Suara dentuman musik rock menggema di seluruh ruangan itu. Terlebih pakaian yang mereka kenakan, sangat terbuka dan bahkan hampir telan jang. Ditambah bau alkohol yang begitu menyengat. Zivanya bergidig ngeri sambil mengeratkan kaitan tangannya pada lengan Arion.
Sementara Arion sendiri hanya menatap datar ke depan dan bersikap acuh pada orang-orang di sekitarnya. Pria tampan itu menyadari akan sikap Zivanya yang merasa tidak nyaman.
"Hai Bro! Akhirnya kamu datang juga!" seru seorang pria yang berdiri tepat di samping kue ulang tahun dengan tinggi yang melebihi tubuhnya.
"Iya dong. Kadonya sudah aku kirim ke rumahmu langsung," jawab Arion seraya tersenyum sumringah.
"By the way, ini pacar kamu Arion? Cantik juga seleramu. Fix, kamu memang pria sejati," puji pria itu lalu terbahak.
"Ya iyalah, siapa bilang kalau aku itu suka batang juga? Kacang lebih enak kali," sahut Arion tak ingin kalah.
Hah! Batang? Kacang? Apa-apaan mereka ini. Zivanya sampai berpikir keras mengartikan pembicaraan mereka. Sungguh pertemanan yang aneh, pikir Zivanya demikian.
"Omong-omong, sorry Bro! Aku gak bisa lama-lama nih ... Selamat ulang tahun ya, habis ini aku mau langsung cabut," kata Arion berpamitan dengan pria yang ada di depannya, ternyata pemilik acara itu.
"Buru-buru banget sih Bro! Gak sabaran sih kayaknya nih kamu. Kenalin dulu dong siapa namanya," bujuk pria itu sambil melirik ke arah Zivanya dengan tatapan nakal.
Arion yang melihat itu langsung meraup wajah pria itu dengan tangan kirinya. "Jangan ngadi-ngadi. Doi punya aku, namanya Zivanya. Sudah kan?"
Namun pria itu hanya terkekeh pelan. "Ya, ya, ya ... Seleramu memang lokal." Lalu wajahnya mendekat ke telinga Arion. "Tapi kayaknya kacang milik Zivanya sangat legit dan nikmat, lihat saja bibir ranumnya. Memabukkan bukan?" Pria itu berusaha menghasut Arion untuk melakukan hal yang bisa merugikan Zivanya.
"Si alan! Sudahlah kalau begitu kami pulang dulu. Sekali lagi selamat ulang tahun. Bye!" Arion menjabat tangan temannya yang sedang berulang tahun, tapi tidak membiarkan tangan Zivanya menyentuh pria itu.
"Thanks Bro. Bye!"
Arion mengajak Zivanya keluar dari pesta itu. Saat sudah berada di luar, Arion melihat wajah Zivanya tampak pucat.
"Astaga, kamu kenapa?" tanya Arion seketika panik. Pria itu merangkup kedua pipi Zivanya. Tampak raut kecemasan dari wajah Arion. "Kamu gak apa-apa?"
Zivanya terus berusaha mengambil oksigen sebanyak-banyaknya. Napasnya terasa sesak akibat bau alkohol yang mampu membuatnya mabuk.
"Gak kok. Aku gak apa-apa," jawab Zivanya.
"Aku antar pulang ya?" tawar Arion dengan sorot teduhnya. Rasanta pria itu tidak tega melihat wajah Zivanya yang masih tampak pucat.
"Memangnya kencan kita sudah selesai? Kalau belum, aku masih bisa kok nemenin kamu," kata Zivanya terdengar sangat yakin.
"Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau kita hanya kencan dan gak ada hal lain?" Arion mengingatkan kembali apa yang diminta Zivanya saat pertama kali menawarkan wanita itu untuk kencan bersamanya.
"Um, maksudku ... Kita kencan hanya menunjukkan kalau kamu punya pacar pada temanmu yang ulang tahun tadi?" Sejujurnya Zivanya merasakan lelah pada tubuhnya. Namun demi mendapatkan seratus juta, hanya menemani pun tidak masalah baginya.
"Iya memang seperti itu, mudah bukan kencan denganku?" balas Arion lalu tersenyum. "Sebelum malam semakin larut, yuk kita pulang!" ajak ya kemudian. Zivanya mengangguk setuju.
...----------------...
Saat dalam perjalanan, keheningan pun terasa sangat menyesakkan keduanya. Salah satu diantara mereka belum ada yang mau angkat bicara. Hingga Zivanyalah akhirnya yang sudah merasa tidak tahan.
"Arion ... " Gadis cantik itu membuka pembicaraan.
"Hmm."
"Aku minta maaf ya, karena aku kamu gak bisa berlama-lama sama temanmu itu menikmati acaranya." Zivanya melirik sekilas ke arah Arion yang masih fokus menyetir lalu menundukkan wajahnya.
"Kamu gak salah kok. Aku maklumi karena aku sendiri tidak tega jika membiarkanmu terus berada di sana. Sedangkan kamu sendiri merasa tidak nyaman," jawab Arion tidak mempersalahkan hal itu.
"Terima kasih telah memahamiku," ucap Zivanya tersipu malu.
"Ya. Sama-sama ... Oh iya pasti kamu belum makan ya?" tanya Arion ketika mereka melewati deretan ruko elit dengan berbagai macam restauran.
"Iya," jawab Zivanya dengan suara pelan. Walaupun gara-gara sehabis menghirup bau alkohol selera makannya sudah hilang, namun ia harus berusaha memaksakan makanan supaya bisa masuk ke dalam tubuhnya. Apalagi terakhir makan ketika bersama Arion di rumah sakit. Setelah mengetahui ibunya meninggal, disitulah menjadi awal jiwanya mulai goyah.
Setelah makan malam, keduanya kembali ke dalam mobil. Jarak dari tempat mereka sekarang menuju rumah Zivanya masih cukup jauh. Namun mata Zivanya sudah sangat dikuasai rasa kantuk yang tidak bisa tertahankan lagi.
"Zivanya ... " panggil Arion dengan suara baritone-nya.
"Iya, ada apa?" Gadis itu menoleh.
"Kalau boleh tahu uang sebesar seratus juta itu buat apa sih? Secara ... Kalau buat kebutuhan pribadi dirimu sendiri saja rasanya tidak mungkin."
Zivanya terdiam untuk beberapa saat. Gadis itu rasanya enggan menjawab pertanyaan Arion. Namun jika mengingat kencan bagai kilat di malam ini, rasanya sangat mustahil sekali bisa mendapat uang sebanyak seratus juta.
Karena Zivanya masih diam, Arion bicara lagi. "Benar nih gak mau cerita sama aku?"
"Maaf Arion, bukan gak mau cerita. Tapi karena aku tidak mau semakin tenggelam karena kebaikanmu padaku. Asal kamu tahu, kalau aku sudah terlanjur nyaman denganmu." Jawaban Zivanya sungguh membuat Arion terkejut.
"Apa kamu bilang? Nyaman?" tanya pria hampan itu memastikan.
"Iya," lirih Zivanya. Gadis cantik itu semakin merasa malu. "Kalau kamu ragu untuk memberikanku uang sebanyak itu, aku tidak apa. Anggap saja malam ini sebagai tanda pertemanan baik kita. Serta untuk uang pengobatan mendiang ibuku, aku minta waktu sampai aku bisa mendapat pekerjaan supaya mencicil uangnya."
"Gak Zivanya, bukan gitu," cegah Arion. "Ya sebenarnya tidak masalah sih kalau kamu gunakan uang itu untuk kebutuhan pribadimu. Karena aku pun sudah terlanjur janji padamu," sambung pria itu.
Tak terasa mobil yang dikendarainya telah sampai di depan gerbang rumah Zivanya. Gadis itu membuka sabuk pengamannya. Raut wajahnya berusaha untuk tampak baik-baik saja, padahal dalam hatinya merasa sedih karena harapan untuk mendapatkan uang seratus juta demi melunasi hutang ayahnya pun bisa jadi sirna.
"Terima kasih Arion telah mengantarkanku pulang," ucap Zivanya yang tidak ingin membahas lagi soal uang itu. Pendiriannya begitu kuat untuk menyimpan rahasia yang terjadi dalam hidupnya. Karena sebenarnya alasan Zivanya hanya satu, ia tidak ingin orang lain peduli dengannya hanya merasa iba pada nasibnya, bukan karena rasa nyaman bila didekatnya.
"Zivanya tunggu." tangan Arion menahan gadis itu saat hendak mau turun dari mobil.
Seketika Zivanya menoleh sambil tersenyum. "Ada apa Arion?"
Genggaman tangannya dilepaskan. Lalu pria itu meraih sebuah tas berukuran sedang dari kursi penumpang bagian belakang. "Ini uang yang kamu inginkan bukan?"
"Tapi Arion ... " Zivanya tercekat dan berasa mimpi kalau pria itu benar-benar menepati janjinya.
"Ambil saja. Sejujurnya aku sudah menyukaimu sejak awal pertama kali kita bertemu. Tetapi aku sadar ada dinding yang memisahkan kita dan itu sangat tebal. Meskipun aku berusaha membobol dinding itu sekuat tenaga, sekalipun bisa roboh. Tetap saja dasarnya sudah salah, yaitu terlalu memaksakan ... Maka dari itu, akan kusampaikan malam ini kalau aku mencintaimu," papar Arion.
Hal itu membuat Zivanya terperangah. Gadis itu bagai terhipnotis dengan pemaparan Arion tentang perasaannya. Tanpa ia sadar, cairan bening jatuh membasahi pipinya.
"Arion ... "
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
MissHaluuu ❤🔚 "NingFitri"
duhhh nyesek deh blm berjuang udh sakit duluan 😓 lanjut lanjut
2023-03-16
1