"Ayah sudah gak sanggup membayar hutang dengan bunga yang semakin membengkak itu, Zivanya. Makanya rumah ini terpaksa Ayah berikan kepasa pihak bank, dan sisanya kamu sebagai jaminan." Ayahnya lalu berbalik badan.
"Astaghfirullahal'adzim," lirih Zivanya dengan suara bergetar. Tanpa permisi air matanya pun terjatuh begitu saja. Sakit sekali hatinya ketika mendengar ayah kandungnya sendiri menjadikannya sebuah jaminan untuk membayar hutang.
"Waktu kita tidak banyak. Bos bilang kita harus sampai di rumah sebelum sore," kata seorang pria dengan nada bicaramya yang tegas berbicara pada wanita yang berdiri di sebelahnya.
"Ayok, ikut kami sekarang!" ucap wanita itu lalu merangkul Zivanya dan berjalan menuju mobil. Sedangkan pria yang datang bersamanya tadi membawa koper milik Zivanya.
Melihat sang ayah hanya diam dan tidak ada pencegahan, Zivanya akhirnya ikut masuk ke dalam mobil yang terparkir di depan gerbang rumahnya. Ia memicingkan matanya ke arah sang ayah penuh dengan kebencian. Hatinya begitu sakit, karena orang tuanya sendiri malah memberikannya pada orang lain.
"Seumur hidupku, aku benci sama ayah!" ucapnya dalam hati lalu memalingkan pandangannya ke arah lain. Apalagi melihat ayahnya dengan santai bersilang dada sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding.
Mobil yang ditumpanginya pun melaju menjauh dan semakin jauh dari kediamannya. Dalam hati Zivanya terus beristighfar supaya mendapat perlindungan dan keselamatan dari Yang Maha Kuasa.
Kedua orang yang menjemput Zivanya tadi duduk disamping kanan dan kirinya. Raut wajah keduanya tampak datar, bahkan tidak ada keramahan sama sekali. Zivanya bergidig ngeri berada di tengah mereka. Kedua tangannya pun sangat erat memeluk tas yang ada di pangkuannya. Hatinya semakin cemas, bagaimana nasibnya nanti setelah ini? Pikir Zivanya demikian.
Wangi parfum khas pangeran negara petro dollar begitu menyeruak di dalam mobil. Zivanya yakin kalau pemilik mobil ini pasti tampan, maskulin dan penyayanh. Sebab wanginya lembut, kuat serta menyegarkan. Dalam hatinya berharap, semoga memang dirinya akan bertemu dengan orang baik dibalik nasibnya yang mengenaskan itu.
Tidak butuh waktu yang lama menelusuri jalan yang cukup ramai itu, sopir itu menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah mewah bergaya modern industrial.
"Ayok turun!" perintah pria yang duduk di sebelah kanan Zivanya. Sedangkan wanita yang tadi duduk di sebelah kiri sudah turun lebih dulu.
"Sabar bisa kali!" sahut Zivanya dengan ketus.
"Ye, ini bocah nyahut aja lagi!" Pria itu berdecak kesal, lalu ia pun ikut turun setelah Zivanya.
"Kamu segera bawa dia ke ruang kerja Bos, jangan lupa temani dia di dalam sebelum Bos datang," perintah pria itu kepada teman wanitanya ketika semuanya telah keluar dari mobil.
"Baik!"
Saat wanita itu hendak merangkul Zivanya kembali, dengan cepat gadis cantik itu pun menepisnya.
"Saya bisa jalan sendiri!" Gadis itu mendelik tajam.
"Tidak bisa! Saya tidak ingin kamu sampai kabur," kata wanita itu tetap berusaha memegang kedua bahu Zivanya.
Seketika gadis itu memberontak sekuat tenaga namun tenaga wanita itu sangatlah besar. Akhirnya Zivanya menggigit tangan wanita itu kuat-kuat.
"Aaakh! Si alan! Ngapain lo gigit gue segala sih!" Wanita itu membulatkan matanya lebar-lebar. Tatapan marah pun tak bisa terelakkan, sebab tangannya sampai mengeluarkan darah karena gigitan Zivanya. "Lo keturunan vampir kali ya? Gila! sampai berdarah tangan gue!" gerutunya sambil mencengkram kuat tangannya yang terluka.
"Makanya saya bilang lepasin ya lepasin. Begitulah akibatnya kalau gak mau nurut apa kata saya," timpal Zivanya dengan santainya sambil berkacak pinggang dan tersenyum menyeringai. "Saya gak akan kabur kok, sebab saya bukan pengecut!" ujarnya.
