Semenjak ruangan Azka dipindah, mereka bergantian untuk menjaganya sepanjang malam. Wati sempat gelisah, sudah hampir satu minggu tetapi Azka tak kunjung siuman walaupun kata dokter masa kritisnya sudah berakhir. Bukannya memberikan pencerahan dan kalimat penenang untuk keluarga pasien, dokter Zico malah ikutan bingung dan harus bolak balik untuk memeriksa kembali keadaan Azka dalam setiap jam nya.
"Ibu mohon bersabar ya, mungkin pasien masih butuh waktu," hanya kalimat inilah yang menjadi andalan dokter Zico untuk membungkam Wati karena terlalu cerewet.
Masalah perusahaan, Wati memerintahkan Rudy orang kepercayaan suami dan anaknya untuk meng-handle sementara Azka pulih, rapat antar kolega untuk sementara dihentikan, project yang akan diluncurkan minggu ini juga ditunda karena kabar kecelakaan Azka. Tidak ada yang tau kapan takdir bekerja, jadi semua kolega menerima saja dan bersedia melakukan rapat ulang nanti setelah Azka sembuh total.
Reyna menatap Azka yang masih terpejam, tangannya bergerak menyentuh tangan Azka yang dipenuhi selang infus. Wati sejak tadi belum kembali, katanya pulang ambil baju untuk menginap di sini, Reyna memandang Farel yang tertidur di sofa, tampak tidak nyaman tapi anak itu baik-baik saja. Fokusnya kembali pada Azka. Reyna memposisikan kepalanya untuk tiduran di samping tubuh Azka sambil menggenggam tangannya. Reyna sebenarnya dari tadi was-was takut Wati tiba-tiba masuk dan memarahinya karena sudah lancang menyentuh Azka, tapi mau gimana lagi, hatinya seolah memaksanya agar seperti ini dulu sejenak.
Reyna merasakan pergerakan di tangannya, dia terbangun dan memperhatikan. Jari Azka bergerak seolah berusaha ikut menggenggan tangan Reyna. Wajah senangnya tidak bisa disembunyikan, dengan cepat Reyna menekan tombol yang digunakan untuk memaggil dokter jika ada keadaan darurat. Dokter dan suster berbondong-bondong datang ke ruang rawat Azka dan menanyakan apa yang terjadi. Setelah mendengar penjelasan dari Reyna, dokter Zico langsung saja memeriksanya, mulai dari mata hingga detak jantung.
"Bagaimana dokter, apakah pasie akan sadar sekarang?" Reyna tampak tidak sabar.
"Sabar, Nona. Yang terjadi pada pasien tadi hanya reaksi kecil karena adanya sentuhan fisik, tapi bisa dipastikan sebentar lagi pasien akan mulai siuman," jelas dokter Zico.
"Ada apa ini?" Wati baru saja kembali dengan tas berat di pundaknya, Reyna tebak pasti itu semua isinya pakaian untuk stok berjaga di rumah sakit. Wati yang tidak tau dan bingung kenapa pada berkumpul di sisi brankar Azka.
"Kami hanya memeriksa kondisi pasien, karena pasien baru saja menerima ransangan akibat sentuhan fisik yang membuatnya bereaksi, seperti menggerakkan jari nya.
"Ohh benarkah? Jadi putra saya sudah sadar?"
"Masih belum, ini hanya permulaan, tapi Ibu tenang saja dalam waktu dekat saya pastikan putra Ibu akan siuman secepatnya." Senyum Wati seketika sirna, padahal sudah berharap lebih.
.
.
Sudah berapa kali Lia bolak balik kamar mandi hanya untuk muntah yang tidak keluar apa-apa sama sekali, perutnya serasa diaduk, kepalanya pusing, wajahnya pucat, dan semua itu disadari oleh yang lain. Tak terkecuali Ana yang senantiasa menemaninya muntah di kamar mandi dan mengurut tengkuknya pelan.
"Kamu kalo sakit istirahat di rumah saja," tutur Ana yang mulai khawatir dengan kondisi Lia, secepat itu staminanya berkurang. Lia menggeleng dan selalu mengatakan Aku baik-baik saja, Ana. Baik-baik saja bagaimana, mungkin jika dihitung sudah 10 kali dia bolak balik dari kamar mandi dan ini yang ke-11.
