Nurul tidak jadi melangsungkan niatnya untuk sholat. Ia sudah kedapatan oleh Flora dan kini ia mau mendapatkan penjelasan dengan apa yang baru ia lihat. Ia yakin bahwa Flora pasti akan menjelaskannya. Ia tidak mau berpikir negatif dan sudah kepalang tanggung kedapatan. Ya sudah, Nurul pun akan mendengar dan juga bertanya. Tidak baik hanya menerka-nerka.
"Kenapa nggak diterusin bacanya? Nggak nanggung?"
Sindiran Flora langsung membuat Nurul kesulitan menelan salivanya.
Dengan langkah perlahan Flora mendekati Nurul. Nurul dibuatnya semakin degdegan dan juga merasa bersalah.
"Flor--"
"Lu pasti mau nanya ini maksudnya apa? Lu pasti mikir gue ini orang yang munafik. Tapi gue saranin lu untuk lihat buku itu di halaman belakangnya deh." ucap Flora dengan suara rendah dan ia sudah duduk bersama Nurul di lantai.
Nurul pun segera melakukan apa yang tadi diberitahukan Flora.
"Flor ini--"
"Namanya Dinda, Dinda Kurnia. Dia sahabat gue dulu sebelum lu," potong Flora mengerti bahwa Nurul pasti ingin menanyakan siapa gadis di foto itu.
Nurul menatap Flora yang kini ekspresinya menunjukkan kesedihan. Matanya terlihat berkaca-kaca.
"Lu tahu, dia sahabat gue satu-satunya dan gue harus kehilangan dia dengan cara yang nggak pernah gue duga. Sejak SMP gue sama Dinda bersahabat dan terbiasa bersama kayak gue sama lu. Tapi sekarang dia usah ninggalin gue. Dan lu tahu itu berkat siapa?"
"Siapa?" tanya Nurul dengan bibir bergetar.
"Alvaro Genta Prayoga. Cowok yang ngaku cinta dan sayang sama lu," jawab Flora dan kali ini matanya memancarkan kilat kebencian.
"Kok bisa?"
"Kejadian ini terjadi beberapa tahun yang lalu, tepatnya di tahun pertama kita masuk ke universitas dan dia juga masuk universitas tapi bukan di kampus kita ...."
"Dia kenapa?" tanya Nurul.
"Baiklah ... karena gue rasa ini sudah saatnya lu tahu, maka gue bakalan ceritain."
Beberapa tahun sebelumnya ...
"Dinda, lu kenapa? Lu sakit?"
Flora kala itu tengah berkunjung ke kontrakan Dinda. Ia melihat wajah Dinda yang sembab, ia pun memeluk sahabatnya itu.
"Gue diputusin sama Alvaro," ceritanya yang langsung membuatnya menitikkan air mata lagi.
"Gue udah pernah peringatin lu sebelumnya kalau Alvaro itu nggak baik. Tapi syukur lu putus lebih cepat daripada lu makin jauh sama dia," ucap Flora kesal namun ada kelegaan tersendiri karena sang sahabat sudah terbebas dari Alvaro. "Terus lu kenapa bisa putus? Dia selingkuh? Atau gimana?" lanjut Flora bertanya sedetail mungkin.
"Gue kira dia baik. Lu benar, dia nggak sebaik wajahnya dan juga sikap manisnya ternyata semuanya palsu. Ternyata gue hanya jadi bahan taruhan dia, Flor. Gue dengar sendiri, nggak sengaja gue dengar percakapan mereka waktu gue mau ngasih kejutan ke Alvaro di hari ulang tahunnya. Gue sakit hati tapi gue nggak bisa apa-apa. Gue sakit hati Flor, sakit banget. Cinta tulus gue ternyata cuma bahan taruhan," cerita Dinda yang kini sudah berderai air mata.
"Apaa?! Tuh 'kan yang gue omongin emang benar. Lu nggak mau dengerin gue dulu. Tapi ya seenggaknya lu udah tahu dan lu nggak lama sama dia. Sebelum terjadi sesuatu yang nggak diinginkan, Tuhan udah ngebuka mata dan telinga lu sekarang," ucap Flora kemudian ia merangkul Dinda.
"Tapi gue dan Alvaro sudah--"
"Sudah apa?"
Flora merasa ketakutan entah mengapa.
Gue harap lu nggak diapa-apain sama dia, Din. Please lu jangan ngomong kata yang nggak ingin gue dengar.
"Gue tahu gue emang bodoh, Flor. Karena dibutakan cinta palsu Alvaro, gue nggak mikir panjang dan ngerelain semuanya buat dia. Gue bego bego bego. Hiksss ...."
Plakkk ....
Sebuah tamparan mendarat sempurna di pipi mulus Dinda. Yang ditampar tidak mengeluh ataupun membalas. Yang ia tahu tamparan ini tidak jauh lebih sakit dari yang ia rasakan dalam hatinya.
"Lu emang bego, Din. Lu pacaran sama dia baru seminggu dan lu udah ngasih segalanya. Dimana otak cerdas lu, Din? Hiksss ...."
Setelah menampar Dinda cukup keras, Flora langsung memeluk erat tubuh Dinda. Keduanya menangis begitu lama hingga akhirnya Flora sadar jika dirinya lah yang harus lebih kuat untuk menguatkan Dinda.
"Yang terjadi biarlah berlalu, Din. Lu harus kuat dan lu harus ingat kalau lu masih punya gue. Gue akan selalu ada buat lu. Jangan ada rahasia lagi ke gue. Apapun itu lu harus cerita ke gue. Kita udah lama sama-sama, Din. Sekarang lu harus tegar dan lupakan semuanya. Mulailah lembaran yang baru, gue akan selalu berdiri di sisi lu," ucap Flora yang kemudian ia kembali memberikan pelukan hangat pada sang sahabat.
"Makasih Flor. Hanya lu satu-satunya yang peduli ke gue. Gue harap lu nggak pernah berubah ke gue," ucap Dinda membalas pelukan Flora.
"Sekarang lu harus kuat, fokus sama kuliah aja. Lu 'kan pengen banget tuh jadi guru. Walaupun kita beda kampus, gue bakalan tetap usahain waktu gue buat lu. Jangan lupa itu," ucap Flora yang diangguki oleh Dinda.
Hari-hari berlalu, Dinda kembali melanjutkan kehidupannya yang sempat terpuruk karena nasib malang yang menimpanya. Flora juga selalu ada setiap kali Dinda membutuhkannya.
Sampai satu ketika ...
"Flor, gue hamil."
Tiga kata yang langsung membuat dunia Flora hancur.
"Lu, ha-mil?"
Dan Dinda hanya mengangguk lesu.
"Ini nggak bisa dibiarin. Kita harus ketemu Alvaro. Dia harus tanggung jawab.
"Tapi--"
. . .
"Lu yakin itu anak gue? Lu bisa aja main sama orang lain. Emang gue yang pertama kali nyentuh lu, tapi kita nggak tahu setelah itu."
Setelah ucapan itu selesai, satu tamparan mendarat di pipi cowok tampan itu. Pelakunya bukan Flora melainkan si lembut Dinda. Flora tadinya ikut menemani Dinda tetapi ia mendapat telepon dari orang tuanya. Jadilah ia harus menjawab telepon dulu.
"Lu keterlaluan, Ro. Gue hanya ngelakuin itu sama lu dan sekarang lu nuduh gue. Lu nggak punya hati. Mana Alvaro yang dulu gue kenal?" teriak Dinda. Mata Dinda memanas menahan air matanya.
"Cihh ... nggak usah ngedrama. Lu sendiri tahu kalau lu itu cuma bahan taruhan gue. Nggak lebih. Lu aja yang bego pakai hati ke gue. Lu siapa? Cewek yang latar belakangnya nggak jelas bukan tipe gue. Lu nggak usah mimpi gue suka sama lu karena lu bukan level gue. Jauh-jauh lu dari gue. Jangan pernah lu muncul di depan gue atau gue bakalan hancurin lu daripada yang pernah lu bayangin. Enyah dari muka gue," usir Alvaro dengan kasar dan itu sampai terdengar ke telinga Flora yang baru selesai menerima telepon.
"Oke kalau lu nggak mau ngakuin anak ini. Nggak apa-apa, tapi jangan pernah lu hina gue sebagai perempuan yang suka gonta-ganti pasangan. Gue harap lu bakalan ngerasain yang gue rasain," ucap Dinda kemudian ia segera meninggalkan apartemen Alvaro.
. . .
Tiada hari tanpa percobaan Dinda untuk bunuh diri. Ia tidak mau menanggung ini semua. Cukuplah ia terlahir sebagai orang yang tidak diketahui siapa kedua orang tuanya. Jangan lagi anaknya menderita.
Hanya saja, percobaannya selalu berhasil digagalkan oleh Flora.
Dinda mencoba mencari cara agar ia bisa menghilang dari dunia ini. Namun ia tidak menemukan cara lain. Ia berharap Alvaro akan datang dan meminta maaf tapi tentunya itu hanya ada dalam angannya saja.
Di bulan kedua kehamilannya, Dinda selalu ingin melihat Alvaro dan ia sudah bertahan agar tidak mencari pria itu. Tetapi disinilah ia sekarang, di depan Alvaro. Ia berlutut dan memohon agar Alvaro mau mengelus perutnya yang masih rata tetapi Alvaro menolaknya.
"Enyah lu dari muka gue. Gue jijik."
"Tapi Ro?"
"Lu mau gue sentuh perut lu?" tanya Alvaro.
Dinda mengangguk.
"Gampang, lu tinggal layani Nandi sama Kriss. Kebetulan mereka lagi pingin ngerasain bercinta sama perempuan hamil!"
Gelas yang dipegang Flora terjatuh begitu mendengar ucapan Alvaro. Ia sebenarnya tadi akan pergi menemani Dinda namun mamanya baru saja keluar dari rumah sakit dan Flora masih harus menjaganya di rumah. Jadilah ia meminta Dinda agar tetap terhubung dengannya melalui sambungan telepon.
"Nggak bisa! Gue harus ke tempat Alvaro sekarang. Dinda dalam bahaya."
Bergegas Flora menuju ke apartemen Alvaro dengan mengemudikan mobilnya secepat mungkin.
Ciiittt ...
Flora menginjak rem begitu ia hampir menabrak seseorang. Dengan cepat ia keluar dan mendapati seorang gadis tergeletak lemas di depan mobilnya.
"Anda nggak apa-apa? Atau saya bantu ke rumah sa-- Dinda?!
Mengetahui kalau gadis itu adalah sahabatnya dengan cepat ia membawa Dinda masuk ke dalam mobil dan membawanya ke rumah sakit.
"Maaf, kami tidak bisa menyelamatkan nyawa Dinda. Ia juga mengalami keguguran. Ia mengalami kelelahan hebat sehingga ia pun mengalami pendarahan yang memicu keguguran pada janinnya."
Dunia Flora langsung hancur ketika mendengar ucapan dokter tersebut.
Alvaro, lu bakalan dapat balasan setimpal. Kalau bukan lewat gue, masih ada Tuhan yang nggak buta dengan semua ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 275 Episodes
Comments
Chiisan kasih
benul, lo begok dinda, mau aja di anu alvaro
2023-07-23
0
Suriani Lahusi Lajahiti
sesak bangat sampe nangis bacanya
benci banget sama Alvaro
2023-07-16
0
Liu Zhi
karma selalu ada
2023-05-11
0