Kaki Reyna terasa berat untuk melangkah, dia berdiri mematung di depan pintu rumah besar itu. Kejadian semalam membuatnya ragu untuk masuk kerja, ini adalah situasi yang canggung bagi Reyna.
Pintu terbuka lebar menampilkan Azka dengan setelan jas nya berdiri menatap Reyna datar.
"Masuk!" Kalimat singkat itu berhasil menyihir Reyna yang tenggelam dalam lamunannya.
Seperti biasa, Reyna akan mendapat sambutan dari siapa lagi kalo bukan Farel yang senantiasa bahagia melihat kedatangannya. Reyna sering dengar Farel bercerita jika saat bangun tidur dia sedih karena gak ada Reyna di sampingnya, Farel ingin setiap bangun tidur objek pertama yang ditangkap netranya itu adalah Reyna.
"Bunda kenapa gak tinggal di cini aja?" Lontaran pertanyaan polos dari anak 4 tahun itu membuat Reyna mengulas senyum.
Hari ini Azka terpaksa mengubah aturannya, dia mengizinkan Reyna memasak di dapur karena menang tidak ada yang melakukan tugas itu karena ART mereka satu-satunya pulang kampung sementara Wati pergi sejak tadi pagi, jadi daripada kelaparan mending minta Reyna yang masak mumpung ada di sini.
Reyna sangat pandai memasak bahkan dulu cita-citanya ingin menjadi chef karena desakan orang tuanya. Walaupun masakannya dikenal enak tapi tetap saja jika menghidangkannya pada Azka rasanya masih ragu.
"Bagaimana? Apa ada yang kurang?" tanya Reyna ragu-ragu setelah Azka mencicipi masakannya. Hening sejenak. Azka masih mengunyah makanannya, sebenarnya dia tidak peduli enak atau nggak yang penting kenyang.
"Lumayan," jawabnya singkat kemudian lanjut makan lagi dengan lahap. Reyna akhirnya bisa bernafas lega setelah menahan nafas selama beberapa detik. Reyna menunggui Azka makan sambil menjaga Farel tentunya.
"Kamu gak makan?" Hati Reyna berdesir mendengar pertanyaan Azka, bukan masalah pertanyaannya tapi nada bicaranya. Azka yang biasanya berbicara keras padanya namun sekarang berubah lembut.
"Jangan melamun, rumah ini banyak penunggunya. Kalo kesambet saya tidak mau tanggung jawab." Azka menghentikan kegiatan makannya lalu bersidekap dada seraya menatap Reyna dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Jika sudah selesai akan saya bereskan," Reyna berdiri dari kursinya hendak membereskan semuanya, namun tangannya ditahan oleh Azka.
"Kenapa kamu menghindari tatapan saya? Takut?" Azka memberikan tatapan mengintimidasi pada Reyna.
"Ti-tidak." Reyna menggeleng cepat. Sudut bibir Azka terangkat. "Oh, benarkah?" Tanpa aba-aba Reyna sudah berada di pangkuan Azka, karena tarikan paksa tadi membuat nya linglung.
"Apa karena ciuman tadi malam?" Dapat Reyna rasakan nafas Azka menerpa wajahnya karena wajah mereka berjarak hanya beberapa centi. Reyna menunduk, enggan sekali menatap orang ini.
"Ayah, Falel juga mau dipangku kayak Bunda," Farel yang langsung melempar dirinya di atas paha Reyna membuat keduanya terdiam, jadilah aksi saling pangku memangku. Azka tertawa pelan melihat tingkah polos putranya, tapi kok lama-lama berat ya, niat hati ingin menjahili Reyna malah bocah satu ini ikut nimbrung.
Azka membantu Reyna berdiri, gepeng juga pahanya lama-lama.
"Ada satu hal yang ingin saya luruskan di sini. Lupakan semua aturan yang sudah saya tetapkan dan kau bisa berbuat sesukamu di rumah ini asal jangan berlebihan," setelah mengucapkan kalimat itu Azka melenggang pergi menyisakan Reyna yang bingung setengah mampus, kenapa dia berubah drastis seperti itu?. Tiba-tiba Reyna teringat akan kejadian semalam. Masa iya karena insiden tadi malam Azka jadi seperti itu, sungguh di luar nalar. Reyna menggelengkan kepalanya cepat, kenapa harus muncul bayangan itu di benaknya padahal sudah susah payah dia melupakannya.
.
.
Reyna tengah asik menemani Farel bermain mobil mobilan di ruang tengah, fokusnya teralihkan kala seseorang membuka pintu utama. Ohh ternyata Wati, tapi dia bersama seorang perempuan yang jauh lebih muda dari Wati.
"Wahhh rumah Tante besar sekali," puji perempuan itu, pandangan matanya tak lepas dari setiap inci ruangan. Wati yang mendapat pujian seperti itu tersenyum malu sekaligus bangga.
"Dia siapa Tante?" Reyna menoleh, sepertinya perempuan itu menunjuk ke arahnya.
"Ohh dia hanya baby sitter Farel jangan terlalu dihiraukan," jelas Wati seraya melambaikan tangannya di udara.
"Halo Farel, masih inget sama aku?" Perempuan itu asal terobos di tengah-tengah keseruan Farel dengan mainannya, mobil mobilan Farel sampai terbalik karena tersenggol oleh kakinya. Dapat Reyna lihat reaksi Farel yang terganggu dengan kehadirannya, bibirnya mencebik kesal lalu berlari ke arah Reyna menghindari gadis itu. Farel menenggelamkan wajah imutnya di ceruk leher Reyna. Perempuan bermuka jahat yang mendapat perlakuan seperti itu hanya memutar bola matanya malas, sampai saat ini dia masih belum bisa mendapatkan hati Farel, kalo anaknya saja belum menerimanya bagaimana dengan Ayahnya, tapi setidaknya dia masih mempunyai orang dalam.
"Hey Reyna kenapa kamu diam saja? Cepat buatkan kita minum!"
"Baik Nyonya."
"Ayo Zila duduk dulu, Farel sini sayang sapa calon Bunda baru kamu." Reyna melirik dari ekor matanya, apa katanya tadi? Calon Bunda baru? Kok Reyna jadi gak rela ya.
Farel tak bergeming dari tempatnya, pandangannya lurus menatap lantai. Reyna datang dengan dua gelas teh hangat di atas nampan.
"Baiklah, kamu boleh pergi," belum apa-apa sudah diusir saja. Reyna pamit undur diri membawa Farel ke kamarnya.
"Eh-eh, Farel gak usah dibawa," ucapan gadis yang Reyna ketahui bernama Zila itu lalu mendapat anggukan dari Wati.
"Gak mau, mau cama Bunda," Farel merengek saat Reyna ingin mengantarnya kepada dua perempuan yang sedang duduk dengan elegan di sofa.
"Iya sini sama Bunda," sahut Zila seraya merentangkan tangannya kayak orang mau senam. Maaf, tapi maksud Farel bukan kamu.
Farel bersembunyi di belakang Reyna, hal itu membuat reaksi masam dari Zila.
"Sudahlah biarkan saja. Reyna, bawa Farel ke kamarnya sana!"
"Tapi Tante, aku kan mau lebih akrab lagi dengan Farel," Zila merengek layaknya anak kecil yang membuat siapapun akan gemes melihatnya, iya gemes pengen cekik lehernya sampai mampus.
"Farel kalo sudah nangis susah buat didiemin jadi kamu jangan keras kepala," ucap Wati. Reyna hanya bisa tertawa dalam hati saat melihat Zila dengan wajah kesalnya.
"Azka kapan pulang, Tante?" Zila mengalihkan pembicaraan.
"Sore ini, kamu pulangnya nanti saja ya biar Azka yang anterin."
Reyna masih bisa mendengar percakapan mereka yang samar-samar dari atah tangga.
"Sepertinya Tuan Azka akan dijodohkan dengan perempuan cantik itu, apakah itu artinya sebentar lagi aku akan berpisah dengan Farel?"
Wati membiarkan Zila istirahat sebentar di kamar tamu sementara menunggu Azka pulang kerja.
"Wahhh nyaman sekali, kamar tamu nya aja senyaman ini apalagi kamar Azka," Zila menenggelamkan wajahnya yang memerah akibat membayangkan jika dia tidur sekamar dengan Azka, benar-benar perempuan tak tau malu.
"Azka kok lama banget ya?" Zila memandang jam tangan mahalnya, masih pukul 2 siang. Daripada melek tapi gak ada kerjaan, Zila lebih memilih tidur untuk mengistirahatkan badannya yang capek habis menemani Wati shopping di Mall.
.
.
.
Suara deru mesin mobil terdengar di telinga Zila. Sudah ia duga itu pasti Azka, cepat-cepat dia mengambil alat make up di tasnya untuk memoles sedikit wajahnya yang sedikit bengkak akibat keenakan tidur.
"Azka sini, Nak."
"Kenapa Mah? Di mana Farel?" Tentu saja yang pertama dia cari adalah putranya, aneh saja Farel gak di sini menyambut kepulangannya.
"Ada di kamarnya sama Reyna. Mama mau bicara sesuatu yang penting sama kamu mengenai Ibu sambung untuk Farel," raut wajah Wati mulai serius. Azka mengernyit, sudah tau arahnya kemana tapi dia tetap mendengarkan sampai sang Mama selesai dengan kalimatnya baru dia bisa menerima atau membantah.
"Tapi sebelum ke intinya, Mama mau bertanya sama kamu terlebih dahulu, apa kamu sudah siap untuk menikah lagi?" Wati bertanya dengan sangat hati-hati takut melukai perasaan Azka. Azka terdiam, menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Entahlah, dia tidak paham dengan hatinya, jauh di lubuk hati nya dia memang merasa kesepian tanpa seorang istri tapi setidaknya masih ada Farel yang selalu membuat hidupnya berwarna lagi setelah kepergian sang istri tercinta.
"Mama tidak akan memaksa kamu, Mama hanya ingin mengetahui jika kamu siap atau tidak siap," Wati sangat mengerti arti diam nya Azka, mungkin dinding setia Azka pada mendiang istrinya masih berdiri kokoh dalah hatinya.
"Azka masih ingin memikirkannya lebih matang lagi," jawaban dari Azka mendapat anggukan dari Wati.
Tanpa sadar semua pembicaraan itu didengar oleh Zila, hilang sudah harapannya jika begini, dia jadi enggan untuk keluar dari persembunyiannya. Di tempat lain Reyna tersenyum senang karena jawaban Azka cukup memuaskan hati, untuk sementara dia tidak akan berpisah dengan Farel, pikirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Mama lilik Lilik
menengok apa melirik ya Thor,maaf🙏🏼
2024-07-13
1
Mulyanthie Agustin Rachmawatie
Smoga tdak menyatu antara Azka & Zilla...
2023-10-08
1