"Maaf sebelumnya, tapi saya tidak paham apa yang anda maksud Tuan."
"Apa kamu mau saya mengulang kalimat saya? Apa itu semua kurang jelas bagimu?" tanya Azka tegas. Reyna menunduk tidak berani menatap lawan di depannya. Farel jadi tim nyimak aja soalnya gak paham, dia duduk anteng di pangkuan Reyna. Kalo sudah ada Reyna, Azka gak akan dilirik kecuali kalau ada sogokannya seperti es krim misalnya.
"Kamu jadi baby sitter nya Farel, berhenti kerja di sini pindah ke rumah saya," sekali lagi Azka mengulang kalimatnya.
"T-tapi saya--"
"Saya tidak butuh alasan kamu, pokoknya sekarang kemas barang-barang kamu dan pindah ke rumah saya, jika kamu menolak terpaksa saya harus pecat kamu dari sini. Kamu tau dari awal lihat kamu di sini saya sudah berusaha untuk mengeluarkan kamu, masih mending saya kasih kerjaan yang lebih mudah dengan gaji yang tentunya lebih tinggi juga dibanding di sini," ucap Azka dengan nada sombong. Hati Reyna sakit, dia merasa seperti sampah yang tak dibutuhkan namun dipungut kembali hanya untuk jadi pelengkap. Reyna manatap Azka nanar, lelaki itu hanya menatap Reyna sinis.
"Mau atau tidak? Kalo tidak supaya saya bisa mengurus surat-surat pemecatan kamu," masih dengan nada sombongnya.
"Ayo Bunda kita pulang ke lumah, temenin Falel main," kini Farel yang buka suara sambil terus menggoyangkan lengan Reyna. Reyna sebenarnya tidak sudi dan rela jika harus dipecat dari sini, masalah kerjaan baru bisa dipikirkan lagi, tetapi ini tentang Farel. Dia berani jujur gak bisa jauh dari anak itu, Farel lah alasan dia tersenyum sampai saat ini walaupun Ayahnya sangat menyebalkan dan minta di ruqiyah.
"Saya hitung sampai tiga, cepat utarakan jawaban kamu! 1, 2, 3, waktu habis kamu di---"
"Baik, saya mau." Azka tersenyum penuh kemenangan.
Sesi berpamitan sedang terjadi. Ana memeluk erat tubuh kurus Reyna sambil berurai air mata, gak rela banget kalo Reyna pindah kerja padahal cuma Reyna teman gibah Ana satu-satunya, Lia mana mau diajak gosipin toko sebelah dia anaknya anti gibah ditambah introvert makin susah bersosialisasi, hanya Reyna harapan satu-satunya Ana. Jika Reyna pergi tinggallah dia sendiri, Kafe akan terasa hampa tanpa gibah.
Reyna tak bisa berkata-kata juga, dia sangat menyayangi Ana padahal kerja bareng cuma dua minggu tapi akrabnya udah kek sodara. Selesai berpelukan dengan Ana yang memakan waktu setengah jam, Reyna beralih pada Lia yang hanya menatap kosong ke arahnya saat mengetahui jika dia akan pindah kerja sesuai kemauan atasannya.
"Lia, jaga diri kamu baik-baik, tetap sehat dan jangan kepeleset lagi," kekeh Reyna lalu memeluk hangat tubuh Lia yang mematung, dapat Reyna rasakan tubuh Lia bergetar.
"Lia? Kamu nangis?" Reyna melepaskan pelukannya saat mendengar ucapan Ana, benar saja Lia sudah sesenggukan dan menerjang tubuh Reyna kembali ke dekapannya.
"Aku gak tau harus bagaimana tanpa kamu, hanya kamu satu-satunya yang berani ngebela aku, sekarang kamu pergi siapa lagi yang akan menemani dan membelaku?" samar-sama terdengar curahan hati Lia di sela isakan tangisnya, Reyna dapat mendengar itu dengan jelas. Hal itu semakin membuatnya enggan dan ragu untuk pergi.
Azka memutar bola matanya malas menyaksikan drama gadis yang sangat membosankan, apa harus secengeng itu jika hendak berpisah?
"Ini seperti drama perpisahan saja, jangan membuat diri kalian berlebihan seperti itu! Dia hanya akan pindah kerja selama 3 sampai 5 bulan saja, setelah itu dia boleh kembali ke sini," Azka berbicara dengan songong tapi tidak mengurangi kadar ketampanannya, yang lain langsung menoleh menatap Azka sendu lalu kembali pada aktivitasnya yang sempat tertunda karena Azka asal nimbrung tanpa izin.
"Waktu kamu tinggal lima menit, saya tunggu di mobil. Ayo Farel!!" Azka menyeret Farel walaupun bocah itu memberontak ingin menunggu Reyna tapi Azka memaksa, sengaja memberi waktu untuk Reyna berpamitan pada teman-temannya.
Reyna menjabat tangan Dodi, dari tadi lelaki gembul itu hanya memasang senyum manis, tapi jujur dia juga gak mau Reyna pindah kerja, jika ada Reyna di sini pasti akan selalu ramai dengan candaannya yang garing tapi bikin ngakak ditambah kerjaan pasti akan lebih ringan karena Reyna orangnya gesit dan pekerja keras, bahkan tugas punya Dodi saja dia yang kerjakan. Reyna beralih pada Rizky yang ada di barisan paling akhir, Reyna mengulurkan tangannya untuk berjabat tapi tak kunjung dibalas, Rizky memandangi tangan Reyna yang terulur bukannya segera membalas dia malah memeluk Reyna membuat perempuan itu terdiam seketika. Reyna membalas pelukan Rizky walaupun dia masih belum paham kenapa dengan lelaki jangkung berkulit tan ini. Saat kejadian berpelukan ini, Ana refleks menoleh ke arah Lia yang terlihat biasa saja tapi bisa dipastikan bahwa Lia sedang menahan api kecemburuan agar tidak meledak.
"Terima kasih sudah ada di antara kami selama dua minggu ini, kami pasti akan selalu merindukan kamu, cepat kembali dan tetap hangat seperti sekarang, aku mencintaimu," bisik Rizky di samping telinga Reyna. Kalimat terakhir tadi membuat Reyna berfikir keras apa maksudnya.
"Hey, apa kamu mau dipecat?" Azka berteriak dari arah pintu, Reyna kaget begitu juga yang lain. Reyna berpamitan untuk yang terakhir kalinya dan segera berlari menyusul Azka yang sudah stand by di mobil.
"Kamu benar-benar menguji kesabaran saya, jika saya terlambat ke Kantor maka kamu yang jadi tersangka utama," Azka menggerutu saat Reyna sudah memasuki mobil mewahnya. Farel pindah duduk ke belakang untuk menemani Reyna.
"Pindah duduk cepat! Saya bukan sopir kamu!" Reyna ingin menjambak lelaki itu sekarang juga. Dengan tangan terkepal Reyna kembali turun dari mobil menuju kursi depan. Farel mau tak mau juga ikutan pindah, dia langsung duduk di pangkuan Reyna dan menenggelamkan wajahnya di dada Reyna, tak berselang lama Farel sudah tertidur dengan nyenyak.
Mereka akhirnya tiba di rumah bak istana itu. Reyna tertegun karena kagum, belum pernah ia lihat rumah semewah ini, bahkan rumahnya yang dulu masih kalah jauh seratus kali lipat dari rumah ini. Siapa sebenarnya orang ini?
"Turun! Biar saya yang gendong Farel." Azka hendak mengambil Farel dari Reyna.
"Tidak apa-apa biar saya saja. Di mana kamarnya?" tanya Reyna menolak tindakan Azka. Dalam hati sebenarnya Reyna gemeteran ngomong kayak gitu, takutnya Azka akan marah.
"Kamarnya di lantai dua, kamar ke 4 paling kanan," jawab Azka lalu keluar mobil dan membukakan Reyna pintu mobil. Bukan berarti Azka bersikap romantis pada Reyna ya, Azka hanya takut putranya kenapa-napa hanya karena Reyna kesusahan turun dari mobil dengan posisinya menggendong Farel.
Reyna selesai menidurkan Farel di atas ranjang empuknya dengan bantuan Azka tentunya. Kamar Farel tersusun dengan rapi, banyak mainan terpajang di rak khusus koleksi mainan Farel, untuk anak seusia Farel tentunya pasti kamar berantakan seperti terkena bom nuklir tapi ini lain, semua tertata rapi tidak ada yang berantakan dan bergeser sedikitpun.
"Setelah selesai, turun ke bawah! Ada sesuatu yang ingin saya beritahukan tentang peraturan di rumah ini dan mengenai apa yang wajib dan tidak boleh kamu lakukan selama di sini," Azka berbalik dan melenggang pergi. Reyna menghela nafas pelan. "Tenang Reyna! Sesuai perjanjian awal, 3 sampai 5 bulan setidaknya aku bisa kembali ke Kafe lagi," Reyna mengangguk yakin, setelah selesai menguatkan dirinya dia kemudian beranjak pergi membiarkan Farel beristirahat sejenak.
Reyna sudah duduk manis di sofa membiarkan Azka menyelesaikan kalimatnya.
"Di sini kamu hanya bertugas menjaga Farel, masalah masak dan bersih-bersih tidak perlu karena itu tugas ART. Tugas kamu hanya mengajak Farel main dan jalan-jalan jika dia mau, jam kerja kamu sampai sore tapi tergantung Farel juga jika tidak mau lepas dari kamu terpaksa kamu diwajibkan menginap," jelas Azka sambil bersidekap dada. Reyna setuju-setuju saja tapi masalah menginap dia kurang yakin.
"Saya menyetujui semua peraturannya tapi jika soal menginap saya rasa tidak bisa," Reyna menyampaikan opini dalam dirinya.
"Kamu tidak memahami ucapan saya, kamu menginap jika Farel senantiasa nempel sama kamu, jika tidak buat apa kamu menginap di sini? Bagus jika kamu kurang setuju dengan syarat itu saya juga ragu membiarkan kamu menginap di sini, tapi tenang saja saya menyediakan kamar khusus pembantu untuk kamu sebagai tempat istirahat jika selesai menidurkan Farel, jangan coba-coba menemani Farel tidur di kamarnya, jika kamu rasa Farel sudah tertidur segera keluar dan kembali ke kamarmu. Dan satu lagi jangan coba-coba masuk ruangan lain selain kamar Farel dan kamar kamu. Saya rasa hanya itu yang perlu disampaikan, kamar kamu di dekat dapur, kamu boleh istirahat sementara Farel bangun. Oh iya jika Mama saya pulang bilang saja jika kamu baby sitter Farel," Azka kemudian pergi menyisakan Reyna yang duduk menahan tangis di sofa. Ucapan Azka melukai hatinya, dia diperlakukan sudah seperti budak. Reyna tidak tau bahwa ini hanya sebuah permulaan, ujian yang betul-betul berat akan tiba sebentar lagi.
Dengan berat hati Reyna menuju kamar yang dibilang dekat dapur oleh Azka. Hanya ada satu kamar di sana dan sudah seperti gudang di dalamnya. Memang ada kasur tapi hanya kasur kecil itu pun banyak robekannya, banyak debu dan sarang laba-laba memenuhi setiap sudut kamar itu. Ruangannya sempit hanya bisa masuk lemari, kasur dan meja kecil saja.
Reyna mengusap sisa air matanya dengan kasar. Reyna keluar dan meraih gagang sapu di dekat kulkas untuk membersihkan ruangan yang disebut kamar itu. Tubuhnya masih lelah tapi tetap dipaksakan agar dia bisa segera beristirahat, mengingat syarat Azka tadi yang tidak membiarkan dirinya tidur di kamar lain selain gudang ini, jika tidur di sofa juga gak mungkin. Reyna menguatkan dirinya agar tidak gampang mengeluh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Mama lilik Lilik
kulit Tan itu kulit yang seperti apa ya Thor??
2024-07-13
1
Mulyanthie Agustin Rachmawatie
kejam Azka , awas lho ntar bucin berat baru tau rasa....😠
2023-10-08
1