan lenyap begitu saja.
"Aaahhh, aku senang sekali akhirnya bocah itu mau menikah juga," ucap Mirna.
"Dia putraku," ucap Tama. Mirna yang sedang menghitung uangnya pun memutar bola mata malas saat melihat suaminya yang terlihat bersedih. Menurutnya hal seperti harusnya dirayakan, bukan disambut oleh kesedihan.
"Sudahlah, aku yakin putramu itu akan bahagia. Lihat saja Zaira sekarang, hidupnya sudah sangat bahagia bersama suaminya. Dia menikah dengan orang yang sangat kaya raya, sayangnya dia pelit dan tak pernah memberikan uang pada kita." ucap Mirna. Ya ... Zaira memang tidak pernah memberikan uang pada ibu sambungnya itu. Ia bahkan tidak rela memberikan wanita jahat ini uang sepeser pun, mengingat bagaimana wanita ini sangat jahat padanya dan juga adiknya.
Bahkan tak jarang Zaira dan Zein seringkali merasa kelaparan karena mereka tidak punya uang. Untung saja toko bunga peninggalan ibu nya lah yang mampu menyambung hidup mereka selama ini. Karena Tama tidak akan pernah mau repot-repot bertanya tentang keadaan anaknya. Yang ia pikirkan selama ini hanyalah, kebahagiaan Mirna.
*
*
*
Setelah berbicara dengan Aliana, hati Zein sedikit tenang. Setidaknya akan ada yang membantunya keluar dari masalah ini. Zein pun memutuskan untuk pergi mandi dan setelah itu ia juga makan malam karena perutnya terasa sangat lapar. Karena terakhir ia makan adalah tadi pagi saja saat ia sarapan, itu pun hanya makan dua potong roti saja. Lagi pula untuk melawan macan yang ganas ia harus mempunyai tenaga yang kuat. Ia tidak boleh lemah, untuk itu ia makan sangat banyak entah untuk mengumpulkan tenaga atau kah karena ia juga sangat lapar, atau mungkin juga makanannya sangatlah enak.
"Apa sekarang kau sudah kenyang?" tanyanya.
"Iya, aku sudah kenyang dan juga sudah siap untuk melarikan diri!" ucap Zein semangat.
"Sssssstttt ... kau ini berisik sekali. Dimana - mana orang yang ingin melarikan diri itu diam-diam, bukan berisik sepertimu," ucap Aliana.
"Oh ya maafkan aku, Ali apa aku boleh bertanya?" tanya Zein.
"Jangan panggil aku Ali, panggilan itu aneh untuk wanita secantik aku!" jawabnya kesal.
"Maaf ... "
"Panggil saja aku AL, itu terlihat lebih keren dan juga sangat lucu. Oh ya kau ingin bertanya apa?"
"Berapa usiamu?" tanya Zein yang masih penasaran pada Aliana, kini mereka sedang duduk berdua di atas ranjang yang berukuran cukup besar.
"Berapa ya, aku lupa. Pokoknya kalau aku sekolah aku ini kelas dua belas," jawabnya.
"Apa! Sungguh luar biasa, usiamu saja kau tidak tahu." untuk kesekian kalinya Zein dibuat bingung oleh istrinya ini.
"Bukan tidak tahu, aku hanya lupa saja." ralatnya santai.
"Lalu kenapa kau tidak sekolah?" Ini sungguh aneh untuk Zein, Aliana terlahir sebagai orang kaya. Tidak mungkin jika ia tidak sekolah karena tidak mempunyai uang. Apa memang ada sesuatu hingga ia tidak sekolah.
"Aku malas,"
"Malas!"
"Iya, aku malas pergi ke sekolah. Karena di sana banyak orang - orang tidak menyenangkan."
"Apa kau pernah di bully?" menurut Zein itu adalah pertanyaan yang masuk akal. Karena mungkin Aliana tidak mau sekolah karena ia pernah mengalami pembullyan. Namun, Aliana menggelengkan kepalanya.
"Tidak akan ada yang berani membullyku,"
"Lalu?"
"Aku tidak suka banyak murid laki-laki yang menggangguku dan selalu mengatakan aku cinta padamu. Setelah itu para murid perempuan akan menjauhiku karena mereka kesal padaku, dan juga pelajarannya sangat susah. Aku pusing jika harus memikirkan tugas sekolah, rasanya kepalaku berdenyut-denyut dan sakit," jawab Aliana. Mendengar jawaban Aliana, Zein hanya mampu diam terpaku. Ia bahkan tidak mampu berkata-kata lagi. Ternyata istrinya ini memang makhluk langka.
"Lalu kenapa calon suamimu kabur, apa karena kau bodoh?" tanya Zein.
"Hei kau jaga bicaramu! Bukan aku yang bodoh justru dialah yang bodoh karena sudah meninggalkan gadis secantik dan juga sebaik aku," ucapnya.
"Lalu kenapa dia kabur, dia pasti punya alasan kan?" tanya Zein semakin penasaran.
"Katanya dia tidak mencintaiku, dan dia bilang kalau aku ini masih kecil."
"Jangan bilang jika Papa mu itu mengancamnya dan memaksanya untuk menikah denganmu?"
"Woooww amazing, darimana kau bisa tahu? Apa kau cenayang?" tanya Aliana.
"Bukankah dia juga melakukan hal yang sama padaku! Makhluk yang kau bilang Papa itu hampir saja menembak Ayahku!" ucap Zein kesal, karena ia memang masih ingat bagaimana tadi ayahnya akan dilukai. Meskipun Zein marah kepada ayahnya, tapi ia tidak mau jika terjadi sesuatu pada Tama. Apalagi semua itu karenanya, ia tidak ingin hidup dalam kubangan penyesalan karena telah menyebabkan ayahnya terluka atau hal yang lebih buruk lagi, misalnya menyebabkan ia tiada. Zein akan merasa sangat bersalah jika hal itu sampai terjadi.
"Terkadang aku ingin sekali menyembunyikan senjatanya agar Papaku tidak mengancam orang lain lagi,"
"Sebaiknya dibuang saja jangan hanya disembunyikan!" kesal Zein.
"baiklah sekarang sebaiknya kita tidur dulu siapkan tenagamu. Karena nanti tengah malam kita akan pergi dari sin Ada baiknya kita harus beristirahat dulu sebentar, agar tenaga kita bisa mengumpulkan tenaga untuk melarikan diri dari sini." ucap Aliana.
"Baiklah, kau tidak membohongiku kan?"
"Untuk apa aku membohongimu bahkan pernikahan ini saja sama sekali tidak aku inginkan,"
"Ya sudah, aku hanya takut kau membohongiku saja, karena mulai sekarang aku tidak mau terlalu percaya pada orang lain. Bahkan ayahku sendiri sudah melakukan hal ini padaku hanya demi uang," ucap Zein sedih.
"Sudahlah jangan bersedih lagi, cup ... cup jangan menangis," ucapnya sambil menepuk-nepuk pundak Zein.
"Aku tidak menangis," jawab Zein.
"Baiklah, anggap saja yang barusan keluar dari matamu itu air hujan."
"Huft, menyebalkan," gumam Zein.
***
Jangan lupa tinggalkan jejak 😘😘😘 sabar ya cerita ini akan bertahap supaya bisa nyambung. Biar yang pertama kali baca buku ini paham alurnya seperti apa 🙃
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Defi
macam ngasuh bocah ya Ali harus dipuk2 segala 🤣🤣
2023-05-27
0
Mamh Rahma
lnjut thor
2023-04-03
0
Eko Sujatno
lanjutken Thor,,,,,
2023-04-03
0