...༻⊠༺...
"Kenapa lo ke sini?!" timpal Gala.
"Lo yang kenapa?! Apa masalah lo!" balas Reyan. Ia mencengkeram kerah baju Gala. Baru saling berhadapan keduanya sudah berkelahi.
"Apaan sih!" Gala melepas paksa cengkeraman tangan Reyan. Ia tentu tak mengerti alasan dibalik kemarahan cowok itu.
Reyan memejamkan mata rapat-rapat. Berusaha menahan amarah sebisa mungkin. Dia hanya bisa melampiaskan lewat kepalan tinju untuk sementara.
"Kita bicara di dalam!" ajak Reyan. Mengingat barang yang dibawanya merupakan sesuatu hal ilegal. Tentu berbahaya jika mengeluarkannya di tempat terbuka.
Dahi Gala berkerut dalam. Dia menutup pintu dan segera mengikuti Reyan.
"Rey! Lo ngapain di sini?" Nindy angkat suara. Dia sebenarnya penasaran dengan kedatangan Reyan.
Langkah Reyan terhenti. Dia cukup kaget melihat kehadiran Nindy. Setelah melihat cewek itu pulang bersama Gala kemarin, sekarang Reyan semakin yakin bahwa ada hubungan khusus di antara mereka.
"Kalian pacaran?" tanya Reyan.
"Iya!"
"Enggak!"
Gala dan Nindy menjawab serentak. Namun jawaban mereka berbeda. Gala langsung mendelik mendengar jawaban tidak dari Nindy. Cewek itu sontak membuang muka. Mengingat dia merasa lebih menyukai Reyan dibanding Gala.
"Jadi yang benar yang mana? Enggak atau iya?" tanya Reyan yang bingung.
"Itu nggak penting! Sekarang mending lo kasih tahu alasan kedatangan lo ke sini!" desak Gala seraya duduk ke sofa. Dia tambah kesal ketika mendengar pernyataan Nindy. Baru kali ini seorang cewek tidak mau mengaku menjadi pacarnya.
Reyan mengangguk. Ia buru-buru melepas tas ransel dari punggung. Lalu mengambil plastik berisi obat terlarang dari sana.
"Nih! Lo kan yang masukin barang ini ke tas gue?!" timpal Reyan sambil melempar plastik berisi serbuk putih terlarang ke meja.
Mata Gala dan Nindy terbelalak bersamaan. Keduanya mungkin nakal. Tetapi mereka belum pernah sama sekali berurusan dengan obat-obatan terlarang seperti itu.
"Sinting lo ya! Biar gue begini, gue belum pernah berurusan sama barang seperti itu! Sekarang mending lo bawa pergi aja tuh barang ke kantor polisi!" ujar Gala dengan nafas marah. Dia berdiri menghadap Reyan.
"Bacot lo! Siapa lagi yang masukin barang ini ke tas gue selain lo! Apalagi tempo hari gue ada lihat lo ambil amplop cokelat misterius sama orang bertato!" Reyan tetap yakin kalau Gala adalah pelakunya. Keduanya saling beradu tatapan tajam.
"Eh! Lo jangan asal nuduh ya! Kita itu bukan teman, lo nggak tahu kehidupan gue sekarang!" geram Gala. Dia mendorong kasar Reyan sampai terhuyung.
"Justru karena itu gue yakin lo pelakunya! Lo juga satu-satunya orang yang terus musuhin gue!" timpal Reyan. Dia balas mendorong.
Gala dan Reyan yang mulai tersungut, sudah saling akan melemparkan tinju. Namun Nindy segera menghentikan.
"Cukup! Bisakah kita bicarakan baik-baik? Barang terlarang ini masalah besar loh. Kalau ada yang tahu kita punya ini, kita bisa ditangkap polisi!" seru Nindy sambil menunjuk serbuk putih terlarang.
Reyan dan Gala lantas berhenti. Karena mereka juga sadar kalau masalah narkoba adalah hal serius.
"Kalian duduk dulu," saran Nindy. Dia menarik tangan Reyan dan menuntunnya untuk duduk. Hal serupa juga dilakukannya pada Gala. Kini mereka sudah sama-sama duduk di sofa yang berbeda.
"Jadi, Rey... Bagaimana ceritanya lo bisa dapat barang ini?" tanya Nindy.
"Tiba-tiba ada di tas gue," jawab Reyan seraya melirik tajam Gala.
"Apa?!" tukas Gala yang merasa tak enak dengan tatapan Reyan.
"Jadi lo berpikir Gala pelakunya?" Nindy memastikan.
