Stefan mengemudi sambil membaca map online nya. Petunjuk Map nya berhenti sampai di jembatan tua yang tidak pernah ia datangi sama sekali. Mereka turun dari mobil dan melihat sekeliling.
“Stefan, yang mana jalannya?”
“Entahlah, aku juga kebingungan."
Untungnya masih ada orang yang sedang berjalan kaki melintasi mereka.
“Permisi Nona, apakah anda tau jalan ini?" sambil menyodorkan nama alamat.
“Oh jalan ini, kalian tinggal terus saja lalu belok kiri." ucapnya lalu pergi.
Stefan dan Henry mengikuti arahan.
Setelah sampai, mereka hanya melihat 1 rumah sederhana yang didekatnya dipenuhi tumbuhan serta kebun.
“Sepertinya memang ini tempat tinggalnya.” kata Stefan dengan yakin, lalu melangkah ke depan pintu rumah itu.
Tok..tok...tok..
Cekrek....pintunya terbuka, keluarlah Felix dengan badan yang kemerahan.
“Felix???” sahut mereka berdua secara serentak.
“Kenapa kalian kemari?” tanya Felix dengan berusaha terlihat santai di depan mereka.
“Felix kenapa kau penuh luka seperti ini?, jujurlah kepada ku. Kau pasti merasakan kutukannya, kan?”
“Ti—tidak kok.”
“Jangan berbohong!!” bentak Stefan.
Karena merasa terpojok akhirnya Felix mengatakan sejujurnya.
“Iya, memang aku merasakan imbasnya karena menolong mu.”
“Kenapa kau melakukannya?..Aku merasa semakin bersalah kepadamu.” ia menatap Felix dengan marah.
“Biarkan saja! ini memang sudah takdirku untuk menolong mu.” ungkap Felix dengan tegas.
Henry yang diam, langsung bergerak menenangkan mereka berdua.
Henry menatap tajam “Tidak bisakah kalian tidak bertengkar? seperti tikus dan kucing saja!”
Terdiam, tidak ada satupun yang menyahut ucapannya.
“Sialan, aku di kacangi. Lebih baik aku pergi saja dari sini.” batin Henry dengan jengkel.
Ia berjalan menunggu di mobil dengan muka cemberut karena perkataannya tidak dianggap.
Beberapa lama setelah keheningan. Stefan akhirnya memulai pembicaraan.
“Sebaiknya kau tidak usah menolongku lagi, lihatlah kondisi mu yang kesakitan seperti ini.”
“Jangan berusaha mengaturku, sudah ku bilang kalau aku akan tetap menolong mu dan akan menerima konsekuensinya.”
“ Yasudah terserah kau saja. Dasar orang yang keras kepala!” membalikkan badannya lalu melangkah pergi masuk ke dalam mobil.
Stefan menyalakan mobil nya dengan cepat lalu meninggalkan Felix sendirian tanpa mengucapkan kata perpisahan.
“ Ada apa? apakah kau sudah bicara dengan Felix?” tanya Henry.
Stefan tetap diam dan hanya memfokuskan dirinya mengemudi. Henry semakin cemberut, sudah 2 kali perkataannya tidak dianggap seperti angin yang lewat.
Sesampai nya dirumah Henry~
Bruakh....Stefan menutup pintu kamarnya dengan keras.
“Hei !!, jangan se enak nya kau menutup pintu, jika rusak kau yang harus ganti rugi!!” teriak Henry
Stefan sudah tidak peduli dengan teriakan temannya, Ia membaringkan dirinya dikasur. Berharap tidak ada yang mengganggu kesendirian nya.
Sudah beberapa jam Stefan mengurungkan dirinya di kamar, karena sudah bosan ia membuka pintu lalu pergi ke dapur untuk minum. Tiba-tiba terdengar suara di belakangnya.
Wushhh...terdengar seperti orang yang melintas dengan cepat.
Ia membalikkan badannya untuk melihat sekitar.
“Henry apakah itu kau?”
Tidak ada yang menyahut. Lampu dapur yang menyala seketika mati dengan sendirinya.
Stefan terkejut. Badannya seketika merinding ketakutan, ia langsung lari terbirit-birit keluar rumah.
Henry yang sedang diluar rumah tertawa melihat Stefan lari dengan cepat seperti dikejar-kejar setan.
“Hahahaha..." tertawa Henry dengan puas.
Stefan menghampiri Henry dengan keringat dingin yang bercucuran, kaki dan sekujur tubuhnya gemetaran.
“Kenapa kau lari hah?" dengan menahan tawanya.
“Huhh..huh..Ada—ada hantu di dalam.” sambil mengontrol nafasnya.
“Mana ada hantu? aku dari dulu tinggal dirumah sendirian. Tidak ada kemunculan hantu tuh."
“Percayalah! Memang ada hantu di dalam. Ngomong-ngomong, kau dari mana saja?”
“Aku hanya membeli barang di toko. Sebenarnya aku mau mengajak mu, tapi pintu kamarnya tertutup.”
“Huhh, tapi kau perginya lama sekali.”
“Ya wajar lah..aku kan jalan kaki.” ucapnya sambil melangkah masuk kedalam rumah.
Tapi langkahnya berhenti karena Stefan menghalangi jalannya.
“Tunggu, kau mau kemana lagi?”
“Ya tentu saja masuk ke dalam rumah.”
“Bantu aku, aku masih takut masuk ke dalam.” pintanya dengan memelas.
“Dih, seperti anak kecil saja. Sudahlah ayo cepat kita masuk.”
ia berjalan pergi, mengabaikan Stefan yang masih ketakutan.
“Tu—tunggu aku!!”
Dengan rasa terpaksa Stefan akhirnya ikut masuk ke dalam rumah. Tak lupa ia berjalan dibelakang Henry, sambil waspada jika ada hantu di depan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments