Semalaman Nurul tidak tenang. Ia tidak bisa tidur. Tidak bisa pula menemukan jalan keluar untuknya menjauh dari Alvaro.
Haruskah ia tidak ikut wisuda dan langsung pindah?
Tapi apa alasan yang tepat yang akan ia katakan pada bu Uswa jika ia tidak ikut wisuda.
Mau menghadapi?
Nurul sadar ia tidak punya kekuatan besar untuk berdiri tegak dan kuat di depan Alvaro. Baru membayangkannya saja ia sudah gemetar.
Apa yang bakalan terjadi ke gue kalau gue nggak nerima dia? Dan apa yang akan terjadi ke gue kalau gue nerima dia?
Akhirnya sampai bunyi adzan subuh Nurul tidak bisa benar-benar memejamkan matanya. Ia segera bersiap untuk melaksanakan sholat subuh. Mungkin dengan ini ia bisa menenangkan pikirannya.
Beberapa mil jauhnya dari tempat Nurul yang saat ini tengah bersujud ...
"Tuan, saya sudah mendapatkan kabar tentang Nona Miranda," ucap seseorang yang berjas hitam.
"Katakan!"
"Nona Miranda tidak memiliki kekasih ataupun teman kencan disana. Beliau murni meniti kariernya disana. Nona Miranda tidak melakukan perselingkuhan ataupun hal-hal negatif lainnya," ucapnya.
"Bagus! Itu berarti dia masih bisa menjadi kandidat nyonya muda Prayoga. Terus awasi dia, Alvaro masih begitu menginginkannya. Jangan sampai Alvaro tahu kalau saya yang meminta Miranda untuk pergi. Dan jika sampai terbukti Miranda melakukan perselingkuhan disana, maka lakukan apapun untuk mencegah Alvaro bertemu dengannya," ucapnya pria paruh baya yang dipanggil tuan itu.
"Baik tuan, saya permisi," ucap pria berjas yang bernama Martin itu.
Sepeninggalan Martin, Genta Prayoga mengubah ekspresinya menjadi begitu datar.
"Aku masih belum yakin dengan informasi itu. Aku pun meragukan Miranda dan aku harap Alvaro bisa melupakan perempuan itu. Masih banyak perempuan dengan latar belakang yang lebih baik dari Miranda. Alvaro, Papi harap kamu bisa segera menemukan penggantinya. Biarkan saja perempuan itu dengan dirinya sendiri, kau jangan mati hanya karena ditinggal olehnya. Papi akan membuktikan kalau perempuan itu tidak layak untukmu, Nak."
Papi Genta Prayoga menghela napas kemudian ia menarik laci dari meja kerjanya. Memandangi foto yang selama ini selalu menguatkannya.
Tidak ada yang lebih baik dari ini. Mengenangmu, tentu saja masih akan selalu kulakukan. Hanya dengan melihat wajahmu, hati ini menjadi tenang dan seolah dengan melihat fotomu segala bebanku menghilang begitu saja, Rama.
Genta Prayoga menutup kembali lacinya dan segera menuju ke kamar dimana istri tercintanya pasti masih menunggunya untuk tidur bersama.
"Pi," panggil Handayani Prayoga, istrinya yang biasa disapa Mami Yani.
"Mami kenapa belum tidur?" tanya Genta.
"Belum ngantuk Pi. Gimana sama Alvaro Pi? Apa anak kita itu masih nakal?" tanya Yani.
"Menurut Mami?" Genta langsung duduk di samping istrinya.
"Hmmm ... semua karena Miranda pergi ninggalin dia tanpa pamitan. Lagi pula jika gadis itu pun tidak bekerja maka Alvaro masih sanggup memenuhi kebutuhannya. Mami kasihan juga sama Alvaro kalau hidupnya jadi sehancur ini hanya karena gadis itu. Papi paksa dia balik lah Pi. Mami nggak mau anak kita semakin rusak. Mami nggak sanggup!" isak Yani dan Genta langsung membawa istrinya itu ke dalam pelukan.
"Alvaro pasti bisa melalui ini Mi. Papi yakin Alvaro tidak akan berbuat jahat seperti yang kita pikirkan," hibur Genta padahal ia sudah tahu seperti apa perilaku Alvaro di luar rumah.
"Mami hanya takut Alvaro menghamili anak orang Pi. Mami nggak mau kalau dia samp --"
"Tenang Mi. Papi selalu menempatkan penjaga rahasia untuk mengawasinya," potong Genta.
Yani pun menganggukkan kepalanya dan mengajak Genta untuk tidur.
Andai Mami tahu seburuk apa anak kita saat ini. Mami pasti tidak akan sanggup mendengarnya.
. . .
Flora menatap Nurul yang terlihat lesu. Sahabatnya itu seperti orang yang tidak bertenaga begitu ia membuka pintu rumah. Nurul hanya mengatakan jika ia kurang tidur karena memikirkan kepindahannya. Nurul tidak mungkin menceritakan tentang Alvaro. Ia tidak ingin sahabatnya ini bersedih jika tahu dirinya memiliki perasaan terhadap Alvaro.
"Niatnya mau menghabiskan waktu seharian bersama, tapi nggak lu tidur juga kali Nur. Hadeehh ...."
Flora hanya bisa menghela napas begitu melihat Nurul justru datang untuk menumpang tidur di rumahnya.
Flora tersenyum tipis melihat wajah Nurul yang terlihat damai dalam tidurnya. Ia ingin berbagi cerita namun ia urungkan karena tidak ingin mengganggu Nurul.
"Gue mau ambil camilan deh, kali aja si Nurul udah bosan di alam mimpi, hehehe."
Begitu Flora melangkah untuk keluar dari kamar, ponsel Nurul berdering. Awalnya Flora tak ingin pusing karena ia tidak mau membangunkan Nurul, namun karena telepon itu terus membuat kebisingan maka Flora pun mengambil ponsel itu dan matanya langsung terbelalak.
"Alvaro? Mau apa dia?" gumam Nurul.
Flora langsung mengganti mode ponsel Nurul menjadi silent.
"Jangan harap lu bisa ganggu Nurul lagi," ucap Flora dengan kesal seolah-olah Alvaro sedang berada di hadapannya.
Tanpa memperdulikan ponsel Nurul yang terus menampilkan sebuah panggilan masuk, Flora meninggalkan kamarnya.
Beberapa mil jauhnya ...
"Sial! Nurul kemana sih? Apa dia lupa hari ini penting buat kita?" umpat Alvaro saat panggilannya lagi-lagi tidak dijawab oleh Nurul dan ini sudah panggilan ke dua puluh.
"Lu kemana sih Aina? Lu nggak kabur, 'kan? Lu jangan kabur sebelum gue hancurin lu dong. Gue juga butuh menang taruhan. Setidaknya lu jawab iya doang ke gue, gue udah dapat kemenangan gue. Lu nggak tahu seberapa kangennya gue sama Miranda. Dan cuma lu yang bisa bantuin gue," keluh Alvaro.
Ponsel Alvaro berdering. Ia dengan semangat menjawab panggilan tersebut.
"Lu kemana aja sih Aina? Dari tadi gue teleponin nggak dijawab. Lu grogi atau gimana?" cecar Alvaro.
"Santai bro, ini gue Kriss. Bukan Nurul. Ciee, ada yang nggak sabar buat jadian."
Alvaro langsung menarik ponselnya dan melihat siapa nama peneleponnya.
Sial!
"Ya ampun Ro, gue kira cuma di kampus si Nurul nolak lu. Eh ... ternyata telepon lu juga ditolak ya. Fix, lu bakalan kalah taruhan. Hahahaha."
Wajah Alvaro memerah, kesal sekali dirinya pada sahabatnya yang satu ini.
"Lu nelepon gue cuma buat ledekin gue atau apa nih?" tanya Alvaro dengan nada penuh penekanan.
"Santai bro. Gue cuma mau ngasih kabar kalau tempat yang lu minta buat jadian sama Nurul udah siap. Lu kapan datangnya?"
Alvaro menghela napas. "Gimana mau datang kalau si Aina nggak ada kabar," ucap Alvaro lesu.
"Ciee ... lagi galau lu? Fix, lu cinta beneran deh sama Nurul. Pakai sebut Aina lagi. Udah bucin lu?"
"Sepertinya ada yang bosan hidup nih."
Terdengar kekehan dari Kriss di seberang saluran.
"Ya udah, kalau lu sama Nurul udah otw kasih kabar gue."
Tanpa menjawab Alvaro langsung mematikan ponselnya.
Nurul, lu dimana sih? Lu udah bosan hidup atau gimana sampai lu berani mempermainkan seorang Alvaro Genta Prayoga?
"Gue susul ke panti," ucap Alvaro yang langsung keluar dari kamarnya.
. . .
Nurul mengerkapkan matanya. Rasanya masih cukup mengantuk namun sebuah suara yang langsung membuatnya membuka matanya dengan lebar.
"Lu disini? Udah puas lu tidur dan bikin gue nyari-nyari lu kesana kemari? Lu nggak lupa 'kan kalau hari ini lu punya janji ke gue?"
Nurul belum mempedulikannya karena ia sibuk menatap sekeliling.
Gue masih di kamar Flora dan kenapa gue seperti mendengar suara Alvaro?
"Aina! Bangun dong," teriak Alvaro yang langsung membuat Nurul tersadar.
"Alvaro? Lu kenapa bisa ada di kamar Flora?" tanya Nurul heran.
"Lu lupa siapa gue? Gue mau dimana aja bebas," ucapnya songong.
Dan akhirnya gue yakin ini memang Alvaro.
"Kenapa lu nggak datang? Kenapa lu biarin gue nunggu seharian? Lu tahu nggak kalau tindakan lu ini sudah memainkan emosi gue. Gue bisa aja membalas lu saat ini. Kalau lu nggak percaya, coba aja," ucap Alvaro dengan suara dan tatapan yang begitu dingin.
"Ro, gu-gue minta maaf," cicit Nurul. Ia merasa takut dengan sikap Alvaro yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
"Terlambat. Lu harus bayar mahal untuk waktu gue yang lu buang percuma. Enam bulan, enam bulan gue nungguin lu dan enam bulan juga gue berjuang buat lu dan ini yang lu kasih ke gue? Cihh ... lu pikir lu siapa sampai bikin gue kayak orang bodoh gini? Siapa lu?" hardik Alvaro yang semakin membuat Nurul gemetar.
"Ro, nggak gini. Gue minta maaf," lirih Nurul.
"Udah lu mending diam aja. Biar gue yang bertindak. Lagi pula ini tidak ada artinya dengan pengorbanan gue selama enam bulan ini. Lu orang yang harus membayar mahal karena sudah bersikap seperti ini ke gue. Dari semua cewek, lu yang paling nyakitin tahu nggak!" teriak Alvaro yang membuat Nurul ketakutan.
"Bu-bukannya gue ini cuma bahan taruhan lu doang?" teriak Nurul.
Harusnya gue yang sakit hati, bukan lu Alvaro.
Alvaro menaikkan sebelah sudut alisnya. "Oh lu jadi udah tahu? Bagus deh. Gue sekarang udah nggak perlu sandiwara. Capek juga bersikap manis ke elu. Lu nggak layak untuk itu. Lu cocoknya jadi mainan gue. Siap-siap aja lu," ucap Alvaro menyeringai.
Nurul bergidik ngeri namun ia tidak bisa melakukan apapun.
Ayo Nurul mikir. Ini Flora kemana sih? Kenapa bisa ada Alvaro di kamarnya?
"Sebaiknya lu kerja sama sama gue. Kalau lu berontak, gue nggak segan-segan bertindak kasar sama lu. Kalau lu nggak percaya, gue bakalan buktiin sekarang," ucap Alvaro yang kini mulai mendekati Nurul yang masih duduk di atas tempat tidur.
Melihat Alvaro yang mulai mendekat, Nurul langsung berdiri dan bersiap untuk kabur. Namun sayang, ia kalah cepat dengan gerakan Alvaro. Tubuhnya yang mungil bisa dengan mudah Alvaro dapatkan.
"Jangan berpikir untuk kabur. Karena lu nggak akan sanggup untuk itu. Sudah cukup selama ini lu berada di atas angin karena gue selalu ngejar-ngejar lu dan lu selalu nolak gue. Sekarang gue bakalan tunjukin dimana posisi lu. Lu pantasnya di bawah kungkungan gue, ahahaha."
Tolongin gue ... Flora ... Ikram ... Bu Uswa ... hikss.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 275 Episodes
Comments
Chiisan kasih
heleh udah pernah kecolongan pi, hamilin siapa tadi namanya lupa? dinda
2023-07-23
1