"Siapa lagi? Pembuat masalah di sekolah kan emang dia!" sahut Reyan yakin.
"Bacot lo!" Gala menarik kerah baju Reyan. Ia mengeratkan rahangnya dengan kesal.
"Gala! Udah!" tegur Nindy. "Kalian kenapa sih? Kelihatannya pada benci banget," sambungnya tak mengerti.
Reyan melepas paksa tangan Gala dari kerah bajunya. Mereka masih saja melakukan adu tatap penuh kebencian.
Sementara Nindy tampak berpikir. Dia berkata, "Berarti pelakunya masukin barang ini ke tas lo hari ini. Terakhir kali lo buka tas kapan, Rey?"
"Sebelum istirahat kedua. Karena setelah itu guru mengadakan rapat kan, kelas kami juga kebetulan nggak dapat tugas," jelas Reyan.
"Jadi jam ke 11 dan 12 lo nggak buka tas lo lagi. Berarti di jam itu pelakunya masukin barang ini. Dan Gala..." Nindy menatap Gala. Dia sangat ingat di jam terakhir dirinya menghabiskan waktu di belakang sekolah bersama cowok itu. Jadi otomatis bukan Gala pelakunya.
"Gu-gue lihat Gala di belakang sekolah pas jam segitu. Menurut gue bukan dia pelakunya," cetus Nindy.
"Gimana lo bisa yakin kalau Gala terus-terusan di belakang sekolah? Dia mungkin aja pergi dari tempat itu sebentar dan datang ke kelas gue," ucap Gala.
"Nindy benar! Karena gue bareng dia saat itu. Jadi sebaiknya lo pergi dan bawa barang lo ini. Atau mungkin ini semua bisa aja cuman akal-akalan lo doang untuk jebak gue." Gala justru memiliki dugaan lain.
"Sialan! Enak aja! Memiliki barang seperti itu adalah hal yang nggak akan pernah gue lakukan seumur hidup!" bantah Reyan.
"Terus lo mau gimana sekarang? Lapor polisi dan bilang sama mereka, 'Pak, aku tiba-tiba menemukan sabu dalam tasku' gitu?" sahut Gala.
"Kalau mau lapor polisi, sebaiknya kira cari bukti lebih dahulu," imbuh Nindy.
"Kita? Dia aja kali! Kita berdua nggak terlibat, Nin!" ujar Gala. Dia berdiri dan merampas tas ransel Reyan. Kemudian memasukkan serbuk terlarang itu kembali ke tas ransel.
"Eh! Lo mau ngapain?!" protes Reyan yang berusaha menghentikan.
"Ini bukan urusan gue! Sebaiknya lo angkat kaki dari rumah gue sekarang!" usir Gala sambil menyerahkan tas ransel pada Reyan.
"Ga, ini masalah besar. Karena kita sudah tahu, otomatis kita juga terlibat," kata Nindy.
"Nggak apa-apa. Anggap aja nih orang nggak pernah datang ke sini," sahut Gala sembari menunjuk Reyan.
"Gue akan cari bukti kalau lo pelakunya!" Reyan bertekad. Ia perlahan menatap Nindy. "Gue juga nggak percaya pernyataan lo begitu aja. Sebagai pacar, lo jelas akan melindungi Gala," tukasnya.
"Pa-pacar? Gue--"
"Gue sama Nindy enak-enak di belakang sekolah. Dalam posisi begitu, gue nggak akan ninggalin tempat itu! Lagian ngapain gue cari masalah sama lo. Nggak penting banget!" potong Gala. Dia memang bukanlah orang yang menaruh serbuk putih terlarang itu ke tas Reyan.
"Kalau bukan lo siapa, HAH!" pekik Reyan.
"Mana gue tahu!!!" sahut Gala.
Karena Gala terus menyebar kebencian, Reyan beranjak pergi. Dalam keadaan membawa kembali obat-obatan terlarang bersamanya.
Setelah Reyan pergi, Gala memelintir tangan Nindy. "Apa masalah lo sama gue, hah?!" timpalnya.
"Ga, sakit..." rintih Nindy.
"Gue nggak masalah kalau lo suka sama Reyan. Tapi setidaknya jangan permalukan gue di hadapan dia! Mulai sekarang jangan harap lo bisa lepas dari gue!" ancam Gala yang akhirnya melepas tangan Nindy. Cewek tersebut hanya tertunduk sambil memijit-mijit lengannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
dimas naufal
ai sapah ya yg nakal sm reyan🤔
2023-04-06
0
Anis Arfita
keren....lanjut
2023-04-04
0
Nunu
siapa gerangan
2023-04-03
1