Seorang pembunuh bayaran yang diperintahkan untuk membunuh Ernest sedang melihat situasi. Pembunuh itu tentunya orang dalam, sebab itu sang pembunuh bisa bergerak leluasa dengan mudah di dalam istana. Agnes yang ada di dalam kamar tampak was-was, semoga saja penyamarannya tidak ketahuan.
Pembunuh bayaran yang hendak masuk ke dalam kamar Ernest, sudah akan melancarkan niatnya namun suara langkah kaki yang mendekat justru membuatnya segera bersembunyi. Pembunuh bayaran itu mengintip dari balik gelap, hampir saja ketahuan karena sang ratu dan dua orang pelayannya mendatangi kamar sang putri.
Untuk sesaat, aksinya harus tertunda tapi setelah ratu pergi, dia akan tetap membunuh Ernest. Agnes yang sedang berbaring semakin waspada saat pintu kamar terbuka dan menutup, dia tidak berani melihat apalagi ketika dia merasakan ada yang duduk di sisi ranjang.
Agnes sampai menahan napas, sebuah tangan mengusap rambutnya. Oh, tidak. Semoga tidak ada yang menyadari warna rambutnya yang sedikit berbeda dengan warna rambut sang putri. Beruntungnya cahaya dari sinar bulan tidak begitu menerangi kamar itu sehingga penyamarannya tidak terlihat.
"Ernest, bunda sangat khawatir padamu," ucap ibu ratu.
Agnes tidak bersuara tapi dia jadi tahu jika yang ada di dalam kamarnya saat ini adalah ibu ratu. Agnes semakin was-was, dia justru takut ibu ratu mengetahui penyamarannya.
"Bunda akan menegakkan keadilan untukmu, Bunda tidak akan membiarkan ada yang menyakiti dirimu lagi. Bunda berjanji akan hal itu," ibu ratu ingin melihat keadaan putrinya karena dia baru saja bermimpi buruk akan Ernest.
"Tuan putri sedang baik-baik saja, yang Mulia Ratu. Ayo kita kembali, yang Mulia Ratu harus banyak beristirahat," ucap pelayan pribadinya.
"Kau benar, aku hanya mengkhawatirkan keadaannya," ratu beranjak, jangan sampai mengganggu Ernest yang sedang beristirahat. Setelah melihat Ernest, perasaan takutnya sudah tidak dia rasakan lagi.
Ratu masih memandangi Agnes yang sudah sangka putrinya, Agnes berdoa dalam hati agar sang ratu segera pergi karena dia benar-benar takut ketahuan. Setelah beberapa saat, ratu pun keluar dari ruangan. Agnes bernapas lega saat pintu kamar terdengar tertutup. Aman, dia merasa aman tapi sesungguhnya tidaklah aman karena pembunuh bayaran sedang mengintai kembali beraksi.
Suasana sudah aman, ibu ratu sudah pergi. Sang pembunuh bayaran itu pun kembali beraksi. Agnes kembali mendengar suara pintu kamarnya yang terbuka. Dia masih tidak bergeming karena dia mengira ibu ratu kembali lagi.
Pintu ditutup dengan pelan. Pembunuh itu melangkah mendekati serta menarik pisau yang tersembunyi di pinggang. Ternyata sang putri sedang tidur, ini benar-benar kesempatan yang sangat bagus. Agnes yang takut ketahuan merasa ada yang berdiri di sisi ranjang, kenapa dia merasa yang kali ini bukan ibu ratu?
"Jangan salahkan aku putri, dan cari aku setelah kau mati!" ucap pembunuh itu.
Agnes terkejut, apa maksudnya? Pisau yang ada di tangan pembunuh itu sudah terayun, akan menikam Agnes namun Agnes yang sudah mendengar perkataannya langsung berguling untuk menghindari tikaman pisau dari pembunuh itu.
Pembunuh itu terkejut, Agnes sudah berguling ke bawah. Agnes pun mengambil sebuah tongkat yang selalu berada di bawah ranjang untuk melawan. Dia tidak menduga ada yang ingin membunuh sang putri.
"Kurang ajar, aku akan membunuhmu!" ucap pembunuh itu.
Agnes mencengkeram tongkat kayu dengan tangan gemetar, dia tidak boleh takut.. Demi putri Ernest dia harus melumpuhkan pembunuh itu karena jika pembunuh itu berhasil melarikan diri, maka kepergian putri akan ketahuan bahkan raja dan ratu pun bisa tahu apalagi dia tidak tahu siapa pembunuh bayaran yang sedang menutupi wajahnya sebagian itu.
Pembunuh bayaran itu melompat mendekati Agnes, dia masih mengira itu sang putri. Pisau yang ada di tangan kembali ditikam ke arah dada Agnes tapi Agnes segera mengayunkan tongkat kayu itu ke tubuh sang pembunuh. Agnes mengayunkan kayunya berkali-kali sampai membuat pembunuh bayaran itu terpaksa mundur.
"Sialan, kau putri tidak berguna!" pembunuh itu hampir berteriak namun dia tidak melakukannya karena jika dia berteriak, maka seluruh istana akan tahu. Agnes pun tidak berteriak, dia pun takut ketahuan. Mereka berdua berada di posisi sulit, sang pembunuh bayaran itu pun kesulitan melihat rupa Agnes yang berdiri di tempat gelap. Lebih baik dia pergi saja, karena jika putri Ernest berteriak maka dia akan diburu oleh semua pengawal istana.
"Sial!" mau tidak mau dia melarikan diri melalui jendela. Agnes terengah dengan tangan gemetar, lututnya pun gemetar oleh sebab itu Agnes jatuh terduduk dengan perasaan takut luar biasa.
"Begitu banyak yang menginginkan kematianmu, Putri. Aku harap kau baik-baik saja di luar sana," ucap Agnes.
Alena dan Amy masih berkuda dan hampir mencapai desa tetangga. Mereka tidak beristirahat sama sekali karena mereka harus kembali sebelum fajar menyingsing. Amy mengkhawatirkan keadaan sang putri karena Putri Ernest tidak kuat berkuda terlalu lama. Amy pun memacu kudanya mendekat ke arah sang putri untuk bertanya apakah putri Ernest mau istirahat atau tidak.
"Putri, apakah kau tidak mau beristirahat sebentar? Apa kau tidak haus?" tanya Amy dengan berteriak.
"Kita terus saja, Amy!" jawab Alena tapi dia melihat jika Amy sudah terlihat lelah. Sebaiknya dia tidak egois, jangan sampai Amy pingsan sebelum mereka tiba. Pelana kuda ditarik, lari kuda pun mulai melambat. Amy pun mengikuti sang putri.
"Ayo kita istirahat sebentar, aku haus," ucap Alena tapi sesungguhnya tidak.
"Baik, Putri," Amy melompat turun dari kuda lalu mengambil kantong air.
Kuda diikat pada sebatang pohon, mereka beristirahat sebentar. Alena melihat sekitar yang sepi, mereka berada di tengah hutan saat ini dan setelah cukup, Alena mengajak Amy kembali melakukan perjalanan. Memang cukup jauh tapi akhirnya mereka tiba di rumah ahli ramuan yang memang sudah menunggu kedatangan mereka.
Si ahli ramuan itu menatap Ernest dengan penuh selidik, dia ingin tahu siapa orang yang ingin meminta bantuan itu tapi rupa Ernest yang dirubah, membuatnya tidak mengenali Ernest.
"Jadi, apa yang kau ingin aku lakukan untukmu, Lady?"
"Aku ingin kau memeriksa obat ini," Alena memberikan sampel obat yang dia bawa.
"Untuk apa? Apa kau ingin tahu kandungan obat ini?" tanya si ahli ramuan.
"Bukan, aku ingin tahu kandungan racun yang ada di dalam obat itu," jawab Alena.
"Kandungan racun?"
"Benar, waktu yang aku miliki tidak banyak karena aku harus segera kembali," Alena meletakkan kantung uang di atas meja.
"Akan segera aku lakukan," sampel obat pun diambil, "Tunggu di sini!"
"Putri, apa kau yakin di dalam obat itu mengandung racun?" tanya Amy sambil berbisik setelah si ahli ramuan pergi.
"Entahlah, oleh sebab itu kita berada di sini."
"Baiklah, aku harap tebakan kita tidak salah."
Mereka berdua menunggu, menunggu sang ahli ramuan memeriksa kadar racun yang ada di dalam obat tersebut. Walau belum terbukti tapi Ernest sangat yakin obat itu memang beracun. Mereka menunggu beberapa saat sampai akhirnya sang ahli ramuan kembali lagi.
"Obat ini, sebaiknya jangan dikonsumsi karena akan membunuh dengan perlahan!" ucapnya.
"Apa maksudnya?" tanya Alena.
"Ada semacam racun berbahaya, racun ini memang tidak langsung membunuh namun pelan tapi pasti akan membunuh orang yang terus menerus mengkonsumsinya. Jenis racun pun tidak mudah didapatkan karena racun itu berasal dari tempat jauh."
"Apa jenis racunnya?" tanya Alena lagi.
"Agak sulit menyebutkan namanya tapi jenis racun ini tidak berbau bahkan dengan mudah larut ke dalam makanan dan minuman jadi sebaiknya berhenti mengkonsumsinya jika tidak tubuh akan menjadi lemah, lebih mudah sakit dan pada akhirnya, korban akan mati mengering seperti mayat yang diawetkan."
"Tolong tuliskan jenis dan nama racun itu karena aku harus tahu," pinta Alena.
"Baiklah," sang ahi ramuan itu menuliskan jenis racun juga namanya dan dalam sekejap mata saja, Alena sudah mendapatkannya.
"Kami akan pergi tapi ingat satu hal, jangan pernah katakan pada siapa pun jika aku datang untuk mencari tahu akan hal ini. Itu bayaran untukmu dan jika kau mengatakan hal ini pada orang lain, maka aku akan datang lagi untuk mengambil nyawamu."
"Terima kasih, Lady. Aku tidak akan mengatakannya pada siapa pun"
"Bagus!" Alena mengajak Amy pergi, sekarang dia ingin tahu dari mana racun itu berasal.Walau masih sulit tapi setelah mengetahui hal ini dia bisa melakukan pengintaian untuk mencari tahu, apakah benar ibu ratu yang ingin membunuhnya selama ini? Sedikit demi sedikit kasus itu pasti akan terkuak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Samsia Chia Bahir
waduuuhhhh, tambah riwet 😏😏😏
2024-02-24
0
Leng Loy
Benarkan obat itu mengandung racun yang membunuh dengan perlahan, siapa pelakunya kenapa Bunda Ratu selalu memberikan obat itu untuk Ernest minum setiap hari 😕😕
2023-10-29
1
Kustri
eumm...smoga Alena bs membaca abjad jadul
2023-06-03
1