Bab 3. Dianggap Beban

"Kiri, kiri!" perintah Zivanya pada seorang sopir angkutan umum, ketika baru saja tiba di depan gang menuju rumahnya. Sopir pun menghentikan mobilnya, lalu Zivanya turun dengan hati-hati.

"Ini Bang uangnya," sambungnya seraya memberikan beberapa lembar uang pada sopir itu.

"Pas ya Neng, terima kasih," kata sopir lalu melajukan mobilnya kembali.

"Iya Bang, sama-sama," balasnya dengan sopan.

Zivanya berbalik badan dan mulai berjalan menuju rumahnya. Sepanjang menulusuri gang dengan lebar tiga meter itu, tampak ramai dengan anak-anak yang sedang bermain. Usia mereka rata-rata enam sampai delapam tahun. Namun tidak sedikit pula para ibu muda yang sedang menggendong anak balitanya dengan kain jarik sambil menyuapi makan.

Hal yang mereka lakukan itu tentunya sudah pernah dirasakan dan dialami Zivanya sewaktu kecil. Apalagi dia anak tunggal. Sedari kecil sama sekali tidak pernah kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Namun saat Zivanya beranjak dewasa, Sang Maha Pencipta memberinya sebuah ujian dengan masalah yang sedang dihadapi kedua orang tuanya itu.

Setibanya di halaman rumah, keadaan masih sama seperti pagi tadi. Sepi seperti tanpa penghuni. Padahal rumah model minimalis dengan tipe empat puluh lima per tujuh puluh itu, bisa dibilang sangat luas. Karena terletak di pemukiman padat penduduk di pinggir kota.

Dulu rumah itu selalu dirindukan Zivanya setiap kali sedang berkunjung kerumah kakek neneknya di luar kota. Namun sekarang tidak lagi sama, terasa asing baginya.

Zivanya masuk ke dalam rumah dengan langkah gontai. Dua bulan lagi, ia akan lulus sekolah. Setelah itu mencari kerja, barulah memikirkan kuliah. Sebab, ia ingin menyandang gelar di belakang namanya. Itulah sekilas rencananya yang ada dipikirannya saat ini.

Sebelumnya Zivanya ingin setelah lulus sekolah langsung masuk perguruan tinggi ternama melalui jalur program pemerintah. Qadarullah, Allah menginginkan cara lain supaya ia bisa belajar tentang hidup menuju dewasa.

"Assalamualaikum," ucap Zivanya ketika ia memasuki rumah. Pandangannya seketika menatap kesekeliling ruangan yang ada di depannya.

Setelah cukup puas, ia menutup pintunya kembali lalu bergegas pergi ke kamarnya. Hari yang kian beranjak sore, Zivanya lekas mandi untuk bersiap menunaikan sholat Maghrib terlebih dahulu. Sebab sebelum pulang tadi, ia sempat melaksanakan sholat Ashar di masjid sekolah.

...----------------...

Tepat saat Zivanya selesai bersiap, Glenka mengirimkan pesan berisi share location rumahnya.

"Kalau ini sih perumahan elit, angkutan umum pun tidak ada yang lewat sana. Apa aku pakai ojek online saja mungkin ya?" gumam Zivanya lalu melihat isi dompetnya.

"Hanya tersisa dua puluh ribu, apa cukup sampai ke rumah Glenka? Perumahannya lumayan jauh pula. Apa aku batalkan saja ya? Ya Allah, tapi sudah terlanjur janji padanya," sambungnya merasa sangat bimbang sekali.

Zivanya mondar mandir di kamarnya sambil merumat tangan yang masih memegangi ponsel. Karena terlalu lama berpikir, Glenka pun meneleponnya.

"Yah, dia telepon. Bagaimana ini?" katanya semakin panik.

Hingga pada deringan terakhir, ia akhirnya menjawab.

"Hallo, Glenka?" sapa Zivanya. Ia tidak memberikan salam kepada temannya itu karena keyakinan mereka berbeda.

"Kamu dimana Ziv? Sudah berangkat? Pestanya akan dimulai sebentar lagi."

Zivanya rasanya ingin menangis. Sisa uang sakunya benar-benar sangat menipis. Ia juga tidak tahu akan diberi lagi oleh kedua orang tuanya atau tidak. Ia benar-benar sedang berpikir keras.

"Maaf Glenka, sepertinya aku gak bisa ikut sama kamu ke pesta itu. Badanku tiba-tiba tidak enak," jawab Zivanya lalu menahan napasnya beberapa saat.

"Serius kamu Ziv? Aku antar ke dokter ya? Share location sekarang!" Glenka mulai panik.

Memang harus diakui, selama hampir tiga tahun satu kelas dengan Glenka, dia memang sangat baik. Meskipun tidak sedikit kebaikannya itu disalah gunakan oleh teman-teman satu kelas lainnya yang mengambil kesempatan. Namun Glenka sendiri bisa menilai, dia tidak bodoh. Mana teman yang benar-benar baik dan mana yang hanya memanfaatkannya saja.

"Gak usah Glenka, aku cuma butuh istirahat saja di rumah." Zivanya mengelak, berusaha menolak secara halus.

"Astaga kamu ini, Ziv. Sudah cepat share location. Kalau gak aku marah banget sama kamu!" gertak Glenka yang sebenarnya hanya pura-pura marah saja. Padahal sebenarnya tidak apa kalaupun Zivanya tidak mau ikut, tapi perasaannya bilang kalau Zivanya memang sedang membutuhkan bantuannya sekarang.

"Glenka---"

Seketika sambungan telepon terputus. Zivanya memejamkan matanya seraya mengembuskan napas yang tadi sempat tertahan.

Sebuah pesan pun masuk ke ponselnya.

[Glenka : Aku otw.]

"Loh kok OTW ? Perasaan aku belum mengirimkan share location padanya," kat Zivanya bermonolog sambil menatap ke layar ponselnya.

Kemudian ia menjatuhkan bo kongnya ke atas kasur dengan kaki yang dibiarkan menjuntai ke bawah. Berkali-kali ia melihat ke layar ponsel. Tiba-tiba suara mobil berhenti tepat di halaman rumahnya.

"Rasanya aku kenal suara mobil itu," gumamnya lalu beranjak dari duduknya dan keluar dari kamar untuk mengintip dari jendela ruang tamu. Sebab kamarnya terletak di belakang.

Zivanya menyingkap gorden, dirinya tercekat ketika melihat orang yang turun dari mobil itu. "Ayah, ibu ... Mereka darimana saja? Kenapa wajah mereka sekarang terlihat saling acuh?"

Ia segera membukakan pintu untuk kedua orang tuanya.

"Assalamualaikum," ucap ibunya ketika masuk ke dalam rumah. Kemudian disusul ayahnya.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam," jawab Zivanya yang masih berdiri di samping daun pintu. Namun kedua orang tuanya seperti menganggapnya tidak ada. Sontak, hal itu bagai sebuah tamparan baginya.

"Sebegitu salahkah aku dimata mereka?" Zivanya bertanya-tanya dalam hatinya.

"Ayah, Ibu ... Kalian dari mana?" Gadis itu memberanikan diri untuk bertanya.

"Kamu tidak perlu tahu kami darimana. Selama kamu masih menjadi beban untuk kami, lebih baik diam saja," jawab ayahnya terdengar ketus. Apalagi tatapan pria itu bak ujung bambu runcing.

"Apa? Beban? Jadi bagi mereka aku hanya beban?" Hati Zivanya rasanya sakit sekali. "Aku anak kandung 'kan? Bukan anak tiri?" batinya mencoba menerka.

Tak lupa, berkali-kali ia beristighfar dalam hati. Berusaha keluar dari perasaan tidak nyaman yang tengah dirasakan saat ini. Ia ingin menangis, dan mengeluarkan keluh kesahnya. Namun apalah daya, mengutarakan segala masalahnya pada manusia bukan Zivanya orangnya.

Bagi gadis itu, lebih baik menggelar sajadah di sepertiga malam. Mengadu sambil menangis dalam sujudnya. Karena dia yakin, keluh kesahnya akan sampai pada Sang Pemilik langit dan bumi.

Karena tidak tahan, Zivanya masuk ke kamar untuk mengambil tas yang berisi ponsel dan juga dompetnya. Lalu pergi dari rumah. Ia butuh menenangkan diri.

"Zivanya! Kamu mau kemana?" teriak ibunya. Namun sama sekali tidak di dengar oleh anak semata wayangnya itu.

"Sudahlah Bu. Dia itu sudah besar. Nanti juga pulang sendiri ke rumah," timpal ayahnya tidak memperdulikan Zivanya.

"Ayah! Dia itu anak semata wayang kita. Kenapa kamu seakan lepas tangan begitu saja? Sekarang tuh lagi marak penculikan anak remaja seusia Zivanya!" bentak wanita itu merasa kesal pada suaminya.

"Alah! Kamu urus saja anakmu itu. Kalau terjadi apa-apa padanya kamu yang salah. Karena kamu tidak becus mendidiknya!" Mata pria itu membola seakan ingin keluar dari kelopaknya. Tatapan benci begitu tergambar jelas dari sorot matanya.

Keduanya pun semakin saling menuduh dengan nada tinggi. Ada apa dengan mereka? Apa semua itu karena hutang yang belum juga tertutupi? Lantas kenapa tidak dijual saja mobil yang sering mereka pakai? Sehingga bukan anak yang menjadi korban keegoisan kedua orang tuanya.

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

MissHaluuu ❤🔚 "NingFitri"

MissHaluuu ❤🔚 "NingFitri"

lanjut thor

2023-03-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!