"Maaf semuanya, aku ingin buang air kecil. Kira-kira toiletnya sebelah mana ya?" tanya Zivanya disela perbincangan mereka. Kedua orang yang ada di hadapannya pun menatapnya bersamaan.
"Ayok biar aku yang mengantarmu!" seru Arion tampak bersemangat.
"Eitsss! Gak usah modus." Glenka langsung menahan bahu Arion. "Katanya masih malas memikirkan wanita. Kenapa sekarang mau mengantarkan Zivanya ke toilet? Gak bisa, Gak bisa! Kalau sampai temanku nanti kenapa-kenapa, memangnya kamu mau tanggung jawab?" ujarnya merasa kesal.
Arion memang tipikal pria yang sulit sekali diajak serius mengenai sebuah hubungan. Dia lebih condong bermain-main, ketimbang menjalin hubungan asmara yang bisa membuatnya menjadi 'bucin'.
"Please, Glenka. Hanya menemaninya ke toilet saja kok." Arion merengek seperti anak kecil ingin meminta dibelikan balon.
"Sudah, sudah. Biar aku sendiri saja ya." Zivanya melerai keduanya.
"Kamu yakin?" tanya mereka bersamaan.
Zivanya terperangah lalu mengangguk pelan. "Ya ... Kin. Memangnya kenapa?" tanyanya dengan raut wajah polos.
"Ya, gak apa-apa sih. Ya sudah aku tunggu di sini ya," jawab Glenka. Sementara Arion hanya menatap Zivanya tanpa ekspresi.
Entah kenapa, hati pria itu tergugah ingin mengenal Zivanya lebih dekat lagi. Sorot matanya begitu lekat menatap Zivanya hampir tak berkedip.
Zivanya pun akhirnya pergi dari hadapan mereka. Bertanya pada mereka, bukannya mendapat jawaban malah perdebatan. Kalau semakin lama mendengarkan mereka, bisa-bisa Zivanya buang air ditempat.
Setelah Zivanya pergi, Arion menatap Glenka tampak serius.
"Glenka, tadi itu teman sekolahmu? Kok aku baru lihat ya? Dulu yang waktu kamu kenalin itu bukan sih?" cecar Arion sangat penasaran.
"Bukan yang dulu. Kalau dia itu sudah pindah sekolah. Ini teman sekelasku," jawab Glenka sambil memberi tatapan sinis. "Kamu suka sama Zivanya?" tanyanya kemudian.
"Hmmm ... Gak juga sih cuma penasaran aja. Tadi aja diajak salaman gak mau saling bersentuhan. Padahal kepalanya saja gak bertudung," jawab Arion lalu melipat kedua tangannya di dada.
"Setahu aku, dia itu teman sekelasku yang gak neko-neko. Setiap hari hanya berangkat dari rumah ke sekolah, terus pulang lagi ke rumah. Teman-teman sekelasku yang lain juga pada bilang seperti itu tentang dia." Glenka mengalihkan pandangannya ke arah Zivanya pergi, seakan gadis itu sudah muncul dari kejauhan.
"Kalau aku ajak kencan, dia mau gak ya?" gumam Arion dengan suara pelan, namun masih dapat didengar oleh Glenka.
"Aku yakin Zivanya gak akan mau kencan sama pria macam kamu gini," ujar Glenka sambil memicingkan matanya.
"Dengar saja kamu ini! Lihat saja, aku yakin dia pasti mau," kata Arion sangat percaya diri.
Glenka semakin malas meladeni Arion. Ia memilih menyusul Zivanya ke toilet. Sedangkan Arion sendiri pergi menghampiri kakaknya.
...----------------...
Saat pesta selesai, Zivanya pergi ke mobil lebih dulu karena Glenka sedang bicara dengan seseorang di ruangan pesta. Tak di sangka, Arion mengikutinya sejak ia keluar dari ruangan itu.
"Zivanya, tunggu!" panggil Arion lalu sedikit berlari menghampiri Zivanya.
Gadis yang dipanggil pun menghentikan langkahnya lalu berbalik badan.
"Arion?" gumamnya sambil mengerutkan alis.
"Maaf sudah lancang mengikutimu," ucap pria itu dengan sopan.
"Gak masalah. Ada apa memangnya?" tanya Zivanya dengan sorot teduhnya.
"Ada yang ingin aku bicarakan padamu." Arion memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, lalu menarik napas.
"Soal apa?" Zivanya semakin penasaran dan pandangannya pun memperhatikan ke sekitarnya.
"Kamu mau gak kencan sama aku?" Pertanyaan Arion seketika membuat gadis yang ada di hadapannya itu mengulum bibir dan ingin tertawa.
"Maaf, Arion ... Kencan model apa yang sebenarnya kamu maksud?" Zivanya masih tidak paham. Karena arti kencan itu banyak sekali versinya.
"Jalan berdua di mall, makan dan aku akan membelajakan apapun yang kamu mau, bagaimana?" Sungguh itu tawaran yang sangat menggiurkan bagi Zivanya.
"Apa seperti itu tidak mubadzir? Apa uangmu sudah terlalu banyak sampai dihamburkan dengan cara itu?" cecar Zivanya sambil menggelengkan kepala.
"Aku hanya ingin mengenalmu, Zivanya," jawab Arion dengan tegas.
Gadis itu terdiam untuk beberapa saat.
"Kencanlah bersamaku, maka aku akan bayar berapapun padamu. Ini demi harga diriku, Zivanya," pinta Arion dengan sungguh-sungguh.
"Hanya sebatas kencan bukan? Gak ada sesuatu hal yang lain?" tanya Zivanya tampak ragu.
"Gak ada, serius. Aku benar-benar ingin mengenalmu saja." Arion kemudian diam. Ia menunggu persetujuan dari Zivanya.
"Kalau misalkan aku minta seratus juta bagaimana?" tanya gadis itu. Sejujurnya ia merasa gugup sekali dan tidak ada niat untuk memeras Arion. Namun karena pikirannya akhir-akhir ini di penuhi hutang kedua orang tuanya, dalam sekejap dirinya berubah menjadi 'cewek matre'.
"Hanya seratus juta?" Sungguh di luar dugaan Zivanya. Arion tertawa mendengar kata seratus juta. "Itu tak seberapa bagiku."
"Kamu setuju?" tanya Zivanya memastikan.
"Baiklah, kalau kamu mau. Aku akan bayar sesuai yang kamu minta."
Zivanya seakan tidak peduli dengan apa yang dipikirkan oleh Arion tentangnya. Sebab yang terpenting baginya bisa mendapatkan uang itu.
...----------------...
Setelah saling sepakat, Arion pergi dari hadapan Zivanya. Sesaat kemudian Glenka pun datang.
"Loh, kok belum masuk ke dalam mobil?" tanya Glenka.
"Iya aku masih ingin di luar untuk mencari angin segar, Glenka."
"Oh gitu ... hmm, yok pulang sekarang!" ajak Glenka lalu berjalan menuju kursi kemudi dan Zivanya pun mengikuti.
Sepanjang perjalanan, kedua gadis itu hanya diam mendengarkan alunan musik yang semoat dinyalakan oleh Glenka.
"Glenka, menurut kamu Arion itu baik gak sih?" tanya Zivanya.
"Baik, tapi ya ... Itu, dia gak bakal serius kalau menyukai seorang wanita."
"Maksudnya?" Zivanya masih tidak paham.
"Aku sudah mengenal Arion sejak kecil karena kedua orang tua kami sering berlibur bersama ... " Glenka menoleh sekilas lalu mulai bercerita. "Saat berajak dewasa, aku semakin tahu sifatnya seperti apa. Kalau dia menyukai wanita apapun akan dia beri, tapi hanya sekadar menyukai dalam waktu yang singkat. Seiring berjalannya waktu, dia akan bosan dan wanita itu ditinggalkan begitu saja."
Apa iya Arion menyukai Zivanya? Gadis itu masih terdiam mendengarkan cerita Glenka mengenai hubungan keluarganya dan keluarga Arion, tanpa memotongnya.
" ....... Itulah makanya aku gak pernah mau dijodohkan olehnya," kata Glenka di akhir ceritanya.
"Pantas saja kamu dan Arion seperti Tom and Jerry," kata Zivanya menyimpulkan kelakuan mereka ketika sebelum pergi ke toilet tadi.
"Ya begitulah. Namun dia itu berbanding terbalik dengan kakaknya," timpan Glenka.
"Benarkah?" tukas Zivanya dan Glenka pun mengangguk antusias.
"Kalau kakaknya lebih anti dengan wanita. Sikapnya selalu dingin dan ekspresi wajahnya pun datar. Pokoknya, tipikal pria serius dan suliylt di ajak bercanda," papar Glenka membuat Zivanya tercengang.
"Ngeri dong kalau gitu. Hidupnya pasti hampa sekali ... Tapi, apa kamu gak pernah lihat kakaknya jalan sama wanita gitu?" Sepertinya topik tentang kakaknya Arion jauh lebih menarik bagi Zivanya.
"Gak pernah. Atau mungkin akunya saja kali ya yang kebetulan tidak pernah melihat dia jalan dengan wanita manapun." Glenka berdecak. "Ah, tapi tetap saja aku tidak tertarik dengan kedua orang itu. Di hatiku cuma ada Rendy seorang," pungkasnya dengan raut wajah yang tampak senang sekali.
Zivanya tersenyum melihat tingkah Glenka. Tidak dapat dipungkiri, wanita seusia mereka itu masih butuh pengawasan orang tua. Sebab, masa pencarian jati diri jauh lebih sulit di kontrol dibanding ketika masa dewasa datang.
Akan tetapi, justru Zivanya malah dilepas begitu saja oleh kedua orang tuanya. Ditekan dengan keadaan, memaksanya untuk jadi pemberontak.
Entah setelah ini nasibnya akan seperti apa, yang jelas Zivanya akan tetap berusaha supaya bisa berdiri sendiri di atas kedua kakinya.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Dwisya12Aurizra
hati hati Zivanya, kamu jangan sampai terjebak karena uang 100jt
2023-03-05
1
MissHaluuu ❤🔚 "NingFitri"
wahh penasaran lanjutt
2023-03-05
1