Api yang dibuat sudah membumbung tinggi. Beberapa jerami yang ada di dalam kereta kuda digunakan untuk membuat api. Mereka pun mencari tempat kering agar api tidak padam akibat air hujan. Beberapa kereta mereka korbankan agar api bisa menyala untuk membakar tubuh putri Ernest. Sesuai dengan tradisi, penyihir harus mati dibakar.
Beberapa orang menghampiri Ernest, dengan tongkat di tangan namun mereka terkejut saat melihat Ernest sedang berlutut dengan satu kaki di atas tanah namun Ernest tampak tidak tidak bergerak. Mereka saling pandang, ada yang aneh. Bukankah putri Ernest sudah tidak bernyawa? Salah satu dari mereka sudah memeriksanya tadi tapi kenapa saat ini putri Ernest masih hidup?
Salah seorang dari mereka melangkah maju dengan perlahan, mereka tidak boleh takut dengan seorang penyihir apalagi pada seorang putri yang seharusnya sudah mati.
"Ternyata kau belum mati rupanya," tanya orang yang menghampiri Ernest dan orang itu sudah siap memukul Ernest. Cukup sekali pukul lagi maka putri itu akan benar-benar mati.
Ernest masih tidak juga bergeming, dia masih menunduk seperti semula. Tongkat yang hendak memukulnya sudah akan terayun, siap menghantam tengkorak kepalanya. Ernest masih saja diam, tongkat benar-benar sudah terayun tapi tiba-tiba saja, Ernest memutuskan tali yang mengikat kedua tangan dengan mudah lalu satu tangannya terangkat untuk menangkap tongkat yang hendak menghantam kepalanya.
Orang yang mengayunkan tongkat itu terkejut, dia berusaha menarik tongkatnya dari genggaman tangan Ernest tapi sulit dia lakukan karena tenaga Ernest yang terkenal lemah tiba-tiba berubah seolah-olah yang sedang berada di hadapannya saat ini bukan Ernest dan memang demikian.
Ernest bangkit dengan perlahan, tongkat masih tidak dilepaskan. Orang yang baru saja mengayunkan tongkat untuk memukul Ernest melangkah mundur, dia tampak menelan ludah dan ketakutan. Kenapa atmosfer yang dia rasakan sangat jauh berbeda?
"Pu-Putri Ernest," orang itu memanggil sang putri.
Ernest mengangkat wajah, orang itu pun terkejut tapi yang membuatnya lebih terkejut adalah, tongkat yang ada di tangannya di tarik lalu sebuah pukulan mendarat tepat di wajahnya.
"Dia masih hidup, sang putri masih hidup!" teriak yang lain, yang melihat kejadian itu.
Semua melihat ke Ernest yang tampak berbeda, hujan mengguyur membasahi gaunnya yang berat. Sebuah tongkat sudah berada di tangan, Ernest yang berdiri di hadapan orang-orang itu sangat jauh berbeda di bandingkan dengan Ernest yang sebelumnya.
Alena merobek gaunnya yang berat, sehingga meninggalkan gaun tipis yang memang selalu digunakan oleh para gadis jaman kuno sebelum menggunakann gaun. Kini dia bisa bergerak dengan mudah sehingga dia bisa memukul orang-orang itu sesuka hatinya.
"Penyihir itu mendapatkan kekuatan iblis!" teriakan provokasi terdengar sehingga orang-orang itu mengangkat senjata yang mereka miliki.
"Penyihir itu tidak akan mati jika tidak dibakar jadi tangkap dia dan bakar!" sang provokator karena berteriak karena malam ini putri Ernest harus mati.
"Aku akan membunuh kalian semua malam ini!" teriak Alena lantang karena dia memang akan memukul mereka semua hingga kalah.
"Lihatlah, iblis benar-benar bersama dengannya jadi tangkap dan bunuh!"
"Yang mendapatkan kepalanya akan mendapat imbalan dua keping emas!" entah siapa yang berteriak tapi imbalan yang ditawarkan semakin membuat mereka bersemangat untuk membunuh Ernest.
"Lari putri!" teriak dua pelayannya yang masih terikat.
Alena tidak gentar, tongkat sudah terangkat dengan kuda-kuda yang sudah terpasang. Satu tangan berada di depan lalu jari jemarinya di tekuk sebagai isyarat jika orang-orang itu bisa maju untuk menyerang.
"Maju!" ucap Alena. Dia justru menantangi mereka meski dia tidak tahu kenapa Ernest bisa dianggap sebagai penyihir oleh sekelompok orang itu tapi dia harus melindungi diri selain membalaskan dendam Ernest. Jangan sampai dia mati untuk kedua kali di dalam tubuh orang lain.
Orang-Orang itu mulai menyerang sang putri yang mereka anggap lemah tapi ternyata semua yang terjadi diluar perkiraan mereka. Tubuh Ernest memang lemah tapi dengan kemampuan yang dimiliki oleh Alena sang agen handal, sang putri yang tadinya lemah dan tidak bisa melakukan apa pun mulai melawan dengan satu tongkat yang ada di tangan. Kedua pelayan Ernest terkejut melihat kemampuan sang putri yang entah dia dapatkan dari mana.
Tongkat yang ada di tangan pun terayun tiada henti, memukuli orang-orang yang menyerangnya dan hendak menangkap untuk membakarnya. Orang-Orang yang telah menganiaya Ernest pun terkejut dengan perubahan sang putri namun mereka masih menganggap Ernest mendapatkan kekuatan dari iblis.
"Dia benar-benar iblis, kita harus bisa menangkapnya!"
"Jangan sampai lepas, putri Ernest harus mati malam ini juga!"
Teriakan demi teriakan provokasi terdengar, semua orang menyerang Ernest yang mereka yakini bangkit kembali setelah mendapatkan kekuatan dari iblis. Alena terus melawan, menangis senjata yang terayun ke arahnya dari segala sisi.
Serangan demi serangan dapat dia hindari bahkan dia bisa memukul mundur orang-orang tersebut. Rasa sakit dari pukulan yang dia dapatkan menambah rasa sakit yang sudah ada. Walau dia hebat namun tubuh sang putri yang lemah membuat staminanya terkuras apalagi sejak awal tubuh Ernest sudah mendapatkan siksaan sedemikian rupa.
Alena terus diserang tiada henti, orang-orang yang tidak memiliki rasa belas kasihan sama sekali oleh sebab itu Alena mengerahkan semua tenaga yang tersisa untuk mengalahkan mereka bahkan tidak satu tongkat, dua tongkat sudah berada di tangan. Jika saat ini ada senjata api otomatis maka sudah dia tembak semua orang itu.
Kedua pelayan Ernest saling pandang, mereka sangat heran mendapati putri mereka yang selalu lemah kini bisa balik melawan orang-orang yang tadinya menganiaya dirinya. Apakah sang putri mendapat kekuatan dari petir yang baru saja menyambar tubuhnya? Aneh, sungguh aneh bahkan orang-orang yang tadinya menganiaya putri Ernest mulai tumbang satu persatu akibat pukulan tongkat yang ada di tangan Ernest. Kedua pelayan itu mulai mencari benda tajam untuk melepaskan tali yang mengikat kedua tangan mereka. Mereka harus bisa menolong sang putri dan membawanya kembali ke istana.
Hanya dalam sekejap mata saja, Alena sudah mengalahkan sekumpulan orang-orang tersebut. Alena bahkan memijakkan satu kakinya ke atas tumpukan tubuh orang-orang yang sudah dia pukul kalah. Kedua tongkat diangkat lalu di arahkan ke depan karena Alena menunggu lawan selanjutnya.
"Siapa lagi yang berani?" tanyanya sambil berteriak namun tidak ada satu diri mereka pun yang menjawab.
Alena terengah, dengan rasa lelah luar biasa dan rasa sakit di sekujur tubuh namun tiba-tiba saja sakit kepala luar biasa menyerang Alena. Kedua tongkat jatuh dari tangan, Alena berteriak lalu dia tidak sadarkan diri lagi. Kedua pelayan yang sudah melepaskan diri berlari ke arahnya sambil berteriak, mereka berharap sang putri masih hidup.
Kedua pelayan itu segera mempapah tubuh Ernest. Yang satu mencoba melihat apakah sang putri masih hidup atau tidak dan ternyata Ernest masih hidup. Salah satu dari pelayan itu berlari untuk mengambil kereta kuda yang tersisa, sedangkan pelayan yang satunya lagi mempapah tubuh Ernest yang tidak sadarkan diri. Mereka masih tidak mengerti apa yang terjadi karena sang putri tiba-tiba menjadi orang lain.
Dengan kereta kuda yang ada, kedua pelayan itu membawa Ernest untuk kembali ke istana. Mereka pergi meninggalkan orang-orang yang telah dihajar oleh Ernest sampai babak belur dan pingsan dengan api yang masih menyala.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Agie Sejin
bagus juga thor...lain kali bikin cerita begini thor
2024-04-24
0
Samsia Chia Bahir
waaaahhhhhh, seru niihhh 😆
2024-02-24
0
🌸 Yowu-Kim 🌸
Aduh apa kabar gw yg emoisian liat ginian 😭😭😭
2024-02-08
0