Bab 5
Tibanya di rumah, Naira mengendap-endap menuju pintu jendela kamarnya. Dengan nafas yang masih berusaha ia atur agar rasa takut ketahuan yang ia rasakan tak membuat dirinya mundur.
'Aku harus buru-buru membuka jendela ini, semoga berhasil.' batin Naira penuh harap.
Naira mencoba untuk mencari cara agar ia tidak membuang-buang waktu, hingga akhirnya ia menemukan sebuah jepit rambut di bawah kakinya, di tengah remang-remang cahaya lampu Naira mengulas senyum karena akhirnya ia bisa menemukan cara itu.
Naira tidak tahu bahwa rumah itu sedang kosong, ibu dan ayahnya sedang berpesta menikmati makanan hasil menjual dirinya.
Bergegas Naira mengambil tas di lemari dan menyusun pakaian yang masih terlipat rapi, dan setelah itu ia menutup kembali tas itu lalu pergi melewati jendela yang telah terbuka.
Beberapa saat menjelang kepergian Naira, Burhan dan Hanum tiba di depan rumah menggunakan taksi, mereka keluar dengan perasaan yang sangat kesal lantaran mendapatkan berita bahwa Naira berhasil kabur.
Hanum membuka pintu utama dengan kasar lalu menghempaskan tubuhnya di sofa.
"Mas, ini gimana! Gimana kalau Naira nggak berhasil kita temukan?" tanya Hanum menatap tajam ke arah Burhan yang juga sedang bingung.
"Tapi aku yakin kalau Naira nggak akan pergi jauh dari sini Han, mungkin dia masih di sekitar sini," ucap Burhan menerka keberadaan Naira.
"Maksud kamu?"
Hanum tertegun ia sendiri tidak terpikirkan sebelumnya, Burhan melirik tajam arah kamar Naira. Entah mengapa Burhan tiba-tiba berjalan menuju kamar itu dan langsung membukanya.
Hanum pun yang langsung terpikirkan buru-buru menyusul suaminya yang sedang memeriksa kamar Naira. Hanum dan Burhan terkejut lantaran lemari Naira terbuka dan tidak ada isinya, pakaian Naira hampir tak tersisa karena sudah dimasukkan ke dalam tas miliknya.
Burhan kembali berkeliling menatap penjuru kamar hingga ia terhenti tepat ke arah jendela, jendela itu ia perhatikan dan ternyata telah terbuka.
Dengan kasar Burhan mendobrak jendela itu hingga serpihan kaca terjatuh berhamburan. Wajah sangarnya begitu menakutkan hingga membuat Hanum menutup kedua telinganya.
"Naira berarti dari sini, dan dia berhasil kabur!" sentak Burhan tersengal.
Hanum mendekati Burhan yang sangat marah itu, lalu mengelus pundaknya agar ia sedikit tenang meksipun dirinya sendiri juga sedang tidak baik-baik saja.
"Mas, mungkin benar apa kata kamu, Naira tidak jauh dari sini, lebih baik kita mencari Naira," ajak Hanum.
"Mau mencari dia ke mana Hanum, ini sudah hampir jam sebelas malam," ucap Burhan masih membulatkan tatapan kesalnya.
"Oke kalau gitu, kita lanjutkan pencaharian besok lagi, sekarang jendela kamar Naira pecah dan terbuka seperti ini, kamu harus bertanggung jawab untuk menggantinya."
Hanum berlalu pergi meninggalkan Burhan yang masih mematung di sana, Hanum tak ingin ambil pusing dan menguras semua waktunya hanya untuk memikirkan Naira. Anak pungut yang berhasil kabur dari garis takdirnya itu.
Sementara di tengah malam yang sepi, Naira masih berusaha mencoba membawa tasnya yang cukup berat itu dengan satu tangannya. Sementara tangannya yang lain mencoba untuk mengimbangi dirinya.
"Aku harus ke mana ini, ini sudah larut malam." ungkap Naira tertatih dengan keringat mengucur di keningnya.
Seluruh jalanan sudah sangat sepi, ia tidak tahu ke mana arah yang ia tuju. Sementara kertas koran yang ia temukan terdapat lowongan pekerjaan itu masih berada dalam genggamannya.
Naira terhenti di sebuah pos ronda yang terlihat sepi, tidak ada penjaga malam yang terlihat berlalu lalang, malam itu benar-benar sepi dan sunyi.
Naira meletakkan tas miliknya dan duduk bersandarkan tembok, ia menatap kembali kertas koran di tangannya dan melempar senyum setelah membaca lowongan pekerjaan itu beberapa kali.
"Hanya malam ini Naira, malam ini saja kamu harus melewati dengan berluntang-lantung seperti ini, tapi besok semoga kamu sudah tidak ada seperti ini." ungkap Naira mencoba menguatkan hatinya.
Naira melipat kembali koran itu dan menyelipkan pada tas yang ada di hadapannya, Naira memangku kedua tangannya dan mulai memejamkan mata. Ia memutuskan untuk terhenti di pos ronda itu untuk beristirahat.
***
Esok paginya, Naira terbangun saat suara gonggongan anjing saling bersautan, ia tersadar bahwa malam telah berganti. Naira mengulas senyum karena tidak ada satu pun yang hilang dalam dirinya. Setelah memutuskan untuk tidur seorang diri di pos ronda yang sepi.
"Syukur lah, Tuhan masih menyayangiku, aku dijaga sampai pagi tiba." ungkap Naira mengulas senyum, mengungkapkan rasa syukur nya.
Naira pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya kembali, ia berpikir sejenak setelah merasa kembali bugar. Bahwa untuk menuju perusahaan terkenal itu ia membutuhkan biaya, namun Naira sama sekali tidak memiliki uang hingga ia memutuskan kembali duduk di tempatnya.
"Ke mana aku harus mencari uang, buat ongkos ke kota menuju kantor ini?" tanya Naira masih berusaha berpikir.
Tak lama kemudian, Naira pun mendapatkan solusi atas pertanyaan yang sebelumnya tidak mampu ia pecahkan, bu Tuti. Ya, wanita yang pernah menolongnya untuk membeli seragam sekolah, Naira pun kembali berpikir untuk meminta bantuan setelah lama berpikir.
"Aku nggak ada banyak waktu, aku harus menebalkan mukaku untuk meminta bantuan pada bu Tuti." ungkap Naira bangkit lalu membawa kembali tasnya.
Tibanya di kediaman bu Tuti, Naira buru-buru mengucapkan salam berharap bahwa bu Tuti belum berangkat ke pasar, tempatnya mencari uang dan usahanya.
Tak lama kemudian, bu Tuti pun muncul dari dalam kamar lalu berjalan menuju pintu utama, ia melihat ada seorang gadis berdiri membelakangi pintu, sambil menunggu Naira memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang membuntutinya.
"Siapa ya?" tanya bu Tuti mengejutkan Naira yang sedang mengawasi situasi.
"S-saya Bu, N-naira," ucap Naira bersuara lirih.
Bu Tuti nampak masih bingung karena wajah Naira yang hitam karena spidol yang masih menempel di wajahnya, namun mengamati tubuh dan rambut Naira membuat bu Tuti tidak ragu saat Naira memperkenalkan dirinya.
"Ayo masuk," ajak bu Tuti.
"Terima kasih, Bu."
Naira mengangkat tasnya lalu mengikuti langkah kaki bu Tuti yang mengajaknya masuk, Naira nampak heran saat bu Tuti menyodorkan handuk untuknya.
"Sebaiknya kamu mandi dan bersihkan noda hitam di wajahmu dulu," kata bu Tuti.
Naira tersadar terhadap wajahnya, spontan ia menyentuh pipi mulusnya yang ternodai spidol hitam yang sengaja ia coret kan di pipinya.
'Astaga, jadi coretan semalam masih belum hilang.' batin Naira yang langsung meraih handuk yang diberikan oleh bu Tuti.
Bergegas Naira mandi dan membersihkan diri. Lalu setelah itu ia duduk kembali di ruang tamu bersebrangan dengan bu Tuti, bu Tuti pun akhirnya tersenyum saat melihat wajah cantik Naira yang sudah kembali bercahaya.
"Naira, apa yang terjadi sama kamu, kenapa kamu datang ke rumah Ibu dengan keadaan seperti ini?" tanya bu Tuti nampak heran.
Naira menceritakan semua yang telah terjadi semalam, kedua matanya berkaca-kaca saat mengingat apa yang baru saja terjadi padanya, hingga air mata itu tak mampu ia bendung saat mengingat perlakuan orang tuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments