Reyna mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke netranya. Oh tidak sudah berapa lama dia tidur, dan di mana ini? Ini tidak tampak seperti kamar tidurnya. Indra pendengaran Reyna mendengar ada yang ribut dari luar disertai tangisan bocah laki-laki. Cepat-cepat Reyna keluar untuk melihat situasi apa yang sedang terjadi.
"Kamu! Kamu baby sitternya Farel?" tanya Wati saat melihat Reyna keluar dari tempat persembunyiannya.
"I-iya Nyonya." Reyna mencium aroma kemarahan di sini.
"Baru pertama kerja kamu gak becus sekali, kamu lihat gara-gara kelalaian kamu cucu saya jatuh dari tangga, untung saja tidak menggelinding dari atas." Sudah Reyna tebak dari raut wajah nenek lampir itu saja bisa kelihatan bahwa dia sedang marah. Apa tadu dia bilang? Farel jatuh dari tangga?
Reyna menatap Farel yang menangis di pangkuan Wati, tidak ada yang luka, seluruh badannya bersih, mungkin efek kaget Farel jadi menangis sampai sesenggukan seperti itu.
"Maaf Nyonya, apa saya boleh menggendong Farel?" seusai minta maaf Reyna mengajukan diri untuk gantian menenangkan bocah itu siapa tau bisa diam karena dari tadi tangisnya gak berhenti-berhenti, mama suaranya kayak gledek lagi bikin kuping orang pengang.
Tak lua memasang wajah sinis, Wati memberikan Farel untuk digendong Reyna.
"Hati-hati, jangan kamu banting pulak cucu saya," ucap Wati lalu berlalu pergi setelah mencium pucuk kepala Farel.
Lama kelamaan Farel mulai diam, Reyna membawanya duduk di sofa.
"Farel yang mana yang sakit?" tanya Reyna basa-basi. Sebelum menunggu jawaban Farel, netra Reyna menangkap sedikit luka goresan pada siku putih mulus Farel, dan itu mengeluarkan darah walaupun tidak banyak, luka sekecil itu sungguh sakit sekali, Reyna sampai meringis membayangkannya.
"Kakak obati ya luka Farel?"
"Bunda!!" Farel menekankan kata 'Bunda'.
"Ahh iya, Bunda obati luka Farel ya biar gak makin parah?" Farel mengangguk lucu, gemes banget di mata Reyna.
Ehh bentar dulu, Reyna kan gak tau di mana letak kotak P3K di sini dan kembali lagi pada syarat gila dari Azka yang melarangnya memasuki ruangan selain kamar Farel dan gudang berdebu yang diaebut kamar, lalu kemana dia harus mencari, bertanya pada Wati bisa-bisa kena omel lagi ntar. Tanya Farel, apa dia paham dengan semua itu? Reyna masih mondar mandir di depan ruang TV, Farel harus segera mendapat pengobatan jika tidak Farel akan merasakan sakit.
Untuk sementara, Reyna mendudukkan Farel di sofa sedangkan dia sibuk mikirin kira-kira di mana ya rumah ini menyimpan kotak P3K itu.
"Bunda! Bunda cali ini?" Reyna menoleh dan mendapati Farel yang sudah menenteng kotak warna putih yang Reyna yakini itulah yang dipusinginnya dari tadi. Tapi bagaimana bisa Farel menemukannya, dan di mana?
"Astaga Farel kenapa gak dari tadi sih, apa harus bikin Bunda pusing 15 keliling dulu," Reyna membuka kotak itu dan mulai mengobati luka Farel dengan telaten dan tentunya pelan agar anak itu tidak menangis lagi. Selesai memasangkan perban, Reyna kembali menyimpan kotak itu di atas meja dan menggendong Farel lagi.
"Saya mau pergi arisan dulu, Azka tidak akan pulang cepat hari ini, mungkin pukul 1 dini hari sampai rumah. Jaga cucu saya baik-baik, kalo lalai lagi kamu yang saya gelindingin dari atas tangga," tegas Wati lalu melenggang pergi sebelum menunggu jawaban dari Reyna yang menurutnya tidak penting.
Sudah pukul 5 sore, seharusnya Reyna ada di kontrakannya sekarang, mandi dan rebahan sebentar, tapi dia masih terkurung dalam neraka berbentuk rumah ini dalam jangka waktu yang cukup lama bagi Reyna, ye jelas lama lah sampai pukul 1 tengah malam? Gila banget. Reyna sepertinya akan menginap di sini melihat tingkah Farel yang tidak bisa lepas darinya.
"Bunda ayo jalan-jalan, belikan Falel es klim," Farel merengek. Gawat, uang Reyna tinggal sedikit, lagian tuh orang gak meninggalkan uang sepeserpun untuk anaknya, kali ini uang Reyna yang jadi tumbal sehari atau mungkin seterusnya.
"Nanti ya pulang Ayah?" Reyna coba membujuk agar uang nya gak kepake.
"Gak mau, mau cekalang." Jika sudah seperti ini Reyna mana bisa menolak. Gak apa-apa deh Reyna ikhlas lahir batin kok, siapa sih yang bisa menolak bocah manis ini.
Reyna berjalan beriringan sambil bergandengan tangan dengan Farel, anak itu sendiri yang mau jalan katanya dia sudah besar dan gak perlu lagi digendong, alhasil mereka jalannya pelan karena Farel gak bisa melangkah lebar layaknya orang dewasa, ya iyalah langkahnya saja kurang satu jengkal. Baguslah jika Farel berpikir seperti itu, setidaknya pinggang Reyna tidak encok karena menggendong Farel yang badannya berisi itu.
"Farel mau es krim yang mana?" tanya Reyna setelah sampai di Minimarket pinggir jalan.
"Mau cemuanya," jawab Farel seraya memutar tangannya di udara melambangkan bahwa Farel ingin es krim yang banyak. Reyna meneguk salivanya, dia mana mampu membelikan Farel es krim yang banyak yang ada dia bakalan ngutang.
"Dua dulu ya nanti kalo Ayah pulang baru Farel bisa beli sekalian sama tokonya. Kalo Farel makan es krim yang banyak juga nanti sakit lohh, misalnya demam menggigil dan flu, terus nanti Farel gak bisa main lagi sama Bunda, hayoo Farel mau sakit seperti itu?" Farel refleks menggelengkan kepalanya.
Usai membayar belanjaannya, Reyna mengajak Farel duduk bersantai di depa Minimarket mumpung ada kursi dan meja yang disediakan di sana sambil menikmati angin semilir sore. Seharusnya di waktu sekarang ini ada sunset tapi gak kelihatan karena dihalangi oleh pohon-pohon tepi jalan yang menjulang tinggi, padahal Reyna suka banget sama sunset hanya saja Reyna tidak punya waktu untuk menikmatinya.
"Bunda mau?" Farel menyodorkan es krim cone yang masih setengah itu pada Reyna.
"Farel saja yang makan." Reyna tak habis pikir anak ini suka sekali makan es krim, Ayah nya gak ngelarang juga padahal jika terlalu sering akan mengganggu sistem pencernaan, apalagi di umur Farel yang masih 4 tahun. Dalam sekejap saja es krim tiga biji yang dibelikan Reyna sudah habis dilahap Farel tanpa sisa, tinggal plastiknya doang sih.
"Sudah habis? Ayo pulang, nanti Ayah cariin Farel," Reyna membanti Farel turun dari kursi yang tidak terlalu tinggi itu, mereka kembali berjalan menyusuri jalanan, tidak banyak kendaraan berlalu lalang di sini begitu juga dengan pejalan kaki.
"Kamu kemana saja hah?" Pulang-pulang Reyna langsung dapat bentakan keras dari Wati, sepertinya dia baru pulang arisan.
"Tadi Farel mau jalan-jalan sambil makan es krim, jadi saya bawa aja ke Minimarket depan," jawab Reyna dengan posisi wajah menunduk.
"Kamu mau bunuh cucu saya? Jangan terlalu memberinya makan es krim," masih dengan nada membentak.
"Ma-maaf saya tidak tau."
"Jika ingin bekerja dengan baik seharusnya kamu tau dong apa yang gak dan boleh kamu lakukan, huh dasar!!" Nenek lampir berkedok Mama Azka itu berlalu pergi ke kamarnya. Reyna bisa bernafas lega.
Reyna melirik jam dinding di atas TV, sudah pukul 6 waktunya bagi Farel untuk mandi.
"Farel mandi sekarang ya." Anak itu mengangguk mengiyakan membuat Reyna tersenyum, ternyata Farel tidak seperti anak-anak lainnya yang akan menolak keras tidak mau mandi, (macam adik saya, males banget disuruh mandi. Harus di seret dulu baru mau itupun pake drama nangis dulu hihi maaf jadi curhat).
Reyna naik ke lantai dua menuju kamar Farel untuk memandikan tuyul menyusahkan punya Azka. Kamar Farel melewati kamar jelmaan nenek lampir, dapat Reyna dengar dia sedang ketawa-ketiwi seperti sedang cosplay jadi mbak kunti, ternyata dia sedang VC-an sama teman arisannya jadi Reyna gak terlalu peduli.
Selesai memandikan dan memakaikan Farel baju, mereka berdua turun menuju dapur karena Farel merengek lapar, maklum sarapan tadi pagi gak makan banyak.
Lagi asiknya goreng telur mata sapi, Reyna dikejutkan oleh suara Wati dari arah tangga.
"Ngapain kamu?"
"Farel lapar jadi saya gorengin telur karena gak ada lauk yang lain," jawab Reyna seraya mematikan kompor dan berbalik menghadap Wati karena kalo bicara sambil membelakangi majikan itu tidak sopan apalagi lebih tua dari Reyna.
"Untuk makan malam Farel harus makan sayur, kamu gimana sih. Taruh balik itu telur di cangkangnya!" Lawak nih orang, telur udah setengah jadi disuruh kembaliin ke cangkangnya ya mana bisa bego.
"Tapi telurnya sudah hampir matang."
"Ya sudah kamu saja yang makan, tapi dipotong dari gaji kamu soalnya telur itu diimpor dari Thailand, itu bukan telur ayam biasa jadi harganya mahal," ketusnya. Memang suka cari masalah ya Nyonya Wati, ngajak gelud mulu heran. Ini lah yang membuat baby sitter yang lain gak betah soalnya diajak gelud mulu sama majikannya. Dengan sedikit keterpaksaan, Reyna mengangguk mengiyakan saja daripada adu mulut.
Sekarang watunya Farel tidur karena jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Reyna berencana setelah Farel tidur dia akan pulang, tapi sepertinya Reyna dikehendaki menginap karena Farel susah sekali tidur dia malah menghamburkan mainan robot nya di lantai dan mulai bermain, untuk menemani Farel bermain sementara Reyna membaca novel pemberian Ana kemarin.
Tanpa sadar Farel sudah tertidur lelap di atas mainannya, Reyna mengangkat tubuh Farel dan menidurkannya di ranjang. Sekarang dia harus membereskan mainan yang berserakan di lantai. Mungkin karena terlalu capek, Reyna ketiduran di samping Farel setelah membereskan semuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments