Alvaro memejamkan matanya, ia tidak tertidur. Pikirannya sibuk menerka dengan perasaannya. Jika benar dia jatuh cinta maka dia akan menjadi lelaki yang sangat menyesal karena sudah menghancurkan cintanya.
Miranda?
Alvaro teringat akan Miranda. Ia tersenyum mengingat wajah cantik kekasihnya itu.
Ya, gue hanya cinta Miranda. Mungkin gue hanya kebawa perasaan melihat Nurul.
Alvaro kemudian membuka matanya dan mencari ponselnya. Ia hendak menghubungi Nandi namun ponselnya lebih dulu berdering, ada panggilan dari Kriss.
"Bro, lu tahu nggak siapa yang gue lihat barusan?"
Wajah Alvaro menjadi datar. Tapi ia cukup penasaran karena gaya bicara Kriss seakan-akan ia sedang membicarakan hal yang penting.
"Nggak!"
"Yaelaahh … coba deh lu tebak."
"Lu nggak usah main tebak-tebakan. Gue lagi capek," ucap Alvaro malas.
"Etss tunggu … lu sama Nurul nggak? Gimana? Berhasil lu cetak goal?"
Alvaro mendengus, "Lu ngomong sekarang atau gue tutup?" sentak Alvaro.
"Santai bro, gue hanya mau memastikan lu menang atau kalah."
Alvaro melirik Nurul sekilas kemudian tersenyum miring.
"Gue ini Alvaro, nggak mungkin gue kalah. Lu bisa tanya ke Ikram kalau lu nggak percaya," ucap Alvaro songong.
Setelah mengucapkan nama Ikram mendadak Alvaro menjadi kesal.
Sialan!
"Wah selamat bro. Jadi kalian udah jadian?"
"Lu ngomong yang nggak penting lagi gue tutup nih Tel –"
"Gue lihat Miranda di bandara."
Degg ….
"Lu serius?"
"Duarius. Tadi gue ngantar nyokap ke bandara dan nggak sengaja lihat Miranda. Gue mau nyapa tapi lagi banyak wartawan. Oh iya, karena Miranda udah disini dan lu menang taruhan maka kita nggak usah capek-capek paksa dia datang. Dia datang dengan sendirinya. Kalian emang berjodoh. Selamat bro."
Tanpa menjawab Alvaro langsung menutup teleponnya dan membuat Kriss mendengus karena Alvaro memutus telepon sepihak.
"Untung teman gue," gumam Kriss.
Dengan cepat Alvaro mencari kabar tersebut dan benar saja, kabar hangat tentang kepulangan model cantik yang bernama Miranda menjadi trending topik. Alvaro tersenyum sambil mengusap wajah Miranda di ponselnya.
Akhirnya dia pulang juga. Cinta emang tahu kemana harus pulang. Setelah ini gue nggak bakalan biarin lu pergi lagi. Sudah cukup lu ninggalin gue, nggak lagi.
Alvaro langsung memunguti pakaiannya dan memakainya dengan cepat. Ia melirik ke ranjang dan melihat Nurul yang masih tertidur pulas.
"Gimana sama Aina? Gue tinggal atau –"
Alvaro berpikir sejenak kemudian ia memutuskan untuk memakaikan Nurul pakaian dan langsung pergi tanpa meninggalkan pesan.
Gue tinggalin dia disini dengan motor ini dan gue yakin dia bisa pulang naik ini. Sorry … tapi gue harus pergi untuk menjemput cinta sejati gue.
Alvaro keluar dan mengajak sisa pengawalnya untuk pergi. Ia tidak ingin mereka macam-macam pada Nurul dan menyelipkan ancaman pada mereka agar jangan sekali-kali mengganggu gadisnya.
Hari mulai gelap dan Nurul terbangun dengan sisa rasa sakitnya. Ia perlahan-lahan membuka matanya dan tidak mendapati siapapun disana dan justru ia terkejut karena sudah berpakaian lengkap.
"Semoga gue tadi cuma mimpi. Tapi ini terasa begitu nyata. Dan ya, kemana Alvaro?" gumam Nurul.
Nurul berusaha bangkit namun begitu ia menggerakkan kakinya, bagian intimnya terasa begitu sakit. Ia berusaha untuk bangun dan tak sengaja melihat noda merah di atas tempat tidur. Nurul membeku seketika.
"Ternyata bukan mimpi. Lelaki brengsek itu sudah menghancurkan hidupkan dan meninggalkanku sendiri di tempat ini. Aku sudah seperti wanita ******! Kenapa Tuhan? Kenapa ini terjadi padaku? Karma apa yang sedang kutanggung? Dosa apa yang sudah kuperbuat dan kedua orang tuaku lakukan hingga aku harus menanggung ini semua? Hiksss …."
Nurul menangis dan kali ini ia benar-benar menumpahkan tangisnya karena tidak ada seorangpun yang akan mendengarnya.
"Bu Uswa, Nurul ingin mati saja. Kenapa Tuhan begitu tega padaku, Bu. Hiksss …."
Lama Nurul menangisi nasibnya hingga ia memutuskan untuk pulang. Ia belum tahu apa yang akan ia lakukan kedepannya. Jika ia tidak pulang maka seluruh keluarga pantinya akan mencemaskan ya. Jika ia bunuh diri, maka ia akan membuat Bu Uswa gagal mendidiknya.
"Apapun yang terjadi gue harus pulang. Gue harus kuat," tekad Nurul.
Pelan-pelan Nurul turun dari ranjang dan membuka pintu yang sudah tidak lagi terkunci.
Benar-benar ditinggal sendirian.
Hati Nurul terasa ngilu dan kembali air matanya menetes. Ia menyeka air matanya lalu menerbitkan senyum di bibirnya.
"Gue Nurul, gue bukan orang yang lemah. Gue emang sempat putus asa tapi gue salah, gue yakin ini semua adalah ujian. Gue harus tetap yakin dengan prinsip gue yang walaupun dunia terus menjatuhkanku maka aku akan bangkit lagi. Jika jatuh lagi maka aku akan bangkit lagi hingga dunia menyerah dan mengatakan bahwa aku memang tidak mudah untuk dijatuhkan. Semangat Nurul!"
Nurul mulai naik di motor dan perlahan tapi pasti ia sudah mengendarai motor tersebut. Hancur sudah pasti. Sakit pun sudah tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Namun begitu wajah penuh keteduhan dan senyum penuh kehangatan dari Bu Uswa melintas di pikiran Nurul, mendadak ia mendapatkan kembali semangatnya.
Dunia selalu mau main-main sama gue, tapi disini yang main itu gue. Biar kita lihat dunia bakalan menyerah mempermainkan gue atau tidak. Semakin lu hancurin gue, maka gue akan semakin merasakan ketangguhan. Gue emang hancur, tapi … justru yang hancur itu bisa melukai. Pecahan kaca saja bisa melukai kaki atau tangan seseorang walaupun ia sudah hancur. Gue nggak mau mati karena permainan dunia, gue harus jadi pemenang dan setelah itu gue boleh mati dengan tenang.
********
Motor yang dikendarai Nurul kini sudah terparkir di depan rumah yang selama ini menjadi tempatnya bernaung. Ia menatap lekat bangunan yang sebentar lagi akan ia tinggalkan. Hatinya sakit namun ia tidak bisa melakukan apapun.
Pasti adik-adik sudah tidur.
Nurul sempat melihat ponselnya dan ternyata ia sampai di panti sudah pukul 21. 00. Biasanya jam segitu adik-adiknya sudah diminta untuk istirahat. Nurul juga melihat keadaan panti begitu sunyi.
Satu langkah ia masuk ke dalam rumah, nyalinya mendadak menciut. Ia takut mengecewakan Bu Uswa tapi ia tidak bisa menyembunyikan apapun dari ibunya itu. Walaupun Nurul tidak lahir dari rahimnya, tapi wanita paruh baya itulah yang sudah membesarkannya dengan tangannya sendiri. Nurul sangat menyayangi Bu Uswa.
"Kamu sudah pulang, Nak?"
Suara lembut itu langsung membuat jantung Nurul berhenti berdetak untuk sesaat.
Bu Uswa berjalan mendekati Nurul. Ia yang baru keluar dari kamar untuk mengambil air minum tak sengaja melihat Nurul yang sedang berdiam diri di depan pintu.
Nurul melirik ke arah kanan dimana kamar Bu Uswa. Ia tersenyum getir lalu berlari memeluk wanita kesayangannya itu. Nurul menumpahkan air matanya lagi dalam dekapan hangat Bu Uswa.
"Lho, kok nangis? Kamu kenapa Nak? Ayo cerita sama ibu," ucap Bu Uswa kaget karena Nurul sudah terisak di pelukannya.
"Bu, kenapa dunia begitu kejam kepadaku? Apa salahku?" tanya Nurul yang langsung membuat Bu Uswa meradang dengan benak yang diselimuti tanda tanya besar.
Dengan sabar Bu Uswa mengelus punggung Nurul. Ia pun mengajak Nurul untuk masuk ke kamar Nurul yang berada di sebelah kamarnya.
Kini keduanya sudah duduk di atas tempat tidur Nurul. Nurul berbaring di pangkuan Bu Uswa untuk mencari kehangatan.
"Sekarang ceritakan pada ibu, ada apa sebenarnya?" ucap Bu Uswa dengan lembut namun entah mengapa dadanya terasa begitu sesak.
"Bu, maafkan aku. Aku mengecewakanmu," lirih Nurul. Bulir-bulir air matanya terus mengalir.
"Kenapa berbicara seperti itu, Nak? Kamu tidak pernah mengecewakan ibu selama ini," ucap Bu Uswa yang semakin merasakan sesak di dadanya.
"Bu, Nurul sudah tidak suci lagi. Pria itu menculikku dan merampas mahkota yang sudah Nurul jaga selama ini. Kenapa dunia begitu tega dan sangat kejam pada Nurul, Bu? Apa kesalahan Nurul?!" pekik Nurul histeris.
Jantung Bu Uswa seakan berhenti berdetak mendengar ucapan Nurul. Dadanya yang sesak ternyata karena perasaannya terhadap Nurul yang kini mengalami kemalangan. Air matanya mengalir dan langsung memeluk Nurul. Keduanya menangis bersama.
"Apa Nurul mati saja, Bu? Dunia seakan tidak ada puasnya menghancurkan Nurul. Mungkin karena Nurul bukan anak yang diinginkan maka dunia pun turut tidak menginginkan Nurul hingga terus dan terus saja menghancurkan Nurul? Nurul sudah lelah, Bu. Sangat lelah dengan kehidupan ini. Bisakah Nurul mati saja," histeris Nurul yang membuat Bu Uswa semakin pilu.
Jika dalam kesendirian Nurul mampu menyemangati dirinya, maka berbeda ketika sudah melihat sosok hangat ini. Ia menjadi begitu rapuh di hadapan Bu Uswa. Padahal ia sudah membentengi dirinya dengan kekuatan agar tidak terlihat lemah namun jika sudah bersama Bu Uswa, ia tak ubahnya seperti anak kecil yang rapuh dan butuh pertolongan.
"Nurul, Nak, jangan berbicara seperti itu. Ada ibu yang selalu bersamamu. Jangan putus asa karena dunia tidak adil padamu. Ada ibu yang selalu menyayangimu. Kau tidak sendiri," ucap Bu Uswa disela-sela tangisnya.
"Tapi Bu, Nurul tidak sanggup menanggung semua ini. Nurul kotor Bu, Nurul berdosa. Ibu tolong bunuh saja Nurul," pekik Nurul yang langsung didekap oleh Bu Uswa.
"Istighfar Nak. Yakinlah ada rencana manis Tuhan dibalik kepahitan ini. Ibu akan selalu bersamamu. Ibu yakin Nurul adalah anak yang kuat. Walau Nurul tidak lahir dari rahim ibu, tetapi ibu adalah ibunya Nurul. Ibu yang akan selalu melindungi dan tidak pernah meninggalkan Nurul kalau bukan suratan takdir. Anak ibu jangan putus asa, bukankah Nurul selalu bilang jika dunia menjatuhkanmu maka kau akan kembali bangkit. Buktikan pada ibu kalau ucapanmu itu bukan omong kosong belaka!"
Bukan tanpa sebab Bu Uswa mengatakan itu pada Nurul. Ia tentu saja sangat hancur mendengar kabar dari anaknya itu. Tetapi ia juga tidak ingin Nurul terpuruk akan keadaan. Ia ingin anaknya itu tegar.
"Bu, tolong aku. Aku sangat membutuhkan pertolonganmu dalam menghadapi keadaan ini, Bu. Jangan tinggalkan aku," isak Nurul yang kembali membuat Bu Uswa menangis.
"Ibu akan selalu ada untukmu, Nak. Jangan takut. Ibumu ada disini bersamamu," ucap Bu Uswa.
"Bu, mari kita pindah malam ini juga. Atau subuh nanti. Aku tidak ingin dicari oleh pria jahat itu lagi, aku takut," ucap Nurul.
Bu Uswa diam. Ia berpikir kemudian ia hanya mengangguk pelan. Ia mengajak Nurul untuk rebahan dan mengelus rambut anaknya itu penuh kasih.
Setelah menenangkan Nurul, Bu Uswa pun meninggalkan kamar Nurul dengan perasaan pilu. Nurul sudah terlelap namun ia yang kini tidak bisa tidur. Ia kembali menatap wajah Nurul yang dengan jelas memancarkan kepahitan hidup.
Sungguh malang nasibmu, Nak. Kalau sudah seperti ini maka aku harus membawa anak-anak ke tempat yang lebih aman. Aku akan menelepon mas Purnomo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 275 Episodes
Comments
Sesye Pattiasina
sedih thort😭😭😭😭
2023-09-01
0
Shepty Ani
nggak sanggup aku bacanya nangis aku
2023-07-27
1
lili permata
Duuuuhhh sampe gue meler ini Thooooorrrrr, mata meraaaaah. Udah berasa kek lagi patah hati beneraaaaaaannnn 😭😭😭😭😭
2023-07-24
0