Zivanya tidak membalas pesan dari Glenka, teman satu kelasnya. Ia sendiri bingung. Satu sisi ia ingin tahu bagaimana pesta para oeang kaya seperti yang sering dihadiri temannya itu. Namun di sisi lain, ia merasa tidak mungkin bersenang-senang disaat kedua orang tuanya sedang terpuruk memikirkan cara mendapatkan uang untuk melunasi hutang.
Jikalau terus melihat kehidupan Glenka yang glamor dengan barang branded yang selalu dibawa ke sekolah, membuat Zivanya tidak akan pernah bersyukur. Gadis itu pasti juga tidak bisa menabung untuk uang kelulusan.
Namun untungnya Zivanya tidak seperti itu. Dia tetap Dia, dengan segala kesederhanaan dan kerendahan hatinya.
Walaupun dalam hati sering tergiur untuk mecoba gaya hidup mewah. Akan tetapi Zivanya sadar diri, kalau dia bukan Glenk, gadis terkaya di sekolahnya.
...----------------...
Kumandang suara adzan Shubuh bagai alarm untuk Zivanya. Gadis itu terbangun dengan kedua mata yang masih bengkak dan berair. Zivanya lekas mandi supaya tidak kesiangan untuk melaksanakan sholat Shubuh.
Seusai sholat, Zivanya duduk dengan khusyu' dengan kedua tangan yang diangkat, meminta sepenuh hatinya.
"Ya Rabb, berilah kemudahan untuk kedua orang tuaku dalam melunasi hutang sebanyak itu. Berikan juga ketenangan batin untuk mereka, jangan buat mereka menjauh darimu dan juga diriku. Bukakanlah pintu rezeki untuk kami selebar-lebarnya. Supaya kami, bisa hidup dalam ketenangan lahir maupun batin, aamiin."
Zivanya menangis lagi, namun kali ini air matanya tidak sebanyak kemarin. Terlebih sebenarnya ia sedang sangat ingin dipeluk oleh Sang Pemilik muka bumi ini. Dengan cinta dan kasih sayang-Nya.
Setelah hatinya merasa cukup tenang, Zivanya beranjak dan segera mengenakan seragam sekolahnya. Hari ini memang hari terakhir belajar di penghujung pekan ini. Ditambah ada kelas bimbel di akhir jam belajar normal. Sepertinya Zivanya akan pulang lebih sore ketimbang kemarin.
"Mataku bengkak sekali. Coba kompres pakai ea batu deh. Siapa tahu bisa cepat kempis," katanya bermonolog ketika sedang menyisir rambutnya di depan cermin.
Ia bergegas keluar dari kamar menuju dapur. Namun suasana rumah sangatlah sepi. Apalagi karena Zivanya memang anak tunggal.
"Ayah sama Ibu masih di kamar kali ya? Tumben jam segini sepi sekali," gumam Zivanya sambil mengedarkan pandangan ke segala arah yang ada di depannya.
Tak ingin berlama-lama, ia segera membuka salah satu pintu lemari pendingin itu.
"Alhamdulillah, masih ada ternyata es batunya."
Zivanya mengambil beberapa es batu di tangan lalu membawanya ke kamar. Sebelum diaplikasikan ke mata, ia mengambil selembar tisu terelebih dahulu yang akan digunakan sebagai wadah untuk es batu tersebut.
Dalam beberapa menit, bengkak pada area matanya pun mengempis. Seketika matanya melihat ke arah jam dinding yang terpasang di kamarnya.
"Sudah jam enam lewat lima belas ... " Lalu bercermin kembali. "Sudah deh, sepertinya bengkak mataku tidak terlalu buruk. Tidak seperti tadi."
Zivanya segera memoleskan bedak tabur bayi merk J dengan cover warna ungu pada wajahnya. Tak lupa lipglos pun dipakai olehnya. Setelah itu, barulah ia memakai kerudung.
"Selesai. Bismillah, semoga belajar disekolah hati ini lancar! Aamiin." Ia bermonolog di drpan cermin.
Tepat pukul enam lebih dua pulu menit, Zivanya keluar dari kamar dengan membawa tas ransel di punggungnya. Namun lagi-lagi, kedua orang tuanya sama sekali tidak terlihat.
Karena tidak ingin sampai kesiangan, Zivanya tidak mau terlalu memikirkannya. Ia segera keluar dari rumah. Akan tetapi, langkahnya tiba-tiba saja terhenti ketika tidak melihat motor yang biasa dipakainya itu di halaman rumah.
"Hah? Apa motor benar-benar dijual? Mobil ayah juga tidak ada." Zivanya bertanya-tanya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ah ya sudahlah, aku naik angkutan umum saja berarti."
...----------------...
Tepat di depan gerbang sekolah, Zivanya menghentikan angkutan umum yang dinaikinya. Namun ia tidak sendiri, ada beberapa adik kelas yang juga naik di mobil yang sama dengannya.
Ketika selesai membayar, tiba-tiba saja tangan Zivanya ditarik oleh seseorang. Alhasil gadis itupun terkejut, terlebih hampir saja terjatuh karena roknya model span panjang.
"Glenka!" pekiknya sambil membulatkan mata. "Astagfirullah, masih pagi ini tuh. Kalau aku sampai jatuh gimana? Malah banyak sekali orang di sini," gerutunya merasa kesal.
Sementara itu Glenka menyunggingkan senyum yang paling lebar. "Maaf, Ziv."
Lain halnya dengan Zivanya yang mengempaskan napas kasar. "Ada apa sih?" tanyanya seakan tidak tahu apa-apa tujuan Glenka melakukan hal itu.
"Ih kamu sudah pikun apa ya? Aku mau nagih yang kemarin Zivanya."
Gadis itu mengalihkan pandangannya seraya berpikir. "Oh itu. Kenapa?"
Mendengar pertanyaan Zivanya, Glenka memutar malas bola matanya lalu menggelengkan kepala. "Pakai tanya kenapa lagi? Jadi gimana? Mau ya? Please tolong aku. Daddy-ku mewajibkan aku untuk datang ke sana. Kalau gak bisa dicoret jadi ahli waris keluarga."
Zivanya tampak bingung. Kedua tangannya menggenggam tali tas ranselnya itu kuat-kuat, karena sedang berpikir keras.
"Ziv, aku gak punya baju bagus. Kalau nanti malu-maluin kamu bagaimana?" tanya Zivanya merasa ragu.
"Kan udah aku bilang, gak usah dipikirin. Baju, make up, heels biar urusan aku saja. Yang penting kamu mau dulu," jelas Glenka terdengar sangat meyakinkan Zivanya.
"Tapi aku gak bisa bayarnya," kata Zivanya lagi, berharap Glenka tidak jadi mengajaknya.
"Kamu gak usah bayar. Itu semua urusan aku. Please ya, tolongin aku," sahut Glenka dengan wajah memelas.
"Kenapa harus aku Glenka? Kan masih banyak anak kelas kita atau kelas lain yang lebih cantik dari aku," timpal Zivanya berkilah. Sungguh, ia belum percaya diri berada dalam ruang lingkup para orang kaya. Terlebih ia takut kalau mereka mulai memerkan gaya hidup dan juga barang mahal yang mereka miliki.
"Karena kamu baik dan lebih cantik dari mereka pastinya. Ayo dong, mau ya?" pinta Glenka lagi.
Seketika hati Zivanya tergugah untuk menerimanya. "Ya ... udah deh aku mau. Tapi kita kan bimbel pulang sore hari ini. Mau ke acara jam berapa?"
"Tenang, tenang ... " Glenka merasa lega karena Zivanya mau diajak olehnya. "Sepulang sekolah, aku akan mengantarmu ke rumah. Setelah itu, aku tungguin kamu mandi dan ganti baju. Barulah nanti ikut ke rumahku. Oke?" usulnya kemudian.
"Jangan deh Glenka. Gimana kalau aku saja nanti yang pergi ke rumahmu? Kamu share location saja," sanggah Zivanya. Ia tidak mau kedua orang tuanya mengambil kesempatan dari Glenka. Mengingat motor saja langsung dijual, ditambah meminta uang tabungan kelulusannya juga. Zivanya tidak mau berbuntut panjang karena ia memiliki teman sekaya Glenka.
"Loh kenapa?" tanya Glenka mengerutkan kening.
"Gak apa-apa. Rumahku jelek dan kurang bersih. Takut kamu gak suka ada di sana," jawab Zivanya mengadi-ngadi.
"Ya memangnya kenapa? Selama kita satu kelas aku gak pernah main ke rumahmu. Begitupun sebaliknya. Masa iya sudah mau lulus saja, aku belum tahu rumahmu," kata Glenka merasa kesal.
"Gini, kedua orang tuaku lagi ada masalah. Aku gak enak kalau bawa teman ke rumah. Lebih baik nanti saja aku yang ke rumahmu ya, oke? Kalau gak, aku gak jadi ikut nih?" balas Zivanya sedikit memberi ancaman.
"Oke, oke. Baiklah ... Kalau gitu nanti aku share location saja ya!" Glenka akhirnya menyetujui.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
MissHaluuu ❤🔚 "NingFitri"
lanjuttt
2023-03-02
1
Dwisya12Aurizra
lanjut thor, ceritanya keren 👍
2023-03-01
1