"Ya sudah kalo kamu ngotot pengen di sini," Ana sudah capek dengan jawaban Lia yang tetap sama sepanjang dia memberi saran.
Ana menyadari semua perubahan pada diri Lia sejak kemarin, gadis itu jadi lebih pendiam lagi suka ngelamun juga, gak kayak biasanya. Karena sesama perempuan, Ana memberanikan diri untuk bertanya walaupun sedikit canggung karena tidak terlalu akrab dengan Lia, jawaban yang Ana dapatkan tentu saja belum memuaskan batin, tapi dia juga tidak bisa memaksa Lia untuk berterus terang, mungkin ada masalah pribadinya yang tidak bisa diceritakan dengan mudah sekalipun kepada teman dekat.
Terlepas dari semua itu, Ana tak pernah putus komunikasi dengan Reyna, apa yang terjadi pada Lia dia ceritakan semuanya. Sampai Reyna speak up tentang dirinya yang melihat Lia kemarin di rumah sakit, Ana sempat membantah karena mana mungkin Lia hamil, secara dia wanita yang baik-baik apalagi pendiam, Reyna pun berpikir demikian, tidak ingin berspekulasi atau menuduh hal yang bukan-bukan sebelum ada buktinya.
"Yah, kita do'akan yang terbaik saja untuk Lia semoga apa yang kita pikirkan jauh dari fakta."
"Benar, Na. Aku harap juga begitu. Oh iya, bagaimana kondisi Tuan Azka, sudah membaik? Dan bagaimana pekerjaan barumu, apakah menyenangkan sejauh ini?"
"Hmm, Tuan Azka sudah membaik, hanya saja belum siuman hampir satu minggu. Tentang pekerjaan, aku suka dan lumayan menyenangkan walaupun rasa lelahnya berkali-kali lipat dibanding saat aku bekerja di Kafetaria."
"Aku senang jika kamu menyukainya, tapi aku di sini juga butuh kamu, Dodi semenjak pacaran selalu mengabaikanku dan tidak pernah punya waktu luang untuk bergosip, dia hanya fokus pada ponselnya. Rizky juga begitu, entah kenapa dari dua hari yang lalu dia selalu menghindar dari kami, dia mengasingkan diri." Ana curhat tentang kondisi di tempat kerja, dia merasa rekan kerjanya semua gak ada yang waras, hanya Reyna yang dia butuhkan sekarang.
"Kamu tidak sendiri, Ana. Aku juga merasakan hal yang sama."
.
.
"Mau kemana kamu?" Mirna memergoki Zila yang tengah mengemas semua isi lemarinya ke koper. Zila kaget, niat hati ingin kabur diam-diam malah ketangkap basah.
"Aku mau pergi dari rumah ini, Ma."
"Huh, baguslah. Bebanku berkurang satu, pergilah sejauh mungkin dan jangan pernah kembali lagi, kamu yang setiap harinya hanya bisa menghabiskan uang untuk foya-foya malah sok-sok an mau kabur, mau jadi gelandangan kamu di luar sana, memangnya apa yang bisa kamu lakukan untuk menghidupi diri kamu?" Zila hanya bisa diam, Mirna benar dia sama sekali tidak punya kemampuan untuk bekerja, akibat keseringan dimanja orang tua ya gini.
"Kalau pun kamu dapat pekerjaan, paling kerjaan kamu kayak Mama, kerja di club malam atau tidak jual diri," Zila langsung naik pitam mendengarnya, sampai tangan kanannya terangka hendak menampar Mirna.
"Apa? Mau nampar Mama? Ya udah, nih sebelah sini mumpung empuk bisa jadi sasaran tangan kotor kamu." Zila mulai terisak, dia merasa tidak berguna lagi di sini.
Sungguh Mama nya berubah total, tidak ada kasih sayang terselipkan di matanya hanya ada rasa haus akan kekayaan sampai tega mengorbankan anaknya juga dalam tingkah kotornya.
"Sudah sana cepat pergi, klien Mama akan datang sebentar lagi, Mama tidak mau kamu jadi pengacau seperti kemarin," Mirna melenggang pergi dan menutup pintu kamar Zila dengan kasar.
Niat kabur, Zila urungkan sejenak. Zila masih sangat menyayangi sang Mama dan untuk meninggalkannya tentu saja sangat berat mengetahui juga bagaimana tabiat Mirna di rumah ini, namun di satu sisi Zila sudah capek ngomong panjang lebar kali tinggi tidak akan pernah dihiraukan sama sekali oleh Mirna, mungkin sampai mulutnya berbusa pun Mama Zila tak akan mendengarnya. Antara pergi dan tinggal, sungguh pilihan yang sulit.
Zila mendengar suara deru mobil mulai memasuki pekarangan rumahnya, cepat-cepat dia mengintip lewat jendela, dan benar saja mobil yang kemarin datang lagi namun sepertinya ada mobil baru lagi. Ohh tidak, Mama sudah benar-benar gila, 8 pria sekaligus? Zila kembali mengingat ucapan si botak kemarin tentang ikut serta menikmati tubuhnya, buru-buru dia mengunci pintu dari dalam kala mendengar suara langkah kaki yang ramai mulai menapak di dekat kamar Mirna.
"Di mana putrimu yang cantik dan sexy itu Mirna, bukankah kau sudah berjanji kemarin?" Sayup-sayup Zila mendengar percakapan mereka, jantungnya berdegup kencang menunggu jawaban Mirna, tidak mungkin kan Mama akan menjualnya pada lelaki badjingan itu. Air mata mulai menetes di sertai rasa takut dan khawatir yang bercampur jadi satu saat mendengar jawaban dari Mirna.
"Dia di kamarnya, kalian masuk saja." Deg. Zila tidak percaya dengan apa yang dia dengar, Mirna sudah keterlaluan, Zila tidak ingin berakhir di ranjang dengan cara seperti ini, tangannya bergetar hebat saat knop pintu kamarnya mulai ditarik ke bawah. Otaknya tidak dapat berpikir saat ini, walaupun pintu sudah ia kunci tapi tetap saja ketakutan nya tidak bisa hilang. Pikiran untuk melompat dari jendela mulai terbesit di benaknya, sebelum pintu itu didobrak dia harus berusaha kabur.
Satu persatu selimut dia ikat agar jadi tali untuk jadi pegangan supaya dia tidak terjatuh dari ketinggian 15 meter. Zila ingin berteriak kencang saat pintu digedor dengan keras, sebelum itu Zila sudah menghadangnya dengan lemari serta meja dan kursi. Selimut yang dia ikat tadi seperti nya kurang karena panjangnya tidak sampai menyentuh tanah. Zila bodo amat, yang penting tidak tinggi-tinggi banget kalo dia memilih lompat.
"Sayang, i'm coming." Zila jijik mendengarnya sampai ingin berenang di samudra Hindia, suara lelaki botak yang Zila ingat betul gimana tangan najis nya menyentuh pipi Zila kemarin.
"Jangan harap aku mau melayanimu dasar laki-laki sampah," Zila berteriak menyahuti sebelum benar-benar kabur melalui jendela.
"Kau menantangkau, awas saja jika aku berhasil mendapatkanmu akan ku buat kamu tidak bisa jalan," si botak unyu-unyu itu sudah tersulut emosi sampai ingin memakan kepala temannya. Pintu ia dobrak sekuat tenaga tapi tetap saja tidak bisa terbuka. Dih, badan doang yang besar tapi tenaga gak ada, malu bang.
"Heh, Buntal. Tolong aku dobrak pintu ini," dia memanggil kawannya untuk membantunya.
"Bodoh, dia sudah kabur. Gadis itu tidak ada di kamarnya sekarang." Pria yang si botak panggil Buntal itu menarik nya untuk melihat dari jendela kamar Mirna bagaimana usaha Zila untuk kabur.
"Sial, terlepas lagi," matanya menyala, keinginannya untuk bersenang-senang dengan tubuh Zila sudah sirna.
"Kubur saja hasrat mu itu, kamu tidak akan pernah bisa menemukannya lagi, sementara itu nikmati saja tubuh Ibu nya, bukankah sama saja?"
"Tidak sama, wanita itu sudah longgar tidak enak lagi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Mulyanthie Agustin Rachmawatie
Edhan ngadepin laki2 haus sex , sungguh mengerikan....🙈🙈🙈
2023-10-09
0