"Ya sudah. Cepat jalan! Ikutin gue!" kata wanita itu akhirnya menyerah. Ia berjalan lebih dulu dan Zivanya pun mengikuti.
...----------------...
Mereka berhenti di depan sebuah pintu berukuran besar. Wanita yang bersama Zivanya membuka pintunya. Karena besar pintu itu hampir tiga kali lipat tinggi badannya, sampai terdengar bunyi 'bugh' ketika gagangnya berhasil terbuka.
"Masyaallah," gumamnya sangat pelan. Zivanya begitu takjub dengan suasana yang ada di dalam ruangan itu. Barang-barang di sana tidak terlalu banyak, namun terlihat sangat rapi dan enak sekali dipandang mata. Zivanya semakin penasaran, siapa pemilik ruangan serta rumah tersebut.
"Maaf saya mau tanya, sebenarnya rumah ini punya siapa ya?" tanya Zivanya ragu-ragu pada wanita itu. Namun sayangnya wanita yang berdiri tidak jauh dari tempatnya itu hanya mengangkat kedua bahunya seakan tidak tahu dan bersikap acuh. Zivanya menghela napasnya.
"Kamu baru kerja di sini ya? Kok sampai gak tahu siapa Bos mu sendiri," kata Zivanya, lebih tepatnya memberi sindiran halus pda wanita itu.
"Asem banget ini bocah. Bisa gak sih diam saja? Bos sebentar lagi sampai!" Wanita itu langsung meninggikan suaranya karena merasa sangat marah.
"Oke baiklah. Saya diam." Zivanya langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Kedua tangannya dilipat ke belakang, sedangkan matanya asik melihat ke sekeliling ruangan itu.
Beberapa saat kemudian, pintu ruangan terbuka cukup kencang. Wanita itu menoleh lalu menundukkan wajahnya dan pergi dari ruangan itu secepat kilat. Sementara sang pemilik ruangan berdiri tepat satu jajar di belakang Zivanya dan pintu pun telah ditutup rapat.
Akan tetapi gadis itu belum berani melihat ke belakang. Dia masih mematung dengan napas seolah tertahan. Pemilik ruangan itu pun berjalan melewati Zivanya lalu duduk di kursi kebesaranya.
Zivanya begitu terkejut dengan pria yang ada di depannya itu. Sepasang matanya membulat dengan sempurna dan kedua alis matanya pun dikerutkan.
"Kamu bukannya kakaknya Arion?" tanya gadis cantik itu masih terperangah. Baru kali ini ia menatap cukup dekat pria yang tempo hari menyelenggarakan acara dan saat itu pula menjadi pertemuan pertamanya dengan Arion.
"Darimana kamu tahu?" Pria itu bertanya balik dengan raut wajahnya yang datar serta tatapan dingin darinya.
"Waktu itu aku pernah datang ke acaramu," jawab Zivanya dengan polosnya. Namun respon pria itu hanya tersenyum menyeringai.
"Mana ada orang sepertimu bisa masuk ke dalam acaraku. Apalagi ayahmu telah berani meminjam uang dan sangat suit ketika ditagih. Selalu saja ada alasannya." Pria itu meraih bolpoin tak jaauh dari tangannya yang berada di atas meja.
Zivanya pun bergeming. Ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh pria itu, kalau bukan karena diajak oleh Glenka mana mungkin juga ia bisa mengenali dia.
"Lantas apa yang bisa saya lakukan di rumah ini?" tanya Zivanya setelah beberapa saat terdiam, akhirnya buka suara.
"Tugasmu di rumah ini sebagai pembantu yang mengurusi segala kebutuhan saya. Bangun tidur harus lebih pagi dariku dan jangan pernah tidur terlebih dahulu sebelum saya tertidur. Paham?"
Zivanya bersusah payah menelan ludahnya lalu menganggukkan kepala. "Memangnya tugas saya apa saja?"
"Nanti akan dijelaskan dengan orang yang akan kamu gantikan tugasnya." Pria itu meraih gagang telepon yang ada di atas meja, lalu melakukan panggilan terhadap seseorang. "Ke ruangan saya sekarang!" perintahnya terdengar tegas.
Tidak sampai menunggu lama, pintu ruangan pun terbuka. Zivanya langsung menoleh ke arah tersebut. Napasnya seketika tertahan ketika melihat seorang wanita berdiri di ambang pintu.
"Astaghfirullahal'adzim ... "
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
MissHaluuu ❤🔚 "NingFitri"
eh knp 🤔🙄 hantu kah yg dia liat 😁
2023-03-22
1