Beberapa hari kemudian Stefan menjalani harinya dengan baik ,tak terasa sudah waktunya liburan dan ia berencana bepergian dengan Henry. Tapi tidak dengan Felix, hari-harinya hanya dipenuhi rasa sakit. Ia masih merasakan kutukannya dan berusaha agar tidak seorangpun tau.
Jalan yang curam dan banyaknya pepohonan. Stefan dan Henry melakukan kegiatan mendaki. Tak terasa hari sudah sore.
“Stefan aku lelah. Aku ingin istirahat saja disini.”
“Huuuh..dasar lemah! kita masih belum sampai puncak dan kau malah ingin istirahat.” jawabnya dengan wajah cemberut.
“Tolong lah aku ini kelelahan. Umur ku saja lebih tua dari mu, jadi wajar saja jika aku tidak kuat mendaki.”
“Iya-iya. Jika tau begini, lebih baik aku pergi mendaki sendiri daripada dengan mu.”
Henry hanya bisa menatapnya dengan sinis.
Keesokan harinya mereka melanjutkan pendakiannya. Sesampai nya di puncak terdapat pemandangan yang indah. Pohon-pohon serta tebing tinggi dan angin-angin yang lalu membuat rasa lelah seakan terganti menjadi ketenangan.
Stefan terpukau melihat ada air terjun yang tak jauh dari tempat mereka mendaki.
“Aku ingin ke air terjun itu. Ayo kita kesana!” kata Stefan.
“Jangan aneh-aneh. Kita saja belum mengambil foto dari puncak ini. Aku tidak ingin melupakan pemandangan yang indah ini.” ucap Henry sambil mengambil kamera di tas nya
“Terserah mu saja. Setelah ambil foto kita ke air terjun itu lalu pergi pulang.”
“Iya, kau tenang saja kita pasti akan pulang.”
Setelah berjam-jam akhirnya mereka menuju ke bawah pendakian untuk pulang. Menyelusuri hutan yang lebat dan sunyi. Stefan berhenti sejenak karena kehausan dan ingin mengambil air minum yang ada di dalam tas nya. Tapi tiba-tiba...
Aaaaa!!
“Stefan ada apa?”
Henry terkejut melihat Stefan yang berteriak.
“Tolong aku! Boneka itu tiba-tiba ada di dalam tas ku, tidak sengaja aku menyentuhnya lalu badan ku mulai terasa sakit dan gatal lagi.”
Stefan tidak ada hentinya menggaruk bagian badannya yang gatal sampai memerah.
“Bagaimana bisa boneka ini ada disini? kau saja tidak membawanya dari awal.” kata Henry dengan bingung.
“Aku tidak tau. Tolong aku untuk berjalan, badan dan sekujur kaki ku sakit.” jawab Stefan sambil mencoba menggerakkan badannya.
Dengan susah payah Henry merangkul Stefan turun dari pendakian mencari tempat pertolongan. Lalu tiba lah di sebuah desa kecil yang mati. Dimana suasana tempat nya sepi dan tidak ada orang satupun yang terlihat di sana.
“Tok..tok.tok..permisi adakah orang di dalam rumah ini?” sambil melihat sekeliling.
Tiba-tiba pintunya terbuka dan keluar lah seorang Kakek Tua.
“Ada apa kalian kesini?” tanya kakek itu dengan heran.
“Permisi Kakek, tolong lah teman ku ini yang sedang sakit.”
Melihat raut wajah Stefan yang pucat menahan kesakitan membuat Kakek itu terpaksa menolongnya.
“Baiklah ayo cepat masuk.”
Akhirnya mereka masuk ke rumah itu dan duduk. Henry yang kelelahan mencoba berbaring sebentar.
Lalu kakek itu menghampiri
“Pegang lah temanmu ini, bisa saja dia akan memberontak saat aku membacakan mantra.”
“Baik kek.” Henry langsung bangun dari istirahatnya.
Dilihatnya Kakek itu sedang mengambil buku lalu membaca sebuah mantra di hadapan Stefan. Tiba-tiba Stefan menggeliat seperti orang kerasukan dan berteriak kepanasan.
“Hentikan!!!!.. aku mohon!!” teriak Stefan sambil mencoba memberontak.
Henry semakin kencang memegangi Stefan dengan sekuat tenaga nya. Walaupun di pikirannya terlintas rasa kasihan.Tapi demi kesembuhan temannya, ia rela melakukan apa saja.
Tak berapa lama kemudian, Kakek itu tiba-tiba terhempas ke belakang.
Bruakk......
“Kakek!” Henry menjerit. Lalu menghampiri Kakek itu.
Kakek itu sudah tidak memungkinkan untuk hidup. Kondisinya yang lemah, pucat sembari memuntahkan darah.
“Ohh... tidak Kakek bangun, aku mohon bangun lah!!” Henry berusaha mengguncangkan tubuhnya.
Tidak ada tanda-tanda kehidupan di Kakek itu.
“Sepertinya dia sudah mati, apa yang harus aku lakukan?” Henry kebingungan. Ia takut jika dirinya dituduh membunuh Kakek itu. Lalu dilihatnya kondisi Stefan.
Ajaibnya Stefan kembali normal setelah dibacakannya mantra tadi. Tapi jiwa Kakek itu yang terkena imbasnya.
“Stefan ayo cepat kita pergi !” nadanya dengan terburu-buru.
“Hah?apa??ada apa?” ucapnya sambil kebingungan melihat sekitar.
“Hei, lihatlah Kakek itu. Dia sudah mati. Aku takut jika ada seseorang yang melihat kejadian tadi. Bisa-bisa kita yang dituduh membunuh dia.”
Wajah Henry berpaling dari mayat itu, lalu menatap Stefan dengan bertanya ;
“Kita tidak membunuhnya, kan?” nada nya dengan ragu, ia merasa bersalah atas kematian Kakek itu.
“Tidak!! Kita tidak membunuhnya. Kau tenang saja, tidak akan ada orang lain yang tau hal ini.” jawab Stefan yang berusaha menenangkan temannya
“ Tapi ki—” (ucapannya terpotong oleh Stefan).
“Sudahlah, ayo cepat kita pergi.”
Henry terdiam lalu melangkah mengikuti temannya.
Stefan sudah tidak peduli lagi dengan kejadian tadi, yang ia pikirkan hanyalah segera pergi dari sini dan pulang dengan selamat.
Dengan langkah cepat mereka berjalan menjauh dari rumah itu. Dan sampai lah mereka berdua di lokasi tempat mobilnya diparkir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments