Rise Of The Queen Ernest
Hujan mengguyur dengan deras dan petir menyambar dengan begitu mengerikannya. Seorang putri yang tampak sudah mati tergeletak di sisi tebing sedangkan puluhan orang sedang membuat api menggunakan bahan-bahan yang bisa mereka gunakan karena mereka akan membakar tubuh putri tersebut.
Putri yang baru saja mati akibat sebuah pukulan di bagian kepala, tiba-tiba saja bergerak akibat sebuah sambaran petir dahsyat yang menyambar tubuhnya. Orang-Orang yang berada di sana bersorak girang melihat hal itu namun tidak ada satu pun dari mereka yang menyadari jika kedua mata sang putri yang sudah mati tiba-tiba saja terbuka dan tidak ada pula yang tahu jika jiwa seorang agen sudah melintasi waktu juga tempat untuk berpindah ke dalam tubuh sang putri yang sudah mati.
Tangan sang putri yang sudah mati itu bergerak dan berada di kepala dengan ekspresi wajah menahan sakit serta kebingungan. Apa yang terjadi? Bukankah dia sedang bertugas dan bukankah dia sudah mati?
Alena Herbert, dia adalah seorang agen yang baru saja mati akibat leakan bom yang tiba-tiba saja melintasi waktu tanpa dia sadari dan dia pun tidak tahu jika dia terlempar ke abad 15. Alena yang masih terbaring lemah di atas tanah yang basah akibat hujan, tiba-tiba saja mendapatkan ingatan putri Ernest sebelum sang putri mati dibunuh oleh sekelompok orang-orang tersebut. Sebelum putri Ernest terbunuh, dia dan kedua pelayannya keluar istana untuk pergi ke suatu tempat.
Malam itu hujan turun secara tiba-tiba. Sekelompok orang tiba-tiba menghadang kereta kuda yang membawa putri Ernest. Dua pengawalnya mati terbunuh dan dua pelayan yang mengikuti Ernest ditangkap. Ernest sendiri pun tertangkap oleh sekelompok orang tersebut.
Suara guntur yang menggelegar dan hujan yang mengguyur dengan derasnya menjadi saksi di mana seorang putri mendapat perlakuan keji. Putri itu adalah Ernest Herbert. Dia adalah putri kedua dari Leon Herbert dan Hanna Herbert. Mereka adalah raja dan ratu yang memimpin sebuah kerajaan. Ernest memiliki seorang kakak perempuan yang bernama Arabela Herbert, dia selalu berada di istana dan di cintai banyak orang sedangkan Ernest dibenci karena beredar isu jika dia adalah seorang peyihir.
Entah siapa yang menyebarkan isu tersebut yang pasti isu itu berhembus kencang di luar istana. Ernest dituduh sebagai penyihir jahat yang sudah mengambil banyak korban. Semua didukung dengan adanya sebuah sekte sesat yang selalu melakukan ritual di tanggal kelima belas setiap bulannya.
Korban yang mati adalah gadis muda, jantung dan darah gadis yang menjadi korban diambil sehingga tubuh korban menjadi kering. Setiap tanggal lima belas pasti akan ada satu gadis yang menjadi korban dan entah siapa yang menyebarkan isu jika Ernest adalah dalangnya dan dia penyihir yang telah melakukan pembunuhan itu.
Ernest yang sudah tertangkap terbaring tidak berdaya dan hanya bisa pasrah mendapat siksaan demi siksaan yang diberikan padanya tanpa henti. Tali cambuk memecut tubuhnya tiada henti, orang-orang yang menyiksanya tertawa menyaksikan perlakuan keji yang dia dapatkan.
"Bakar penyihir itu, bakar!" teriak salah seorang yang sedang menghakimi Ernest Herbert.
"Jangan, dia adalah putri raja. Kita akan mati jika kita membakarnya!" salah seorang juga berteriak seperti itu.
"Aku bukan penyihir, aku bukan penyihir!" Ernest yang malang berteriak membela diri. Dia memang bukan seorang penyihir, dia hanya sedang difitnah.
"Jangan dengarkan dia!" teriak salah seorang dari mereka.
Suara pecutan cambuk kembali terdengar, jeritan kesakitan Ernest pun terengar nyaring. Kedua pelayannya diikat bersamaan di sebuah tiang, mereka hanya bisa menangis menyaksikan sang putri yang disiksa tanpa bisa melawan sama sekali. Darah segar bahkan sudah dimuntahkan berkali-kali oleh Ernest saat tubuhnya diinjak oleh orang-orang itu.
"Lempar tubuhnya ke dasar tebing!" seseorang mulai memprovokasi.
"Benar, lempar dia ke dasar tebing!" yang lain mulai terpancing
"Lempar... Lempar.. Lempar!" sorak yang lainnya.
"Jangan, jangan perlakukan Tuan Putri seperti itu!" teriak salah satu pelayan Ernest yang terikat.
"Diam, jika tidak kalian akan kami bakar!" teriak orang-orang itu.
"Jangan... Jangan bunuh mereka," pinta Ernest dengan suara lemah.
"Penyihir, ternyata kau masih punya tenaga!" tubuh Ernest kembali mendapatkan pecutan dari tali cambuk yang menyakitkan.
"Putri!" kedua pelayan Ernest berteriak, mereka tidak tega melihat keadaan putri yang memiliki tubuh lemah itu disiksa sedemikian rupa.
"Kalian boleh membunuh aku tapi lepaskan mereka," pinta Ernest, darah segar kembali dia muntahkan.
"Tidak Putri, tidak. Kami bersedia mati bersama denganmu jadi jangan lakukan!" teriak kedua pelayannya yang setia.
Ernest menggeleng, dia sudah tidak memiliki tenaga lagi. Sorakan orang-orang itu untuk membuang tubuhnya ke dasar tebing terdengar, mereka mulai mengikat kedua tangan Ernest menggunakan tali lalu mengikatkan tali itu pada kuda karena mereka akan menarik tubuh Ernest menggunakan kuda sampai ke sisi tebing.
"Lepaskan Putri Ernest, lepaskan!" teriak pelayan Ernest namun tidak ada yang mempedulikan teriakannya. Kedua pelayan itu juga dibawa karena mereka akan menyaksikan kematian putri mereka.
Tubuh Ernest ditarik dengan kejamnya menggunakan kuda. Tidak ada satu dari mereka yang menaruh belas kasihan pada putri yang mereka aniaya. Amarah sudah membutakan hati dan hasutan orang-orang yang tidak bertanggung jawab telah membuat mereka menghakimi Ernest dengan begitu kejinya.
Tanpa menyelidiki apa yang terjadi, mereka menuduh Ernest dan menghakimi sang putri dengan sesuka hati. Tubuh Ernest ditarik di atas tanah yang berbatu, luka sudah dia dapatkan di sekujur tubuh. Ernest pun sudah pasrah akan kematiannya. Sungguh tidak adil baginya yang mendapatkan perlakukan keji.
Jika dia beri kesempatan, dia ingin terlahir kembali dan membalas perbuatan orang-orang yang sudah memfitnah dirinya dan yang telah memperlakukan dirinya dengan begitu keji. Tubuhnya ditarik bermil-mil jauhnya sampai tiba di sisi tebing yang curam dan gelap. Sorakan orang-orang itu terdengar, mereka seperti merayakan keberhasilan mereka membunuh penyihir yang berbahaya.
"Lempar…. Lempar!" sorakan terdengar memecah kesunyian malam. Suara teriakan kedua pelayan Ernest tidak dapat didengar karena sorakan orang-orang brutal yang hendak menghakimi Ernest.
"Putri bukan penyihir, bukan penyihir!" kedua pelayan berteriak, berharap ada yang mendengar namun amarah sudah menguasai hati dan membutakan mata hati.
Ernest sudah tidak berdaya, dia pasrah. Benar-Benar pasrah. Putri malang yang difitnah, diperlakukan dengan kejinya. Ernest ditarik mendekati tebing, dia akan dilemparkan ke bawah sana. Tebing curam berbatu, entah seperti apa dasarnya karena tidak ada satu orang pun yang pernah melihatnya.
"Lempar sekarang juga!" teriakan itu, memicu teriakan yang lainnnya.
Hujan deras masih membasahi bumi, petir masih juga menyambar. Tubuh Ernest yang sudah tidak berdaya diangkat dengan paksa, tali yang mengikat kedua tangan dilepaskan dan dia sudah didirikan di sisi tebing. Ernest melihat tebing yang curam, kenapa nasibnya begitu buruk?
Dia adalah seorang putri raja tapi tidak ada yang peduli dengannya. Ayah dan ibunya tidak bisa meredam isu yang ada, mereka takut diamuk oleh masyarakat. Seharusnya dia tidak keluar istana malam ini, dia tidak tahu jika dia sudah diincar oleh orang-orang yang membenci dirinya. Sesungguhnya siapa yang menyebar isu jika dia adalah seorang penyihir?
"Lempar Putri Ernest sekarang juga!" teriakan itu kembali terdengar.
"Jangan, aku bukan penyihir. Aku bukan penyihir!" ucap Ernest.
"Penyihir tidak akan mengaku. Seharusnya kau mati dibakar seperti penyihir lainnya!"
"Aku bukan penyihir, aku akan buktikan jadi jangan bunuh aku!" kini dia berteriak dengan sisa tenaga yang ada.
"Dorong sekarang!"
"Jangan!" Ernest melihat ke bawah, di mana hanya ada gelap gulita saja.
"Aku bersumpah, aku akan kembali untuk membalas kalian semua. Aku akan menuntut balas atas apa yang kalian lakukan. Aku Ernest Herbert akan hidup kembali dan membalas kalian semua!" teriak Ernest. teriakannya disertai oleh petir yang menggelegar.
"Dia benar-benar penyihir, musnahkan!" setelah teriakan itu terdengar, tubuh Ernest hendak di dorong ke dasar tebing tapi sebelum itu terjadi, tiba-tiba saja seseorang memukul kepala Ernest. Semua terkejut, begitu juga dengan kedua pelayan Ernest.
"Jangan terlalu lama membunuh seorang penyihir!" teriak pelaku yang telah memukul kepala Ernest. Akibat pukulan itu pula, darah mengalir dari kepala Ernest lalu satu pukulan lagi dia dapatkan dan pukulan itu pula yang telah membuat Ernest tidak bernyawa.
Setelah mendapatkan ingatan Ernest yang baru saja mendapatkan siksaan keji, jiwa Alena bergejolak. Dia paling tidak suka dengan ketidak adilan. Akan dia balas, semua orang yang telah menyiksa Ernest dengan keji akan dia balas. Akan dia habisi dengan kedua tangannya. Alena berusaha untuk bangkit, sekarang waktunya memukul kalah mereka semua dan membalaskan dendam Ernest.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Pepe Black Street
ceritanya kakak selalu bagus
2024-02-26
0
Samsia Chia Bahir
Akoh ru ikuti critax 😆
2024-02-24
0
NURMA 🌽𝐙⃝🦜🍒⃞⃟🦅𒈒⃟ʟʙᴄ
haii kak aku hadir lagii di karyaa baru nyaaa
ceritaa yaa menarik rekernasii ke jamann dahuluu
2024-02-05
0