Reyna selesai dengan sesi ganti bajunya di ruang belakang karena hari ini dia akan pulang, tidak sengaja Reyna berpapasan dengan Lia yang tengah membawa beberapa piring kotor di tangannya.
"Hai Lia, butuh bantuan?" tawar Reyna ramah tak lupa juga dengan senyuman manisnya, Reyna seperti itu bukan untuk cari perhatian dia hanya ingin mengakrabkan diri.
"Tidak terima kasih, aku bisa sendiri," jawab Lia tanpa memandang lawan bicaranya. Reyna mengangguk paham lalu berjalan mendahului Lia.
*Brakkkk!!
Pranggg*!!!!
Reyna menoleh ke belakang, di sana Lia sudah tersungkur di lantai dengan piring kotor yang pecah tergeletak di lantai, cepat-cepat Reyna putar arah untuk membantu Lia yang sepertinya kaki dan tangannya terkilir.
"Lia, kamu gak apa-apa?" tanya Reyna khawatir, Lia hanya menggeleng tapi raut wajahnya tidak bisa bohong dia sedang kesakitan sekarang. Reyna kewalahan, Ana dan Dodi sudah pulang di Kafe hanya sisa dia, Lia dan Rizky tapi pemuda berkulit tan itu entah pergi ke mana karena Reyna gak sengaja melihatnya keluar Kafe tapi masih menggunakan baju kerjanya itu artinya Rizky belum betul-betul pulang.
Reyna membantu Lia berdiri dan menuntunnya ke kursi.
"Kamu duduk di sini saja biar aku yang beresin piring yang pecah tadi," Lia mengangguk mengiyakan dan terus memijat pergelangan kakinya yang terasa ngilu. Tadi dia terpeleset akibat lantainya basah, lagian siapa sih yang ngepel lantai gak pakai tanda lantai basah.
Dengan telaten Reyna memunguti pecahan piring yang menyebar di sekitar dapur, untung saja tidak terlalu banyak. Setelah selesai Reyna membuang pecahan tersebut di bak sampah tidak lupa membungkusnya dengan plastik agar tidak berceceran kemana-mana dan bisa saja nantu membuat orang lain terluka. Balik dari dapur, Reyna sudah mendapati Lia yang tengah diceramahi dan bahkan ditampar oleh Manajer mereka, Lia hanya menunduk dengan sedih dia memaksakan untuk berdiri padahal kakinya terkilir. Apakah seperti itu cara seorang atasan memperlakukan karyawannya hanya karena memecahkan beberapa piring, apakah dengan ucapan saja tidak cukup? Kenapa harus dengan kekerasan juga, Reyna rasa ini sudah tidak benar.
"Maaf Pak kalau saya boleh menyela, Lia gak salah kok lantainya tadi basah mungkin habis dipel makanya Lia gak sengaja kepeleset," Reyna mengungkapkan pendapat berdasarkan apa yang dilihatnya.
"Hey anak baru sebaiknya kamu dian saja, kamu hanya pegawai baru jadi gak usah sok pintar dan ikut campur, pulang sana!"
Tentu saja itu membuat Reyna geram, tangannya terkepal kuat, terserah setelah ini dia bakalan dipecat hanya saja dia tidak tahan dengan hal yang berbau penindasan seperti ini. Lia yang sadar akan tindakan Reyna segera menggenggam tangan Reyna yang mengepal.
"Sudahlah Na, kamu pulang saja ya, lagipula di sini aku yang salah jadi aku harus bertanggung jawab atas kesalahan ku," Lia tersenyum simpul meskipun Reyna tau itu adalah senyum paksaan. Ragu? Tentu saja, siapa yang akan percaya jika Lia akan baik-baik saja di sini nanti setelah kepergiannya, Reyna sudah mengetahui perangai Manajer di depannya ini karena mendapat cerita dari Ana tadi siang. Satu orang yang menjadi penolong bagi Lia sekarang yaitu Rizky, pemuda itu sampai sekarang tidak kelihatan batang hidungnya. Dia bersikeras jika Rizky belum datang dia tidak mau beranjak dari tempatnya, dia harus menemani Lia di sini walaupun harus ikut kena marah oleh atasan mereka.
"Sana pulang! Kenapa masih di sini?" Andi di Manajer galak bin songong itu mendesak Reyna untuk segera meninggalkan tempat karena dia harus menyelesaikan masalahnya dengan Lia, ada beberapa kalimat lagi yang belum dia keluarkan, tadi sempat tertunda karena kedatangan Reyna yang menurutnya sangat mengganggu.
"Saya gak akan pulang jika Lia juga belum pulang," sungguh Reyna gak bakalan tau apa yang terjadi selanjutnya akibat sifat keras kepalanya ini. Lia melotot kaget, baru kali ini dia menjumpai pegawai yang berani melawan Andi yang terkenal sangar dan galak ini.
"Ohh kamu menentang perintah saya ya? Pergi atau kamu gak usah lagi kerja di sini?" Andi menatap Reyna nyalang, Reyna meneguk salivanya rasanya sangat susah ditelan. Reyna balik menatap Lia yang didapatkan hanya anggukan kepala, itu artinya Lia gak apa-apa jika ditinggal sendiri. Satu helaan nafas pasrah dari Reyna, lalu bergegas pergi. Dalam hati sebenarnya dia tidak tega tapi mau gimana lagi, cari kerjaan susah sekarang, masa hari pertama kerja sudah dipecat saja kan gak lucu. Sejak itu Reyna gak tau lagi apa yang terjadi pada Lia yang ia tinggalkan sendirian bersama Manajer galak itu di Kafe, masih ada rasa bersalah menghinggapi pikiran Reyna.
"Lagi mikirin apaan sih?, aku panggil gak nyahut-nyahut, sampai kering nih tenggorokan aku." Reyna dikagetkan oleh suara Sapira yang berbicara tepat di dekat telinganya.
"Hobi banget kagetin orang, untung saja gak aku karate leher kamu tadi," gerutu Reyna, Sapira menyamai langkahnya di samping Reyna.
"Ya maaf, habis kamu budeg banget."
"Buat apa manggil kalo kamu saja bisa langsung nyamperin sih Sapi?," Reyna mencebik kesal.
"Kamu kan tau kalau aku tuh hobi teriak."
"Teriak aja sana di hutan bareng tarzan."
"Kamu belum jawab pertanyaan aku loh, lagi lamunin apaan? Serius banget. Ada masalah di tempat kerja kamu?, jangan bilang kamu dipecat di hari pertama kerja? Kasih tau aku apa kesalahan yang kamu perbuat?" Reyna mendengus kesal mendengar pertanyaan beruntun yang dilontarkan Sapira. Walaupun kesal Reyna tetap menceritakan kejadian tadi berharap Sapira bisa memberikan solusi dan sedikit informasi tentang Manajernya di Kafe kok bisa dia segalak itu padahal bukan Bos asli.
Setelah mendengar cerita Reyna, Sapira mengetuk-ngetuk pipinya seolah tengah berfikir padahal mah aslinya dia gak paham plus gak tau juga harus bereaksi kayak gimana, karena hal itu menurutnya biasa dalam suatu pekerjaan.
"Bagaimana? Apa tindakanku sudah benar meninggalkan Lia sendirian di sana?" Reyna mendesak Sapira yang masih saja belum menemukan jawaban yang tepat dan pas untuk diutarakan pada Reyna yang notabennya gak sabaran.
"Hmm gimana ya, menurut aku sih kamu seharusnya jangan terlalu ikut campur dengan masalah teman kamu itu." Jawaban Sapira tadi lantas membuat Reyna melongo kaget, bagaimana bisa dia harus berdiam diri di saat orang lain dihakimi padahal bukan salah dia dan apa wajar gitu dia mendapatkan kekerasan. Sudah mendapat luka fisik ditambah gangguan mental juga.
"Kok kamu ngomong gitu?" Reyna mengerutkan dahinya, gak biasanya Sapira seperti ini.
"Aihh sudahlah jangan terlalu dipikirkan, mungkin atasan kamu punya alasan tersendiri. Udah yuk aku lapar, kita masak di kontrakan kamu ya biar aku yang beli bahannya dan kamu yang masak soalnya aku gak jago masak," Sapira berjalan mendahului Reyna. Hari ini mereka berdua memilih pulang dengan jalan kaki sekalian jalan-jalan menikmati angin malam.
Sapira datang membawa bahan makanan berupa sayur, mie, daging dan telur ke rumah Reyna. Seperti kesepakatan, Reyna yang memasak sementara Sapira santai nonton TV di ruang tengah, tadi dia hanya bantu-bantu potong tomat dan timun itupun masih diajari Reyna, soalnya Sapira motongnya besar sebelah.
"Kalo gak bisa masak, terus di rumah kamu makannya beli di mana, bukannya jarak komplek kita jauh dari warung?" tanya Reyna. Memang benar, tempat tinggal mereka didominasi oleh rumah semua bahkan gak ada satupun dari tetangga mereka yang jualan makanan, mereka lebih memilih keluar untuk membelinya.
"Gofood dong, kan sekarang zaman online ya kita harus memanfaatkan perkembangan teknologi pada zaman ini," jelas Sapira seraya menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.
"Gak boros kayak gitu?"
"Boros, tapi dikit. Selain enak porsinya juga banyak, bonus dapet foto sama abang Gofood nya," kekeh Sapira.
Sekarang yang punya tugas cuci piring adalah Sapira, untung cuci piring dia bisa kalo nggak sih parah banget, mau bilang apa besok sama mertuanya. Selesai makan, mereka memutuskan untuk maraton film horor di kamar Reyna, Sapira hari ini nginep jadi mereka memanfaatkan momen ini untuk menonton film, tadinya Reyna gak setuju kalo harus film horor kenapa gak drama romantis aja?, tapi kata Sapira dia anti romantis kalo liat yang uwu dikit langsung muntah, makanya pilihan yang tepat jatuh pada film horor. Terpaksa Reyna ngikut saja walaupun dia takut setengah mati soalnya suka kebayang-bayang apalagi kalo mau ke kamar mandi malem-malem, berasa dibuntutin tau nggak. Sapira mematikan lampu kamar, katanya biar kesannya makin horor. Sepanjang film Reyna menutup matanya dengan selimut, jadilah Sapira hanya nonton sendiri, ini mah bukan nobar namanya.
Sapira si penggemar film horor yang sudah khatam semua jenis film horor, jadi dia merasa biasa saja gak kayak Reyna yang paling benci dengan hal yang berbau horor, tapi karena males debat sama Sapira yang gak bakalan ada ujungnya dia nurut aja asalkan gak ikut nonton, bahkan denger suaranya saja sudah bikin merinding.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments