Bab 12
Naira tidak bisa menolak saat Geffen memintanya kembali ke kantor untuk bekerja, mau tidak mau dia harus mengikuti bosnya karena itu sama saja seperti perintah. Tibanya di dekat kantor, Naira diminta turun oleh Geffen sementara dirinya masuk lebih dulu bersama dengan mobilnya, dan setelah itu barulah Naira masuk dan kembali ke tempat bekerjanya.
Saat itu Naira bertemu dengan beberapa teman yang sedang istirahat siang, mereka menatap Naira dengan penuh tanya karena sudah beberapa jam saja pergi meninggalkan pekerjaan lalu datang kembali datang kembali saat jam makan siang.
"Heh Naira, lo dari mana aja si, kenapa lo baru dateng, lo lupa ya kalau di sini lo itu kerja, bukannya main," marah salah satu dari mereka yang tidak suka pada Naira dari awal.
"Maaf, aku ada keperluan mendadak tadi, maaf ya," ucap Naira yang tidak bisa menjelaskan panjang lebar pada teman-temannya itu.
"Emangnya kamu ada urusan apa si Naira, sampai kamu meninggalkan pekerjaan di sini, gimana kalau bos tahu kalau kamu keluhuran kayak gini, bisa-bisa kamu akan kehilangan pekerjaan ini," timpal Anya yang masih bernada rendah ketika berbicara pada Naira.
"Iya, maafkan aku, aku tidak bisa menjelaskan sekarang aku pergi ke mana dan untuk apa, tapi lain kali aku akan cerita. Sekarang aku akan bekerja menggantikan tugasku yang tertinggal, kalian tenang saja, aku akan tanggung jawab." jelas Naira yang langsung pergi untuk menunaikan pekerjaan nya.
Di sebuah lorong, Naira membersihkan lantai dengan cekatan, sebenarnya ia tidak takut jika bosnya marah karena hal itu tidak mungkin terjadi, ia juga tidak takut jika sampai ia kehilangan pekerjaan hanya karena hal itu, karena sebelum ia putus kontrak dengan bosnya maka pekerjaan Naira akan tetap aman di sana.
Yang Naira pikirkan adalah nama baiknya di hadapan para teman-temannya, ia tidak mau jika awal ia bekerja membuat mereka kecewa dan memandang dirinya buruk. Sebab itu Naira dengan semangat melakukan pekerjaannya padahal jam makan siang sedang berlangsung, namun ia tidak mau memanfaatkan istirahat nya dengan para teman-temannya yang lain, ia memilih untuk bekerja dan melakukan tugasnya.
"Sebenarnya ke mana si Naira itu pergi?" tanya Intan menatap Anya, karena saat Naira datang, Anya lah yang terlihat sangat dekat dengan Naira.
"Gue juga nggak tahu, dia pergi nggak pamit kan, jadi gue juga nggak tahu dia pergi ke mana," ucap Anya menatap bingung.
"Gue pikir lo tahu, secara lo kan yang deket banget sama dia." jawab yang lain.
Anya menggelengkan kepala, ia memang tidak tahu saat itu dan ia juga terlihat bingung lantaran Naira tidak bercerita padanya.
Saat sore tiba, Naira dan lainnya pulang, saat itu Naira berdiri di depan jalan untuk menghentikan angkot atau bajai, ia akan pulang menggunakan kendaraan itu untuk tiba di rumah kontrakannya.
"Naira, Naira tunggu," panggil Anya, Anya yang saat itu baru saja keluar memanggil Naira beberapa kali.
Naira yang mendengar suara panggilan itu menoleh ke belakang dan menatap Anya, ia mendapati Anya sedang berlari menghampiri dirinya.
"Pelan-pelan Anya, nggak usah lari-lari, nanti kamu jatuh," ucap Naira pada Anya.
"Gue mau ngomong sama lo, penting," seru Anya dengan nafas yang tersengal.
"Ngomong apa si, sampek segitunya ngejar aku?" tanya Naira penasaran.
"Nggak di sini, ayo ikut gue." jawab Anya yang langsung menghentikan mobil berwarna kuning yang melintas.
Naira nampak takut ketika Anya membawanya ke dalam mobil angkutan umum yang sering sekali terlihat di kota-kota besar, namun untuk bertanya pun Anya tidak mungkin menjawab karena saat itu penumpang cukup ramai dan Anya tidak mungkin berbicara.
Tibanya di sebuah cafe, Anya mengajak Naira duduk sambil memesan kopi, di sana Anya menatap wajah Naira serius, dan Naira pun nampak mengerutkan kening karena tidak mengerti apa yang ada dalam pikiran temannya itu.
"Anya, kamu kenapa si liatin aku kayak gitu banget, ada apa?" tanya Naira yang sambil meniup kopi pesanannya.
"Naira, lo jawab dengan jujur ya, lo ke mana aja si tadi, kenapa lo ngilang gitu aja dari kantor. Dan lo harus jujur ya sama gue, karena tadi gue liat lo buru-buru banget perginya?" tanya Anya yang masih ingin membahas kepergian Naira, yang sempat membuat yang lain juga curiga.
"Ya ampun, ternyata lo masih membahas ini Anya, aku tuh cuma ada perlu sebentar aja tadi keluar, nggak ada pergi ke mana-mana kok," ucap Naira yang tidak mau sampai ada satu orang pun yang tahu.
"Naira, please ya, jangan bohong, apa lo masih nggak percaya sama gue yang udah nganggep lo sebagai sahabat terbaik gue!" tegas Anya yang mencoba untuk terus merayu Naira.
"Serius, aku nggak pergi ke mana-mana, ini bukan sesuatu yang perlu di tanyakan terus Anya. Aku nanti marah lo, karena merasa kamu mendesak aku." jawab Naira yang saat itu terlihat memasang wajah kesal.
Anya melotot, ia tidak mau jika sampai pertanyaan yang mendesaknya itu akan membuat Naira benar-benar marah, ia tidak mau jika sampai hal itu terjadi. Sampai akhirnya Anya memutuskan untuk meminta maaf dan berjanji untuk tidak membahas hal itu lagi.
Klunting
Sebuah pesan masuk, Naira nampak terkejut ketika mendengar ponsel nya berbunyi, perlahan ia mengeluarkan ponsel itu dari dalam tasnya, lalu membaca isi pesan itu.
"Nanti malam aku akan menjemput mu, pakai baju yang bagus karena kita akan makan malam di rumah bersama orang tuaku."
Pesan yang tidak diharapkan oleh Naira, namun tidak ada juga pilihan untuk tidak menerima nya. Saat itu Naira terlihat sedikit bingung karena dari baju yang ia bawa kabur tidak ada yang bagus di mata Geffen tentunya, karena semua barang yang ia punya bukan lah baju yang terbaik versi orang kaya.
Saat itu Anya nampak mengerutkan kening ketika melihat wajah Naira berubah tiba-tiba. Rasa penasarannya pun membuat Anya memutuskan untuk bertanya apa yang terjadi pada Naira kali ini.
"Naira, lo kenapa?" tanya Anya menatap Naira. Naira terkesiap karena pertanyaan Anya.
"Emmm, nggak papa kok. Oh ya, kamu mau bantu aku nggak?" Naira justru memberikan penawaran agar Anya bersedia membantu dirinya.
"Apa, lo mau minta bantuan apa, kalau gue bisa bantu ya kenapa gue nggak bisa bantu lo," ucap Anya dengan tulus.
"Apa kamu punya baju, gaun, dress, atau apa lah itu namanya yang bagus? Kalau ada, boleh aku pinjam?" tanya Naira nampak tersenyum penuh haram.
Anya mengangkat salah satu alisnya, dengan tatapan penuh tanya pada Naira yang saat itu sedang menatap nya dalam-dalam, Naira melempar senyum sejak tadi karena berharap bahwa Anya akan bersedia membantu nya. Namun lagi-lagi Anya mempertanyakan semua itu pada Naira, karena tidak biasanya Naira bersikap seperti itu, apalagi saat tidak memiliki model pakaian yang bagus, seperti yang ia tanyakan itu, maka dia tidak akan memaksa kan dirinya.
"Anya, please, aku mohon tolong bantu aku dulu, setelah itu aku akan mengatakan padamu," ucap Naira yang tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa, sementara dirinya sendiri belum mendapatkan gaji bulanan dari hasilnya bekerja.
"Gue bantu lo kok Naira, tenang aja, gue pasti bantu lo, tapi lo jujur dulu sama gue, apa lo sekarang lagi deket sama salah satu cowok office boy di kantor pak bos besar?" tebak Anya diam-diam menatap wajah Naira dengan penuh curiga.
Naira menggelengkan kepala saat itu, tidak mungkin ia ceritakan semuanya pada Anya, yang saat itu baru menjadi temannya beberapa hari di kantor. Dan saat itu Naira akhirnya berpikir untuk menganggukkan kepala setelah lama terdiam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments