"Dok bagaimana keadaan ibu saya?" tanya Zivanya. Matanya menatap lekat dokter itu, untuk mencari jawaban di sana. Berharap jawabannya itu akan membuat hatinya lega.
Namun raut wajah dokter itu menggambarkan seolah ada sesuatu yang serius harus disampaikan pada Zivanya.
"Ibu Anda mengalami pecah pembuluh darah bagian belakang. Pemicunya karena kemungkinan besar keadaannya sedang tidak sehat lalu dipaksakan berdiri. Alhasil ketika terjatuh, tidak ada penegangan otot dan terjadilah pembuluh darah itu pecah begitu saja," jelas dokter itu.
"Lalu apa yang seharusnya dilakukan Dok?" tanya Zivanya merasa kalut.
"Harus ada tindakan operasi supaya tidak rembesan darah yang sampai ke organ vital lainnya. Namun ... " Dokter itu menghela napasnya. "Kemungkinan operasi itu berhasil sekitar dua puluh lima persen saja."
Zivanya lemas seketika. Hidupnya saat ini bagaikan maju salah, dan mundur pun salah. Ia bingung sekaligus takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada ibunya.
"Kira-kira biayanya berapa ya Dok?" tanya Zivanya lagi. Sementara Arion yang ada di sampingnya pun masih terdiam mendengarkan dengan seksama.
"Kurang lebih sekitar lima puluh juta rupiah. Tetapi untuk lebih jelasnya Anda bisa tanya langsung ke bagian administrasi."
Astaghfirullahal'adzim ... Zivanya beristigfar berkali-kali. Mencoba meredamkan rasa takutnya di dalam hati. Mencoba tegar ditengah rumitnya sebuah pilihan. Mencoba sadar kalau ibunya sedang sangat membutuhkan ibunya.
"Saya beri Anda waktu selama satu jam kedepan untuk berpikir. Karena jika terlalu lama dibiarkan akan berakibat fatal nantinya," kata dokter mengingatkannya. "Baiklah kalau begitu saya permisi dulu." Dokter kemudian pergi dari hadapan Zivanya karena memang harus visit ke pasien lain.
"Sebenarnya apa yang telah terjadi kemarin?Lantas dimana ayah sekarang?" batin Zivanya bertanya-tanya.
Pikiran kalut, perasaan bimbang. Zivanya tidak tahu harus apa, ia butuh waktu untuk bisa berpikir dan menenangkan pikirannya.
...----------------...
"Zivanya." Arion melonggarkan tenggorokannya. "Kalau kamu mau ibumu dioperasi, gak usah pikirin soal biaya. Biar aku saja yang bayar."
Zivanya menoleh pada pria yang sedang duduk di sebelahnya. Tatapannya datar dan mulutnya masih rapat tanpa ada sepatah katapun yang keluar.
"Sudah hampir satu jam loh ini. Demi keselamatan ibumu, meskipun kata dokter kemungkinan berhasilnya kecil. Setidaknya kamu sudah berusaha," usul Arion.
Mata Zivanya mulai berkaca-kaca. Ia mengalihkan pandangan ke arah lain. Bahunya pun bergemetar, semakin tak kuasa menahan tangis.
"Aku bingung cara balikin uangnya nanti. Kalau menunggu aku kerja, apa kamu mau?" ucap Zivanya disela tangisannya.
Arion tidak tega melihat wanita menangis seperti itu. Sorot matanya pun ikut sendu. Perasaan pria itu mendadak sensitif karena terhanyut dalam keadaan yang menimpa Zivanya.
"Gak usah dibalikin. Uang itu buat kamu saja. Anggap saja aku membantu kamu meringankan bebanmu ... Walaupun aku tidak pernah berada di posisimu seperti ini, tapi jika menyangkut tentang ibu, aku gak tega untuk membiarkannya begitu saja," tutur Arion dengan segala kerendahan hatinya.
Zivanya masih terdiam. Pandangannya terus menatap ke arah jam dinding yang terpasang tepat satu garis lulus dari tempat duduknya. Gadis itu seolah sedang dikejar waktu.
"Ya Allah ... Apa aku harus terima bantuan dari Arion? Ibu juga gak punya jaminan kesehatan dari pemerintah. Selama ini kedua orang tuaku terlalu santai mengenai jaminan kesehatan, jadilah seperti ini. Coba saja kalau ada, mungkin bisa gratis," ucap Zivanya salam hatinya.
"Zivanya?" Arion melambaikan tangannya tepat di depan wajah gadis itu.
Zivanya terkesiap lalu menoleh ke arah Arion.
"Bagaimana? Kalau kamu setuju, aku akan urus administrasinya sekarang," kata Arion memastikannya lagi.
Gadis itu mengulum bibirnya dengan alis yang sengaja dikerutkan. Hati kecilnya mulai berbisik untuk menerima saja bantuan dari Arion.
"Ya aku setuju, Arion ... " Zivanya mendengarkan hati kecilnya, mengingat waktu yang semakin singkat dan tidak bisa lagi terlalu lama berpikir. "Terima kasih banyak telah membantuku," lanjutnya dan Arion pun menganggukkan kepala sambil tersenyum.
"Baiklah kalau begitu." Arion beranjak dari tempat duduknya. Sementara Zivanya masih menatap pria itu sambil menengadah. "Aku akan mengurus administrasinya. Mungkin mengenai surat-surat penting yang akan diminta oleh pihak rumah sakit, bisa diberikannya menyusul setelah kamu pulang ke rumah terlebih dahulu."
"Iya, Arion." Zivanya tersenyum simpul. Gadis itu merasa bersyukur masih ada orang sebaik Arion. Berharap memang Arion benar-benar pria yang baik.
...----------------...
Setelah menandatangani persetujuan operasi, dokter langsung bertindak. Segala persiapan di ruang operasi pun langsung secepatnya dilakukan. Sementara itu alat-alat medis telah terpasang pada tubuh ibunya Zivanya, beserta pakaian operasi.
Sepanjang perjalanan menuju ruang operasi, Zivanya terus berdzikir supaya tindakan yang akan dilakukan pada ibunya, bisa berjalan dengan lancar dan berhasil.
"Mohon maaf Anda hanya bisa mengantar pasien sampai disini. Silahkan menunggu di kursi yang telah di sediakan," kata perawat yang berada di ambang pintu.
Zivanya pun mengangguk paham. Saat pintu tertutup ia duduk dengan perasaan yang cukup cemas.
"Hmm ... Zivanya." Arion membuka pembicaraan. "Bagaimana selagi menunggu proses operasi selesai, kita makan terlebih dahulu?" usul pria itu.
"Tapi aku lagi gak selera makan, Arion," jawab Zivanya dengan suara lirih.
"Kamu harus makan Zivanya. Kalau nanti ibumu selesai operasi, siapa yang akan merawatnya jika bukan kamu? Lalu kalau kamu ikutan sakit, gimana tuh jadinya?" Arion mencoba memberi pengertian pada gadis itu.
Kalau menuruti selera, memang tidak akan berselera jika ada di dalam posisi Zivanya saat ini. Apalagi diusianya yang masih terbilang muda, tidak mudah menerima kenyataan yang ada begiu saja.
Arion menjadi gemas sendiri. Pria itu akhirnya menarik tangan Zivanya supaya bisa beranjak dari tempat duduk dan ikut dengannya untuk pergi ke tempat makan.
Zivanya yang tidak siap pun terkejut. Tangan Arion yang menggenggamnya itu, membuat detak jantungnya berpacu lebih cepat. Desiran aneh menjalar ke seluruh tubuhnya. Sebab hal itu kali pertamanya tangan Zivanya digenggam oleh pria lain selain ayahnya.
Hingga mereka pun tiba di kantin rumah sakit. Dikarenakan rumah sakit itu sangat besar, tak heran jika kantinnya pun tampak mewah.
"Sekarang kamu tinggal pilih makanan apa saja yang membuat kamu berselera makan ... " Arion kemudian mendekatkan wajahnya pada telinga Zivanya. "Gak usah lihat harganya!" seru pria itu lalu terlekeh pelan.
Gadis itu melirik sejenak ke arahnya. "Terima kasih."
"Rasanya aku kenyang mendengar ucapan terima kasih darimu," seloroh Arion sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Sedangkan Zivanya tersipu malu lalu mengalihkan pandangannya ke sebuah etalase yang ada di depannya.
Satu per satua gadis itu melihat-lihat makanan di sepanjang etalase itu. Mulai dari sushi, bento, nasi padang, hingga berbagai macam cake dan jajanan pun tersedia lengkap di sana.
Semuanya tampak begitu nikmat di mata Zivanya. Karena gadis itu hampir tidak pernah memakan makanan yang ada di sana.
"Arion ... "
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
MissHaluuu ❤🔚 "NingFitri"
lanjut
2023-03-09
1