Reyna merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya, hari ini rasanya letih sekali ditambah dia harus bertemu manusia menyebalkan sejagad raya, baru juga ketemu sudah main nuduh aja untung dia gak jadi dibawa ke polsek kalau saja bocah laki-laki itu tidak membelanya. Reyna mencoba menutup matanya untuk mengistirahatkan mental dan fisiknya. Walaupun matanya terpejam tapi pikrannya masih berkelana berfikir arah mana lagi yang harus ia tuju untuk mendapatkan pekerjaan.
"Tau bakalan begini aku gak akan boros dengan semua uang itu," Reyna memijat pelipisnya pusing. Karena lelah dengan hidupnya akhirnya Reyna terlelap menuju alam mimpi.
Reyna dikagetkan oleh suara ketuka pintu yang tidak bersahabat dari luar, udah kayak mau grebek maling. Reyna mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk, Reyna bangkit dari tempat tidur, pandangannya kabur dan kepalanya pusing, yang punya masalah darah rendah pasti paham lah. Nyawa belum terkumpul sempurna, tetapi Reyna memaksakan diri untuk berjalan dengan bertumpu pada tembok menuju arah pintu.
"Ohh ternyata kamu Sapi, gak bisa sabaran dikit napa," Reyna menguap tanda ia masih mengantuk dan ingin melanjutkan aktivitas tidurnya setelah mempersilahkan temannya masuk.
"Nama aku Sapira ya, bukan Sapi," protes Sapira lalu asal duduk di sofa tanpa disuruh, lagian dulu Reyna bilang kalo main ke sini gak usah sungkan anggap aja rumah sendiri. Sapira adalah teman satu komplek hanya berjarak dua rumah dari kontrakan Reyna.
"Ada apa sore-sore begini?" tanya Reyna.
"Aku ada berita bagus, emm tapi sebelum itu kamu sudah dapat pekerjaan atau belum? Kalo belum mumpung ada nih deket banget sama tempat kerja aku, mereka butuh banget dan kamu bisa langsung kerja besok, bisa kan?" Mata Reyna yang tadinya mengantuk langsung melotot senang. Setelah gelap terbitlah terang, peribahasa yang menggambarkan nasibnya saat ini.
"Kerja apa tuh?" Reyna bertanya antusias.
"Katanya sih kamu hanya perlu mengantar makanan ke meja pelanggan, bisa?"
"Aduh, hanya mengantar makanan masa aku gak bisa, ngawur banget," Reyna tertawa remeh.
"Hmm iya juga sih. Ini alamatnya, besok kamu berangkat bareng aku ke sana."
Reyna mengangkat kedua jempolnya mantap tak lupa juga mengucapkan terima kasih pada Sapira yang sudah mau membantunya mencari kerja.
Keesokan paginya, Reyna sudah siap dengan pakaian formal nya, hari pertama kerja harus rapi dan bersemangat dong. Reyna menatap pantulan dirinya di cermin.
"Oke, sudah rapi, tinggal berangkat."
"Widih udah rapi aja, semangat banget ya hari pertama," goda Sapira, Reyna hanya tersenyum simpul. Mereka berangkat naik taxi Sapira yang bayarin ongkosnya. Tak sampai 10 menit perjalanan, mereka sampai di depan sebuah Kafetaria yang menjual berbagai jenis kue dan kopi, Kafe ini biasanya banyak dikunjungi pelanggan saat pagi, sore dan malam hari. Di waktu sore pelanggan suka menyaksikan sunset sambil menikmati kopi dan sepiring kue manis. Kebetukan matahari terbenam terlihat jelas dari jendela transparan Kafe tersebut, dan di saat itulah para pegawainya super sibuk melayani pelanggan yang datangnya gak henti-henti, meja dan kursi juga tersedia di luar Kafe bagi pelanggan yang ingin menikmati hidangan sambil melihat kendaraan berlalu lalang di depan mereka.
"I-ini beneran tempatnya?, kamu gak salah alamat kan?"
"Memangnya kenapa? Kamu gak suka ya?" Sapira mengernyit heran.
"Bu-bukan gak suka, tapi ini terlalu mewah. Apa aku bakalan diterima begitu saja sedangkan kamu tau pekerjaan jaman sekarang harus lulusan S1 atau nggak paling gampang lulusan SMA, kamu tau sendiri kan kalo aku ini hanya lulusan SMP," Reyna meremat ujung bajunya. Baiklah dia mulai ragu sekarang.
Sapira tertawa geli melihat temannya ini.
"Tenang aja Na, tempat ini gak mempermasalahkan atau berpatokan dengan masalah gelar ataupun sampai mana kamu sekolah yang penting kamu jujur dan bekerja keras, lagipula aku sudah ajukan kok CV kamu tadi, dan mereka setuju-setuju aja, asal kamu kembali pada syarat yang utama yaitu harus jujur dan tekun gak boleh malas-malasan karena manajer di sana benci pegawai yang malas dan hanya mengandalkan orang lain," jelas Sapira seraya mengusap pundak Reyna.
Reyna kembali mendongak menatap netra Sapira berusaha mencari kebohongan di baliknya, tapi hanya tatapan teduh dan tulus yang ia dapatkan membuat Reyna semakin yakin jika Sapira tidak berbohong dengan ucapannya tadi.
"Ngomong-ngomong kamu dapat CV aku dari mana? Bukannya seharian kamu di tempat kerja, aku juga bawa CV aku loh gak pernah aku tinggalin," satu pertanyaan yang nyangkut di benak Reyna.
"Hehe, aku foto CV kamu waktu ke toilet tadi pagi buat jaga-jaga siapa tau aku dapat lowongan buat kamu, maaf deh kalo aku lancang," Sapira mengatupkan kedua tangannya meminta maaf.
"Buat apa minta maaf justru aku yang sangat berterima kasih sama kamu."
"Iya tenang aja. Udah yuk, nanti keburu diisi oleh orang lain kalo kamu telat," Sapira merangkul bahu Reyna.
Hari ini pelanggan lumayan ramai, dan pegawai di sana juga tampak sibuk mengurusi pesanan para pelanggan yang baru datang. Sapira menghampiri salah satu pegawai yang bertugas sebagai pegawai kasir karena hanya dia yang gak terlalu sibuk seperti yang lain.
"Permisi kak, ini teman saya yang kemarin mau melamar kerja di sini, ruang manajernya di mana ya?" Sapira bertanya dengan ramah.
"Manajer lagi gak ada di ruangannya, kalo mau langsung kerja aja." Reyna dan Sapira saling pandang sejenak kemudian Reyna mengangguk mantap, inilah sebenarnya yang dia mau gak perlu bertemu manajer dan tidak akan ditanyakan berbagai macam hal tentang kehidupannya. Perempuan itu bergegas menuju belakang tempat khusu pegawai ganti baju, Reyna ngekor di belakang sementara Sapira sudah kembali ke tempat kerjanya.
"Kalau sudah selesai langsung ke depan ya," ujarnya dengan ramah lalu meninggalkan Reyna sendiri di sama untuk ganti baju, karena kalo ditunguin kan malu. Reyna segera mengenakan seragam tadu bukan seragam sekolah ya, seragam khususu untuk pegawai Kafetaria.
"Apa yang bisa saya bantu?" Reyna masih sungkan dan ragu untuk sekedar menyapa, bisa dibilang dia itu tidak terlalu bisa bersosialisasi.
"Hey pegawai baru, ini tolong antarkan ke meja nomor delapan setelah itu ke meja nomor enam!" seorang laki-laki dengan postur tubuh pendek dan agak sedikit gemuk berteriak memanggil Reyna untuk mengantarkan pesanan, dengan sigap Reyna bergerak dengan gesit.
Waktu istirahat tiba, Reyna duduk sambil bersandar di kursi, hari pertama sangat melelahkan sesekali Reyna menghela nafas.
"Wow kamu tadi lincah banget, pekerjaan jadi cepat selesai," perempuan yang merupakan pegawai kasir tadi duduk di depan Reyna dan memuji energi Reyna yang membara, baru pertama dia lihat pegawai segesit itu.
"Ahh tidak, semuanya cepat selesai karena kita saling membantu bukan hanya karena aku tapi kalian semua juga," jawab Reyna merendah lalu memperbaiki posisi duduknya.
"Tidak-tidak, aku kenal semua yang bekerja di sini dan aku juga tau potensi mereka masing-masing, tapi saat melihat kamu aku jadi kaget dan takjub," ujarnya sambil berekspresi kaget. Reyna tertawa renyah, selain pekerjaan yang bagus dia juga bisa mendapat teman yang baik dan ramah di tempat kerjanya.
"Oh iya nama kamu siapa? Aku Ana," perempuan bernama Ana itu mengulurkan tangannya dengan senang hati Reyna menerimanya. "Aku Reyna."
"Hey ada apa nih? Ngerumpi gak ngajak-ngajak," pria pendek yang sempat berteriak pada Reyna ikutan nimbrung dan langsung duduk di sebelah Ana.
"Nah kalo pria gembul ini namanya Dodi."
"Bisa tidak berhenti mencolek lenganku?" Dodi protes karena Ana gemar sekali memainkan lengan gemuk Dodi. Ana tertawa jahil lalu menghentikan aktivitas konyolnya.
"Di sini ada berapa pegawai?"
"Empat, ditambah kamu jadi lima," jawab Ana. Reyna mengangguk paham. "Itu namanya siapa?" tunjuk Reyna pada seorang perempuan yang sedang fokus mengela meja bekas pelanggan, dia bekerja seolah tidak peduli dengan kondisi sekitar tatapannya hanya tertuju pada objeknya.
"Itu Lia, dia orangnya introvert banget dan jarang banget kumpul kayak gini, kami jadi sungkan buat menyapanya walaupun sudah lama bekerja bersama di sini," jawab Dodi yang diiringi anggukan kepala dari Ana. Reyna menatap lekat perempuan bernama Lia itu sampai netra mereka tidak sengaja bertemu, Reyna melemparkan senyuman untuk mengawali pertemuan mereka tapi dengan cepat Lia membuang pandangannya tanpa menoleh lagi, Reyna menaikkan alisnya bingung, apa dia salah?
"Sudahlah Na, jangan terlalu dihiraukan anaknya memang begitu. Laki-laki tinggi berkulit tan itu namanya Rizky," kali ini Ana mengenalkan pegawai yang terakhir, pemuda tinggi itu baru saja dari toilet.
"Eyy Rizky, kamu gak mau kenalan dengan pegawai baru yang cantik ini kali aja kamu minat, kebetulan kan kamu lagi cari pacar," Dodi dengan teriakan khas nya memanggil Rizky untuk menghampirinya.
"Kamu tidak sopan sekali mempromosikan anak orang, kamu pikir Reyna barang," Ana mendelik tajam, Dodi mengedikkan bahunya acuh. Sementara Rizky dia hanya menoleh sekilas kemudian menghampiri Lia yang masih fokus dengan kegiatannya yang sepertinya tidak selesai-selesai dari tadi. Reyna memperhatikan gerak-gerik keduanya, bukan apa-apa hanya saja dia ingin mengakrabkan diri dengan teman kerjanya tapi sayang ternyata ada yang introvert, itu artinya bakalan susah dideketin.
Terdengar lonceng di atas pintu berbunyi, itu artinya ada yang datang. Semuanya serempak menengok ke arah pintu mendapati seorang laki-laki tinggi dengan setelan jas warna navy memasuki kafe, yang lain segera berdiri sementara Reyna bengong kayak orang bego sampai sebuah tepukan keras mendarat di bahunya, orang yang melakukannya adalah Rizky yang tiba-tiba saja dia di belakangnya. Lelaki kulit tan itu mengisyaratkan Reyna untuk berdiri, walaupun sedikit bingung dia tetap menurut dan segera berdiri seperti yang dilakukan teman kerjanya.
"Pegawai baru? Ikut ke ruangan saya!" Reyna menatap satu-satu temannya meminta pertolongan, jika masalah beginian dia paling takut.
"Santai Na, palingan juga kamu disuruh buat isi beberapa berkas kayak kita dulu," ujar Ana menenangkan.
"Kok kayak di perusahaan pakai berkas segala."
"Ya, karena berkas itu akan diserahkan pada Bos besar."
"Lah beliau tadi bukan Bos pemilik Kafe ini?" tanya Reyna. Ana menggeleng pelan.
"Sudah sana, nanti aku ceritain. Sebaiknya temui beliau dulu." Ana mendorong tubuh Reyna yang masih membatu. Sebelum pergi, Reyna menghela nafas dulu itulah rutinitasnya jika tengah gugup.
Sebagai perempuan yang mempunyai sopan santun, Reyna mengetuk pintu terlebih dahulu walaupun pintu sudah terbuka.
"Masuk!!"
Karena sudah mendapat perintah barulah Reyna melangkahkan kakinya ke dalam menemui sang Manajer.
"Silahkan duduk!"
"Kamu kerja di sini melalui perantara temanmu dan saya tebak kamu tidak membawa surat lamaran bukan? Karena kamu tidak membawanya, silahkan isi formulir ini selengkap lengkapnya, saya tidak mau ada unsur kebohongan di dalamnya," laki-laki itu menyerahkan beberapa lembar kertas. Dengan telaten Reyna membacanya satu persatu dan mulai menulis sesuai apa yang diminta di sana, butuh 10 menit kurang untuk menyelesaikannya karena ada bagian di mana membuat Reyna bingung, mau bertanya tapi malu alhasil dia pahami sendiri saja. Untungnya saat Reyna menyerahkannya, laki-laki itu hanya menatap sekilas kemudian memasukkannya ke dalam map hijau. Reyna dipersilahkan keluar, akhirnya dia bisa bernafas lega.
Di depan pintu, Reyna gak sengaja bertemu dengan Rizky, pemuda itu tersenyum manis kemudian berlalu pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments