Klek.
Anggi membuka pintu kamar putranya terlihat Vindra masih mengikat tali sepatu.
Vindra benar - benar sangat mirip Davin, bagaimana kalau seandainya Davin dengan Vindra disandingkan seperti pinang dibelah dua.
Wajahnya kenapa sangat mirip dengan Davin sungguh tidak adil kalau melihat Vindra bayangan tentang Davin selalu membayanginya.
"Ma..." pangil Vindra yang melihat mamanya dari tadi melamun yang masih berdiri disamping pintu.
Anggi tersenyum yang tiba - tiba Vindra sudah didekatnya.
"Mama kenapa?"
"Mm mama tidak kenapa - napa, aduh anak mama ternyata sudah besar" sambil merapikan seragam Vindra. Vindra hanya senyum
"Vindra berangkat dulu ma"
"Iya hati - hati dijalan" mencium tangan mamanya.
"Mama juga, nanti hati - hati kalau ketemu buaya"
"Mana ada buaya dijalanan"
"Ada ma banyak" alis Anggi mengkerut.
"Kamu ini"
Vindra mengucapkan salam dan berpamitan. Dan juga tidak lupa mengecup pipi kiri mamanya.
"Kamu nggak sarapan dulu"
"Vindra buru - buru mau mempersiapkan buat rapat osis"
.
.
.
.
saat Tiara baru keluar dari toilet tiba - tiba dicegat gengnya Carla, mereka mendorong Tiara masuk kedalam kamar mandi lagi.
"Eh apa - apaan nih" tanya Tiara. Dan kedua temanya memegangi tangan Tiara
"Gue udah peringatin sama lo jangan pernah deket - dekat sama Vindra kenapa lo masih dekat juga hah"
"Siapa lo? ngelarang gue"
"Gue calon pacarnya"
Hhhh. Tawa Tiara.
"Ketawa, lo sumpelin mulut lo ini" ancam Sisil.
"Baru calon"
Aaaa. Triak Tiara rambutnya yang dijambak dan ditarik kencang.
"Lepasin"
"Nggak akan gue lepaskan sampai rambut lo rontok semua"
Lalu kepala Tiara disiram air.
"Rasain lo" maki Dewi.
"Ingat jangan pernah dekat dekat sama Vindra apalagi ngasih sesuatu kalau lo nggak ingin lebih dari ini" peringatan dari Carla.
"Ngerti lo" kata Dewi.
Mereka pergi dari sana meninggalkan Tiara sendiri yang basah.
"Sialan tu mak lampir"
Disisi lain.
Vindra dengan anggota osis lain baru saja keluar ruangan setelah rapat mingguan, setiap seminggu sekali diadakan rapat untuk melaporkan perkembangan kegiatan semua siswa siswi.
Saat dia bejalan melewati kerumuman siswa yang sedang mengobrol, dia tidak sengaja mendengar percakapan mereka menyebut nama ibunya. Dia berhenti dan mendatangi mereka.
"Maksud lo apa nyebut - nyebut nama nyokap gue"
"Nggak ada nyebut nama nyokap lo" ucap Dani.
"Salah denger kali" kata Jeri.
"Telingga gue masih normal, jadi kalau lo ngomong sesuatu apalagi jelek - jelekan seseorang gue bisa denger dengan jelas, tadi lo nyebut nama Anggi kan hah" sambil menatap tajam.
Dan tangan mencengkram kerah baju Jeri dan yang satunya mengepal siap akan melayangkan tinjunya
"Memang yang namanya Anggi nyokap lo doang" ucap Dani.
Vindra melepaskan cengkraman tanganya dan mendorong pelan dan akan pergi tapi balik lagi.
"Tapi nyokap lo boleh juga, kalau gue deketin gimana"
Vindra menatap dengan tajam.
"Kalau lo bosan hidup lakukanlah"
"Lo ngancam gue" kata Dani.
"Gue tau lo hanya anak haram dilahirkan tanpa bokap, jangan - jangan nyokapnya wanita murahan hhhh" sambung Dani mereka tertawa puas.
Vindra nggak tahan lagi, tanpa aba - aba dia menghajar Dani habis - habisan sampai babak belur.
Buk.
Buk.
Buk.
Para perempuan menjerit, karena ulah Vindra tidak biasa dia memukul diarea sekolahan dia selalu menjaga emosinya tapi kalau soal menyangkut ibunya dia tidak akan tinggal diam.
"Lo boleh menghina gue sepuas lo, tapi kalau lo menghina nyokap gue jangan harap lo hidup dengan tenang"
Buk.
Buk
Buk
"Stop..." triak pak Rendi melerai mereka.
Dan Vindra berhenti kalau tidak mengingat dia ketua osis mungkin Dani benar - benar mati. Ini saja Dani hampir pingsan kalau tidak dicegah pak Rendi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments